Bung Karno mewariskan banyak gagasan dan pemikiran yang masih hidup hingga saat ini. Dengan membaca buku-bukunya, generasi muda diajak menjaga api pemikiran ”Putra Sang Fajar” agar tetap menyala.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Pengunjung mengamati foto-foto Presiden Pertama RI Soekarno dalam pameran "Internalisasi Pemikiran Bung Karno Melalui Ragam Koleksi Perpustakaan Nasional RI" di lobi Gedung Perpusnas, Senin (5/6/2023).
Meskipun telah berpulang 53 tahun lalu, gagasan dan buah pemikiran Bung Karno masih relevan melintasi zaman. Pameran buku, kaset, dan foto tentang Soekarno yang digelar Perpustakaan Nasional selama bulan Juni 2023 diharapkan mewariskan pijar pemikiran ”Bung Besar”.
Foto Soekarno masa kecil yang memakai belangkon, jas, dan dasi kupu-kupu mencuri perhatian Fariz Rizky (23) saat memasuki lobi Gedung Perpusnas, Jakarta, Senin (5/6/2023). Semula ia tidak menyadari obyek gambar hitam-putih itu merupakan Bapak Proklamator sekaligus Presiden Pertama RI.
Setelah mengetahui sosok di foto itu dengan membaca tulisan singkat di bawahnya, kedua matanya melirik buku-buku yang dipajang di etalase kaca. Ratusan koleksi berupa buku, kaset rekaman pidato, dan foto Soekarno ditampilkan dalam pameran ”Internalisasi Pemikiran Bung Karno Melalui Ragam Koleksi Perpustakaan Nasional RI” tersebut.
Beberapa buku merupakan tulisan Bung Karno sendiri, di antaranya berjudul Sarinah, Mencapai Indonesia Merdeka, Indonesia’s Political Manifesto 1959-1964, dan Di Bawah Bendera Revolusi yang merupakan kumpulan tulisan-tulisannya. Ada juga buku yang bersumber dari pleidoi serta pidatonya, seperti Indonesia Menggugat, Let Us Transform The World!, dan Djangan Sekali-Kali Meninggalkan Sedjarah.
Pengunjung mengamati buku tentang pemikiran Presiden Pertama RI Soekarno dalam pameran "Internalisasi Pemikiran Bung Karno Melalui Ragam Koleksi Perpustakaan Nasional RI" di lobi Gedung Perpusnas, Senin (5/6/2023).
”Ini pengalaman pertama berkunjung ke Perpusnas dan sangat berkesan. Saya jadi tahu buku-buku karya Bung Karno yang ternyata cukup banyak,” ujarnya.
Selama ini Fariz kurang familiar dengan ideologi Marhaenisme yang dicetuskan Soekarno. Begitu juga konsep Trisakti gagasannya, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.
Siang itu, lulusan teknik sipil universitas negeri di Purwokerto, Jawa Tengah, tersebut bisa menyelami pemikiran-pemikiran Bung Karno. Berapa konsep gagasan yang dituangkan dalam infografik memudahkan pengunjung untuk mengerti.
Salah satu infografik menjelaskan tentang konsep Marhaenisme yang merupakan sosialisme dalam praktik di Indonesia. Marhaen adalah gambaran petani miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bukan karena tidak memiliki alat produksi, tetapi akibat sistem imperialisme dan kapitalisme yang menindas.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Suasana pameran "Internalisasi Pemikiran Bung Karno Melalui Ragam Koleksi Perpustakaan Nasional RI" di lobi Gedung Perpusnas, Senin (5/6/2023).
Ada juga infografik tentang Pancasila. Ideologi ini digali Soekarno dari perenungan panjang, termasuk sejarah dan budaya masyarakat serta kejayaan Nusantara di masa lalu.
”Pemikiran para founding fathers memang visioner. Terbukti hingga saat ini Pancasila masih kokoh menjadi pemersatu keberagaman Indonesia,” ujar pengunjung lainnya, Reihan (22), mahasiswa universitas swasta di DKI Jakarta.
Reihan berharap, pameran buku, arsip, dan koleksi lain yang memuat gagasan-gagasan tokoh bangsa semakin sering digelar. Selain Soekarno, Indonesia juga memiliki sejumlah pemikir hebat, seperti Oemar Said Tjokroaminoto, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir.
”Pameran buku mungkin bisa menjembatani pemikiran mereka untuk dipahami oleh generasi muda. Ini yang harus digalakkan. Bukan hanya di perpustakaan, tetapi juga di ruang-ruang publik sehingga lebih gampang diakses masyarakat luas,” ujarnya.
Pameran ini diselenggarakan sebagai upaya menginternalisasi pemikiran-pemikiran Bung Karno melalui nilai-nilai yang terkandung dalam semua dokumen yang dihasilkan.
Pameran itu turut memajang sejumlah buku tentang pemikiran dan kehidupan Soekarno yang ditulis berbagai kalangan. Salah satunya buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya perempuan kolumnis Amerika Serikat, Cindy Adams.
Buku setebal 415 halaman itu merupakan autobiografi dan gagasan Bung Karno tentang kehidupan berbangsa dan bernegara. Buku ini meliputi banyak aspek, mulai dari kehidupan pribadi Sang Proklamator, cita-cita politik, perjuangan, dan harapan untuk Indonesia masa depan.
Ada juga buku Bung Karno Putera Fajar karya Solichin Salam, Bung Karno: Bapakku, Kawanku, Guruku karya Guntur Soekarno, Renungan Bung Karno: Bapak Marhaen Indonesia karya OP Simorangkir, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan karya Bernhard Dahm, serta The End of Sukarno karya John Hughes.
Diakui dunia
Pemikiran Bung Karno tidak hanya mengakar di Tanah Air, tetapi juga diakui oleh dunia internasional. Kepemimpinan Soekarno membawa Indonesia memainkan peran penting dalam forum-forum internasional seperti Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non-Blok (GNB).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Pengunjung mengamati foto-foto Presiden Pertama RI Soekarno dalam pameran "Internalisasi Pemikiran Bung Karno Melalui Ragam Koleksi Perpustakaan Nasional RI" di lobi Gedung Perpusnas, Senin (5/6/2023).
Akhir Mei lalu, pidato Soekarno berjudul ”To Build the World Anew” ditetapkan menjadi Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Pidato ini dibacakan pada Sidang Umum PBB 1960 di New York, Amerika Serikat.
Dalam pidatonya, Soekarno menegaskan tentang bangkitnya negara-negara di Asia dan Afrika menuju kemerdekaannya. Oleh sebab itu, dunia perlu dibangun kembali.
Ia mengingatkan tujuan PBB seharusnya memecahkan berbagai masalah. Sebab, sekadar menggunakannya sebagai forum perdebatan belaka atau saluran propaganda sama artinya dengan memutarbalikkan cita-cita mulia yang seharusnya meresap di lembaga itu.
Soekarno pun memaparkan konsep Pancasila dalam sidang itu. Bahkan, ia menekankan Pancasila mempunyai arti universal yang dapat digunakan secara internasional. Ia memercayai Pancasila sebagai jalan keluar dari konfrontasi ideologi-ideologi di dunia.
Pengunjung mengamati buku tentang pemikiran Presiden Pertama RI Soekarno dalam pameran "Internalisasi Pemikiran Bung Karno Melalui Ragam Koleksi Perpustakaan Nasional RI" di lobi Gedung Perpusnas, Senin (5/6/2023).
Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menyebutkan, bulan Juni menyimpan momen-momen penting yang berkaitan dengan Bung Karno. Soekarno lahir pada 6 Juni 1901 dan meninggal pada 21 Juni 1970. Selain itu, 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila.
Menurut dia, perpustakaan merupakan jembatan ilmu pengetahuan masa lampau, saat ini, dan yang akan datang. ”Pameran ini diselenggarakan sebagai upaya menginternalisasi pemikiran-pemikiran Bung Karno melalui nilai-nilai yang terkandung dalam semua dokumen yang dihasilkan,” katanya.
Berjarak 122 tahun dari hari kelahirannya, sosok Soekarno masih terus dikenang. Gambar wajahnya muncul di banyak tempat, mulai dari di tembok-tembok, gubuk, istana, gedung sekolah, hingga baliho kampanye politik. Namun, jauh lebih penting dari itu untuk menjaga nyala pemikirannya mewujudkan bangsa yang berdiri di atas kaki sendiri.