Membaca Pidato Bung Karno yang Ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Dunia
Dijuluki ”Singa Podium”, Bung Karno dikenal dengan pidato-pidato yang monumental. Pidatonya berjudul ”To Build the World Anew” mengentak Sidang Umum PBB 1960. Pidato itu ditetapkan UNESCO sebagai Ingatan Kolektif Dunia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Kutipan proklamator Ir Soekarno tertulis di dinding di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (8/6/2021).
Pidato Bung Karno berjudul ”To Build the World Anew” menggetarkan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1960. Setelah 63 tahun, pidato tersebut ditetapkan menjadi Ingatan Kolektif Dunia atau Memory of the World oleh UNESCO. Gagasan-gagasan bernas presiden pertama Indonesia itu tertuang di dalamnya, salah satunya membangun dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan.
Pidato Soekarno menjadi 1 dari 64 warisan dokumenter yang ditetapkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menjadi Ingatan Kolektif Dunia, Rabu (24/5/2023). Arsip lain yang tahun ini masuk daftar tersebut adalah arsip Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (KTT GNB) pertama pada 1961 dan Hikayat Aceh.
Hikayat Aceh merupakan naskah kuno dari abad ke-17. Naskah ini bercerita tentang kehidupan Sultan Iskandar Muda serta gambaran kondisi ekonomi, politik, dan budaya pada masa lalu. Dokumen itu diajukan Indonesia bersama Belanda.
Peneliti Filologi Melayu-Aceh dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Hermansyah, saat meneliti salah satu manuskrip peninggalan masa lampau yang ditulis oleh ulama besar kala itu. UNESCO menetapkan naskah Hikayat Aceh Ingatan Kolektif Dunia.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan, untuk pertama kalinya sejak 2017, warisan dokumenter baru ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Dunia. Dengan begitu, daftar Ingatan Kolektif Dunia saat ini bertambah menjadi 494 koleksi warisan dokumenter.
”Warisan dokumenter adalah kenangan bersama umat manusia. Itu harus dilindungi untuk tujuan penelitian dan dibagikan kepada sebanyak mungkin orang. Itu adalah bagian mendasar dari sejarah kolektif kita,” ujarnya dikutip dari laman resmi UNESCO.
Pidato ”To Build the World Anew” yang dibacakan Bung Karno di Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada 30 September 1960, menyimpan banyak gagasan. Dalam pidatonya, Soekarno menegaskan, ia berbicara atas nama 92 juta rakyat di Nusantara yang telah membangun suatu negara di atas reruntuhan suatu imperium.
Ia juga menyinggung tentang bangkitnya negara-negara di Asia dan Afrika menuju kemerdekaannya. Oleh sebab itu, dunia perlu dibangun kembali. Imperialisme dan kolonialisme harus dilenyapkan karena telah memicu peperangan dan ketegangan antarbangsa.
Ia mengingatkan, tujuan PBB seharusnya memecahkan berbagai masalah. Sebab, sekadar menggunakannya sebagai forum perdebatan belaka atau saluran propaganda sama artinya dengan memutarbalikkan cita-cita mulia yang seharusnya meresap di lembaga itu.
”Bangunlah dunia ini kembali. Bangunlah dunia ini kokoh dan kuat dan sehat. Bangunlah suatu dunia di mana semua bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan. Bangunlah dunia yang sesuai dengan impian dan cita-cita umat manusia. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau karena fajar sedang menyingsing. Putuskan sekarang hubungan dengan masa lampau sehingga kita bisa mempertanggungjawabkan diri terhadap masa depan,” begitu petikan pidato Soekarno.
Bung Karno menyebutkan, dunia saat itu tidak lagi sama seperti tahun 1945. Sebab, banyak negara-negara di Asia-Afrika telah melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Ia mengingatkan, tujuan PBB seharusnya memecahkan berbagai masalah. Sebab, sekadar menggunakannya sebagai forum perdebatan belaka atau saluran propaganda sama artinya dengan memutarbalikkan cita-cita mulia yang seharusnya meresap di lembaga itu.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Patung Bung Karno diletakkan di bawah pohon sukun di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Senin (20/6/2022). Di tempat inilah Soekarno merenungkan rumusan Pancasila saat diasingkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Soekarno pun mengenalkan Pancasila dalam sidang itu. Bahkan, ia menekankan Pancasila mempunyai arti universal yang dapat digunakan secara internasional. Ia memercayai Pancasila sebagai jalan keluar dari konfrontasi ideologi-ideologi di dunia.
”Jalan keluar harus ada. Jika tidak ada, semua musyawarah kita, semua harapan kita, semua perjuangan kita akan sia-sia belaka,”sebut Bung Karno dalam pidatonya.
Bung Karno menyebutkan, saat berbicara Pancasila di sidang itu, ia mengemukakan intisari dari peradaban Nusantara selama 2.000 tahun. Pancasila disusun dari lima sendi, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Nasionalisme, Internasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial.
Warga berebut hasil bumi yang ada di gunungan di Kompleks Makam Bung Karno saat prosesi Grebeg Pancasila, Kota Blitar, Jawa Timur, Rabu (1/6/2022).
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Basarah mengatakan, dalam pidato tersebut, Bung Karno mencetuskan manifesto intelektual, politik, dan ideologi yang bersifat internasional bahwa dunia harus dibangun kembali. Hal itu disebabkan oleh bangkitnya kemerdekaan di negara Asia-Afrika sebagai perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme.
”Tidak hanya menjelaskan Pancasila sebagai ideologi universal dan internasional, Bung Karno bahkan mengusulkan pada Sidang Umum PBB agar Pancasila dimasukkan ke dalam Piagam PBB. Usulan tersebut mendapatkan sambutan meriah dari para pemimpin dunia. Sambutan itu menunjukkan bahwa Pancasila diakui oleh dunia sebagai nilai-nilai yang bersifat universal,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Penetapan pidato Soekarno sebagai Ingatan Kolektif Dunia menjadi sinyal kuat untuk memelihara gagasan-gagasan besar ”Bung Besar”. Bukan sebatas melindungi arsipnya, melainkan menyalakan cita-citanya membangun perdamaian dunia.