Tumpukan Tiga Batu "Seni" Perlawanan Bung Karno di Benteng Marlborough
Benteng Marlborough menyimpan jejak penjajah di Bengkulu. Di sana, Inggris, Belanda, dan Jepang pernah berkuasa. Namun, tumpukan tiga batu di benteng itu juga menjadi saksi "seni" perlawanan Bung Karno kepada penjajah.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·5 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Bendera Merah Putih berkibar di kawasan Benteng Marlborough di Bengkulu, Kamis (6/10/2022). Benteng peninggalan Inggris ini didirikan oleh East India Company pada 1714 - 1719 di bawah pimpinan Gubernur Joseph Callet.
Benteng Marlborough di Bengkulu menyimpan cerita kedigdayaan penjajah dari masa ke masa. Jejak sejarah itu masih bisa ditelusuri hingga sekarang. Presiden pertama RI, Soekarno pun pernah diinterogasi di sana. Namun, lewat tumpukan tiga batu, Bung Karno menunjukkan “seni” perlawanannya kepada penjajah.
Bendera Merah Putih berkibar di Fort (Benteng) Marlborough, Kamis (6/10/2022). Namun, sebelum Indonesia merdeka pada 1945, benteng yang terletak di pesisir Samudra Hindia tersebut dikuasai secara bergantian oleh Inggris, Belanda, dan Jepang dengan beragam fungsi.
Deretan lebih dari 70 meriam di dalamnya menandakan benteng itu pernah berfungsi sebagai pertahanan militer. Benteng ini sempat dibakar oleh rakyat Bengkulu sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.
Benteng Marlborough didirikan oleh East India Company (EIC), kongsi dagang milik Inggris. Benteng seluas 44.000 meter persegi ini dibangun pada 1714-1719 sebagai benteng pertahanan Inggris.
Di bawah penguasaan Inggris, benteng dengan tembok setinggi 8-8,5 meter itu pernah berfungsi sebagai basis militer, pusat penyimpanan rempah-rempah, dan pengawas pelayaran perdagangan.
Suasana kawasan Benteng Marlborough di Bengkulu, Kamis (6/10/2022). Terdapat lebih dari 70 meriam di benteng peninggalan Inggris tersebut.
Benteng itu beralih kendali di bawah Hindia Belanda lewat perjanjian Kerajaan Inggris dan Belanda pada 1824 atau dikenal dengan Traktat London. Dalam perjanjian ini, kedua pihak sepakat bertukar beberapa wilayah jajahan.
Hindia Belanda yang berkuasa pada 1825-1942 juga menggunakan benteng itu sebagai basis pertahanan. Hal serupa dilakukan Jepang ketika menjajah pada 1942-1945.
Akan tetapi, di balik kisah penguasaan oleh penjajah itu, Marlborough juga menjadi saksi “seni” perlawanan Bung Karno kepada Belanda pada 1940. Saat itu, Soekarno sedang diasingkan ke Bengkulu setelah sebelumnya menjalani masa pembuangan di Ende, Nusa Tenggara Timur, pada 1934-1938.
“Bung Karno dipanggil untuk diinterogasi di benteng ini. Namun, ia justru menunjukkan keberanian dan perlawanannya terhadap Belanda,” ujar Andes (69), pemandu di Benteng Marlborough.
Keberanian yang dimaksud Andes adalah saat Bung Karno menolak permintaan Residen Bengkulu C E Maier untuk merancang sebuah tugu. Pemerintah Hindia Belanda berencana membuat tugu untuk mengenang peristiwa penyerangan Jerman ke Belanda.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Diorama Bung Karno dan Residen Bengkulu C E Maier di Benteng Marlborough di Bengkulu, seperti terlihat Kamis (6/10/2022).
Mendengar permintaan itu, Bung Karno mengambil tiga batu lalu menumpuknya. Tindakannya itu bukan hanya bentuk penolakan secara halus, tetapi juga simbol perlawanannya terhadap penjajah.
Peristiwa ini diabadikan dalam diorama pertemuan Bung Karno dan C E Maier. Diorama patung keduanya yang berdiri berhadapan tersebut diletakkan di ruang pameran Benteng Marlborough.
Terdapat sebuah meja di antara kedua patung itu. Tangan kanan patung Bung Karno menunjuk susunan tiga batu di atas meja.
Kisah ini juga diceritakan Soekarno dalam buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” yang ditulis oleh kolumnis asal Amerika Serikat, Cindy Adams. Buku setebal 415 halaman itu diterbitkan pertama kali pada 1965.
Buku itu menceritakan saat Hitler (pemimpin Jerman) menyerbu Belanda pada 1940. Bung Karno dipanggil pemerintah Hindia Belanda ke Benteng Marlborough untuk dibuatkan tugu peringatan penyerangan itu.
Benteng itu beralih kendali di bawah Hindia Belanda lewat perjanjian Kerajaan Inggris dan Belanda pada 1824 atau dikenal dengan Traktat London. Dalam perjanjian ini, kedua pihak sepakat bertukar beberapa wilayah jajahan
“Maksud tuan, setelah menguber-uber saya karena menghendaki kemerdekaan untuk rakyat saya, tiba-tiba meminta saya, sebagai tawanan tuan, untuk membuat tugu karena bangsa lain merebut kemerdekaan tuan?” ujar Bung Karno seperti tertulis dalam buku tersebut.
Bung Karno sebenarnya berhasrat untuk memuaskan selera seninya. Apalagi ia merupakan arsitek lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng, sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB). Namun, ia memilih hanya menumpuk tiga batu sebagai simbol penolakannya.
Wisata sejarah
Benteng Marlborough merupakan salah satu destinasi wisata sejarah di Bengkulu. Pengunjung tidak hanya datang dari daerah itu, tetapi juga dari provinsi tetangga, seperti Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, dan daerah lainnya di luar Pulau Sumatera.
Keberadaan pemandu wisata seperti Andes sangat membantu pengunjung untuk menjelaskan sejarah di benteng itu. Namun, ia bukanlah pemandu yang direkrut pemerintah, melainkan sukarelawan.
Ia tidak mematok target biaya bagi pengunjung. Biasanya, ia berinisiatif menghampiri wisatawan dan menjelaskan sejarah serta beberapa tempat yang dilalui. Tak jarang ia tidak dibayar sama sekali.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Pengunjung berfoto di pintu masuk Benteng Marlborough di Bengkulu, Kamis (6/10/2022).
Akan tetapi, Andes tak berkecil hati. Baginya, saat pengunjung mau mendengar ceritanya tentang sejarah Benteng Marlborough, itu sudah lebih dari cukup.
“Benteng ini menyimpan banyak sejarah. Sayang sekali kalau sudah jauh-jauh datang ke sini, tetapi pengetahuan sejarahnya tidak bertambah,” ujarnya.
Siang itu, sejumlah pengunjung berkeliling di area benteng. Ada yang naik ke bagian atap untuk melihat pemandangan pesisir Bengkulu. Namun, pembangunan gedung-gedung tinggi mempersempit pandangan. Ada juga yang menyusuri sejumlah ruangan, seperti ruang pameran dan audio visual.
Dahlan (26), pengunjung asal Palembang, Sumatera Selatan, terlebih dahulu mendatangi ruang pameran. Di sana, ia membaca narasi tentang penggunaan benteng itu dari waktu ke waktu.
Ada juga diorama pertemuaan Bung Karno dengan Residen Bengkulu C E Maier. “Ternyata Bung Karno bukan cuma pintar, tetapi juga berani,” ujarnya setelah membaca narasi diorama itu.
Suasana kawasan Benteng Marlborough di Bengkulu, Kamis (6/10/2022).
Dahlan mengetahui tentang Benteng Marlborough dari pelajaran sejarah di sekolah. Namun, ia tidak tahu jika presiden pertama RI tersebut pernah diinterogasi dan menolak permintaan penjajah di benteng itu.
Bung Karno diasingkan di Bengkulu pada 1938-1942. Di sana ia bertemu Fatmawati, istri ketiganya, yang juga ibu negara Indonesia pertama.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu, Eri Yulian Hidayat mengatakan, selain seni budaya, daerah berjuluk Bumi Rafflesia itu juga menjadikan sejarah sebagai daya tarik wisata edukasi. “Di sini banyak tempat bersejarah seperti Benteng Marlborough dan Rumah Ibu Fatmawati. Jadi, sambil berwisata, wisatawan juga bisa belajar sejarah,” katanya.
Meskipun sudah berusia lebih dari 300 tahun, jejak penjajah dan perlawanan anak bangsa di Benteng Marlborough masih terekam jelas. Bangunan dan nilai-nilai kesejarahannya harus terus dirawat agar tidak sekadar menjadi cerita masa lalu, tetapi pelajaran berharga dalam ingatan kolektif bangsa sebagai pijakan menyongsong masa depan.