Panas Masih Memanggang Asia, Shanghai Mencatat Hari Terpanas
Gelombang panas masih memanggang Asia. Kota Shanghai di China mengalami hari terpanas dalam satu abad.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanasan global telah memperburuk cuaca dengan banyak negara mengalami gelombang panas yang mematikan dan suhu mencapai rekor di Asia Tenggara dan Selatan dalam beberapa pekan terakhir. Kota Shanghai di China mencatat hari terpanas pada bulan Mei dalam 100 tahun pada hari Senin (29/5/2023).
Rekor suhu panas itu disampaikan layanan meteorologi kota Shanghai, sebagaimana diwartakan AFP. ”Pada pukul 13.09, suhu di stasiun Xujiahui mencapai 36,1 derajat celsius, memecahkan rekor 100 tahun untuk suhu tertinggi di bulan Mei,” tulis unggahan stasiun metro di pusat kota terbesar di China.
Suhu di stasiun yang ramai naik lebih tinggi lagi menjadi 36,7 derajat celsius pada sore hari. Sementara suhu yang dirasakan bisa mencapai 40 derajat celsius. Suhu tersebut menempatkannya satu derajat di atas rekor lama, yakni 35,7 derajat celsius, yang telah tercatat empat kali sebelumnya, pada tahun 1876, 1903, 1915, dan 2018.
Edvin Adrian, ahli iklim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Wakil Ketua Kelompok Kerja I Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), badan ahli di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengatakan, tren kenaikan suhu global terjadi lebih cepat dari prediksi para ahli sebelumnya.
”Kita akan terus melihat rekor suhu panas ke depan, apalagi dengan terjadinya El Nino tahun ini,” katanya.
Panas yang mematikan
Sebelumnya, beberapa bagian India mengalami suhu di atas 44 derajat celsius pada pertengahan April 2023, dengan setidaknya 11 kematian yang terjadi di dekat Mumbai dikaitkan dengan serangan panas dalam satu hari.
Studi World Weather Atribution menyebutkan, Dhaka, Bangladesh, pada April lalu mengalami hari terpanas dalam hampir 60 tahun. Kota Tak di Thailand mencatat suhu tertinggi 45,4 derajat celsius, sedangkan Provinsi Sainyabuli di Laos mencapai 42,9 derajat celsius, rekor suhu nasional sepanjang masa.
Kita akan terus melihat rekor suhu panas ke depan, apalagi dengan terjadinya El Nino tahun ini.
Sebuah laporan baru-baru ini dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB memperingatkan bahwa ”setiap kenaikan pemanasan global akan mengintensifkan bahaya yang berlipat ganda dan berbarengan”.
Pada Mei, Organisasi Meteorologi Dunia PBB (WMO) memperingatkan bahwa hampir pasti tahun 2023-2027 akan menjadi periode lima tahun terhangat yang pernah tercatat karena gas rumah kaca dan El Nino bergabung untuk membuat suhu melonjak.
Ada peluang dua pertiga bahwa setidaknya satu dari lima tahun ke depan akan melihat suhu global melebihi target 1,5 derajat celsius lebih panas dibandingkan dengan periode praindustri (1850-1900). Kenaikan suhu 1,5 derajat celsius sebagai ambang batas ambisius dalam Kesepakatan Paris tentang pembatasan perubahan iklim.
Perjanjian Paris tahun 2015 telah menetapkan negara-negara harus berupaya untuk membatasi pemanasan global pada ”jauh di bawah” dua derajat celsius di atas tingkat rata-rata yang diukur antara tahun 1850 dan 1900—dan 1,5 derajat celsius jika memungkinkan.
Namun, target tersebut sepertinya sulit dipenuhi karena suhu rata-rata global pada tahun 2022 telah mencapai 1,15 derajat celsius di atas rata-rata tahun 1850-1900.