Keselamatan pasien yang berobat di rumah sakit penting. Tidak kalah penting juga adalah pelayanan nonmedis yang dapat membuat pasien dan keluarganya nyaman saat mengakses layanan.
Oleh
SAMSURDJAL DJAUZI
·5 menit baca
Sejak umur 30 tahun, saya banyak bertugas di luar negeri, berpindah-pindah, terutama di Asia dan belakangan di Eropa. Pada umur 50 tahun saya didiagnosis diabetes melitus dan penyakit jantung koroner. Saya harus konsultasi ke dokter secara teratur. Jadi, saya dapat membandingkan layanan rumah sakit di beberapa negara dengan layanan rumah sakit di Indonesia.
Sejak umur 55 tahun, saya menetap di Indonesia dan teratur berobat di sebuah rumah sakit pemerintah. Banyak pendapat yang menyatakan berobat di luar negeri lebih nyaman dan lebih aman karena dokter-dokter di luar negeri dapat cepat mendiagnosis penyakit kita. Sebagian pendapat tersebut benar, tetapi sebagian lagi kurang tepat. Tidak seluruhnya berobat di luar negeri itu nyaman, terutama masa tunggu. Jika kita sakit gigi, belum tentu dapat segera dilayani. Kita perlu mengantre cukup lama kecuali jika penyakit kita sifatnya darurat. Teman saya yang menderita batu empedu harus menunggu enam bulan baru dapat menjalani operasi. Di Indonesia mungkin cukup menunggu dua minggu saja.
Dokter menyediakan waktu yang cukup melayani pasien, biasanya sekitar 30 menit. Pasien mendapat penjelasan panjang lebar dan punya kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan perasaannya. Pendapat pasien didengar dan dihargai. Komunikasi memang berjalan dua arah. Apalagi jika diperlukan terapi yang berisiko seperti operasi, dokter akan menjelaskan panjang lebar manfaat maupun risikonya. Pengalaman saya berobat di Indonesia, umumnya dokter juga bersahabat dan ramah, tetapi mereka harus melayani pasien yang banyak sehingga waktu untuk berkomunikasi dengan pasien terbatas.
Saya memperhatikan dalam lima tahun terakhir ini terjadi perubahan yang cukup besar pada layanan rumah sakit kita. Gedung rumah sakit lebih bersih, petugas satpamnya lebih ramah dan banyak menolong. Toilet juga cukup bersih. Hanya saja menunggu untuk konsultasi dokter, pemeriksaan laboratorium atau radiologi masih lama. Juga untuk mengambil obat di farmasi perlu kesabaran. Sering kali untuk berobat di rumah sakit saya menghabiskan waktu lebih dari tiga jam.
Saya mengusulkan agar layanan rumah sakit kita lebih menyenangkan bagi pasien dan keluarga. Manajemen rumah sakit tidak hanya memperhatikan layanan medis, tetapi juga nonmedis. Misalnya, layanan perjanjian dan kenyamanan ruang tunggu. Di Bangkok, di kebanyakan ruang tunggu pasien disediakan minuman dan makanan kecil. Juga tersedia Wi-Fi dan fasilitas mengisi baterai telepon genggam. Pasien tak lagi dipanggil dengan menyebutkan nama, tetapi cukup panggilan nomor urut, itu pun disampaikan melalui pengumuman tertulis seperti kita antre di bank.
Kantin rumah sakit Bumrungrad mempunyai aneka makanan yang relatif terjangkau. Bumrungrad juga punya penerjemah berbagai bahasa (mengontrak mahasiswa akademi bahasa di Bangkok) dan ada wisma yang harganya terjangkau. Bahkan, di waktu tertentu ada layanan imigrasi bagi pasien yang ingin memperpanjang visa. Jadi, mereka sudah menerapkan health tourism dengan baik. Mungkinkah rumah sakit kita juga memberi layanan nonmedis yang baik kepada pasien dan keluarga sehingga pasien yang berobat ke rumah sakit merasa nyaman dan waktu berobat dapat efisien? Mohon pendapat Dokter.
J di B
Layanan rumah sakit kita memang sudah lebih memperhatikan kebutuhan dan keamanan pasien meski harus diakui layanan yang disempurnakan masih banyak layanan medis. Ada lembaga komite medik rumah sakit yang menjaga agar layanan tenaga kesehatan di rumah sakit terjaga baik. Keamanan pasien menjadi prioritas utama. Kesalahan dalam memberi obat, dosis obat, keliru pasien sudah sangat berkurang. Sebagian rumah sakit juga sudah meningkatkan layanan medisnya. Namun, kita masih mendapat kesulitan dalam layanan parkir, masa tunggu, baik untuk bertemu dokter maupun pemeriksaan penunjang serta pengambilan obat.
Salah satu tantangan yang dihadapi rumah sakit adalah jumlah pasien yang banyak. Di rumah sakit di Australia, teman-teman memeriksa sekitar 10 pasien, sedangkan dokter spesialis di Indonesia, terutama spesialis tertentu, harus melayani lebih dari 50 orang di poliklinik. Begitu juga jumlah pasien yang dirawat, dioperasi, atau diradiasi. Akibatnya, pasien merasa layanan rumah sakit kita tergesa-gesa.
Nah, mengenai layanan nonmedis, saya setuju harus kita tingkatkan. Kemajuan teknologi informasi memungkinkan rumah sakit di Indonesia untuk menyediakan layanan perjanjian pasien, urutan menunggu menjadi lebih efisien. Jika pasien diperkirakan bertemu dokter pukul 12 siang, dia tak perlu datang pukul 8 pagi, cukup setengah jam sebelum perjanjian. Layanan parkir rumah sakit memang pada umumnya penuh. Sering kali pasien berputar-putar tak mendapat tempat parkir. Di Singapore General Hospital, pasien hanya boleh diantar, mobil tak boleh parkir di rumah sakit. Disediakan lahan parkir luas tidak jauh dari rumah sakit. Dari lahan parkir ke rumah sakit ada angkutan cuma-cuma setiap 10 menit.
Sewa ruangan untuk kantin rumah sakit sering kali terlalu mahal. Akibatnya, harga makanan menjadi mahal. Di sebuah rumah sakit yang 80 persen pasien menggunakan fasilitas BPJS, kantinnya memasang tarif Rp 50.000 untuk makan siang. Akibatnya, pasien harus menyeberang ke pedagang kaki lima agar mendapat makan siang yang harganya Rp 15.000-Rp 20.000.
Kemajuan teknologi informasi memungkinkan rumah sakit di Indonesia untuk menyediakan layanan perjanjian pasien, urutan menunggu menjadi lebih efisien.
Kebutuhan pasien menyeluruh
Saya setuju rumah sakit perlu memenuhi kebutuhan pasien, baik yang sifatnya medis maupun nonmedis. Contohnya, ada pasien akan masuk ruang ICU, tetapi ruang ICU penuh. Keluarga pasien harus berkeliling ke rumah sakit lain untuk mencari kamar di ICU. Kejadian ini dapat dicegah jika komunikasi antar-rumah sakit berjalan baik. Petugas rumah sakit dapat mencarikan kamar di rumah sakit lain dan mengirim pasien agar dapat dirawat di rumah sakit lain.
Layanan farmasi rumah sakit umumnya masih penuh. Banyak pasien yang menunggu sampai satu jam lebih. Beberapa rumah sakit sudah menyediakan layanan obat antar ke rumah. Ini amat menolong asalkan tambahan biayanya jangan terlalu mahal. Jika obat tak ada di rumah sakit tersebut, petugas farmasi dapat mencarikan farmasi lain yang menyediakan obat tersebut. Lebih baik lagi jika ada kerja sama antarfarmasi rumah sakit. Layanan obat beresep dan obat bebas juga perlu dipisah. Jika orang hanya ingin membeli vitamin, jangan dibiarkan menunggu lama seperti melayani obat beresep.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan layanan kebutuhan pasien adalah dengan mengangkat petugas perwakilan pasien. Ini berbeda dengan petugas customer service yang mewakili rumah sakit. Perwakilan pasien benar-benar mewakili kepentingan pasien, memahami seluk-beluk rumah sakit, biasanya pensiunan perawat. Pasien tak harus bertemu manajemen rumah sakit, cukup mencari perwakilan pasien untuk mengurus masalah. Semoga usul Anda agar rumah sakit memperhatikan layanan nonmedis mendapat perhatian.