Di tengah merosotnya tingkat literasi, dunia perbukuan Tanah Air justru berderai air mata. Berton-ton buku di perpustakaan sekolah dicuri. Pembajakan buku merajalela. Toko buku legendaris terancam tutup karena merugi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pengunjung di Toko Buku Gunung Agung di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023). PT GA Tiga Belas atau Toko Buku Gunung Agung akan menutup seluruh tokonya pada akhir tahun ini karena perusahaan tak bisa bertahan dari kerugian besar.
Kabar Toko Buku Gunung Agung yang akan menutup seluruh gerainya pada akhir tahun ini memantik perhatian publik. Bahkan, hal ini sempat menjadi trending topic atau topik paling ramai dibahas di media sosial Twitter, Minggu (21/5/2023). Cerita sedih pun mengalir dari warganet mengenang pengalaman membaca dan membeli buku di toko itu.
Kerugian yang terus membengkak menjadi alasan penutupan. Pandemi Covid-19 turut memperburuk keadaan. Hal ini pun berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sejumlah pegawai.
Penutupan toko buku yang berkiprah sudah selama tujuh dekade itu dianggap sebagai alarm bagi dunia perbukuan nasional. Namun, sebenarnya alarm itu sudah nyaring berbunyi sejak lama.
Salah satu yang paling berbahaya adalah sikap permisif terhadap buku bajakan. Tidak heran, produk buku bajakan banyak diperjualbelikan di lokapasar. Padahal, pembajakan buku berpotensi membunuh kreativitas dan merugikan banyak pihak, mulai dari penulis, editor, desainer, ilustrator, penerjemah, penyadur, percetakan, penerbit, hingga toko buku.
Potongan harga pada sebagian produk buku yang dijual di Toko Buku Gunung Agung di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023).
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha mengatakan, pembajakan buku di Indonesia telah menjadi industri. Ia mencontohkan, saat penerbit hanya mempunyai stok buku puluhan eksemplar, pihak pembajak bisa menstok hingga 1.000 eksemplar.
Harga yang murah, bahkan hanya 25 persen dari harga buku orisinal, membuat buku bajakan diminati banyak orang. Sejumlah pembeli pun tak terlalu mempersoalkan orisinalitasnya.
Padahal, di balik harga buku bajakan yang murah itu terdapat hak-hak yang dirampas. Penulis pun tidak mendapatkan royalti.
Arys menyebutkan, harga pokok produksi buku bajakan hanya dari biaya cetak. Tidak ada pembayaran untuk penulis, desainer, ilustrator, dan tangan-tangan kreatif lainnya.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha di Jakarta, Selasa (16/5/2023).
”Jadi, wajar kalau harganya (buku bajakan) hanya seperempat, bahkan bisa seperlima, dari harga buku normal (orisinal). Komponen harga buku itu banyak. Biaya cetak hanya salah satunya,” katanya.
Pembajakan buku di Indonesia sudah sangat masif. Berdasarkan survei Ikapi pada 2021, sekitar 75 persen penerbit menemukan buku terbitan mereka dibajak dan dijual di lokapasar.
Survei ini melibatkan lebih dari 130 penerbit. Kerugian akibat pembajakan ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
Selain menindak pembajak, diperlukan edukasi masyarakat agar tidak permisif terhadap praktik ilegal tersebut. Upaya ini juga untuk memberikan penghargaan lebih tinggi terhadap karya intelektual.
Di balik harga buku bajakan yang murah itu terdapat hak-hak yang dirampas. Penulis pun tidak mendapatkan royalti.
Pencurian buku
Kabar miris lainnya datang dari Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada Januari 2023. Polisi menangkap pencuri yang menggondol sekitar 12 ton buku dari puluhan perpustakaan sekolah.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Indramayu Ajun Komisaris Fitran Romajimah mengatakan, pihaknya telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah seorang eksekutor dan dua orang penadah buku.
”Mereka sudah melakukan itu lebih kurang tiga bulan atau sejak Oktober 2022,” ujarnya (Kompas.id, 12/1/2023).
Total kerugian akibat pencurian buku ditambah sejumlah telepon tablet diperkirakan Rp 846 juta. Pencuri menjual buku-buku itu kepada penadah seharga Rp 2.500 per kilogram, sementara penadah mengasongkan barang curian itu dengan harga Rp 5.400 per kilogram.
DOKUMENTASI HUMAS POLRES INDRAMAYU
Kepala Polres Indramayu Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar (tengah) menyampaikan keterangan terkait kasus pencurian buku dalam konferensi pers, Selasa (10/1/2023). Pencurian 12 ton buku itu telah merugikan sekolah hingga Rp 846 juta.
Kasus ini cukup mengagetkan. Bukan hanya karena aksi pencuri yang menguras perpustakaan sekolah, melainkan juga cara mereka menjual buku secara kiloan berdasarkan beratnya. Fenomena ini menjadi gambaran umum di mana banyak orang mengesampingkan aspek intelektual dan kreativitas pada sebuah buku.
Akhir tahun lalu, lemari buku di Taman Literasi Martha Christina Tiahahu juga ludes dicuri. Padahal, lemari buku yang dikelola oleh Bookhive itu diperlukan untuk menumbuhkan minat baca di ruang publik.
Bookhive mengusung konsep perpustakaan yang tergolong baru di Indonesia. Sebab, selain bisa membaca dan membawa pulang buku, pengunjung juga dapat menitipkan bukunya di lemari tersebut agar dibaca orang lain.
Isa, siswa kelas satu sekolah dasar, membuka rak buku Bookhive di kawasan Taman Situ Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (26/4/2021). Masyarakat umum bisa meminjam dan menyumbangkan buku di rak terbuka tersebut.
Pendiri Bookhive, Farid Hamka, berharap gerakan itu tidak hanya menumbuhkan minat baca, tetapi juga menambah daya baca masyarakat. ”Buku yang sama dibaca lima orang akan memunculkan interpretasi berbeda. Hal ini bisa melahirkan diskusi yang menarik sehingga baik untuk literasi bangsa kita,” katanya.
Kerisauan akan rendahnya tingkat literasi cukup berasalan. Menurut Perpustakaan Nasional, satu buku di Indonesia ditunggu oleh 90 orang. Padahal, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menyebutkan, idealnya satu orang mengakses tiga buku dalam setahun.
Kemampuan literasi siswa di Indonesia juga memprihatinkan. Menurut hasil Asesmen Nasional 2021, satu dari dua peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Tanpa ketersediaan buku memadai dan iklim perbukuan yang sehat, jalan memulihkan literasi bangsa akan semakin terjal.