Sengketa Pemberitaan Diselesaikan lewat Dewan Pers
Sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme di Dewan Pers. Namun, media massa juga perlu lebih berhati-hati untuk memastikan konten berita yang dipublikasikan tidak melanggar hak cipta.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gugatan terkait pemberitaan berpotensi mengganggu kerja-kerja jurnalistik. Sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme di Dewan Pers. Namun, media massa juga perlu lebih berhati-hati untuk memastikan konten berita yang dipublikasikan tidak melanggar hak cipta.
Gugatan dilayangkan seorang youtuber kepada Redaksi Kompas TV dan Kompas.com. Tuntutan terkait hak cipta ini terjadi setelah kedua media mengunggah di akun Youtube masing-masing berita tentang utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membengkak Rp 8,5 triliun. Youtuber tersebut merupakan salah satu kreator konten mitra PT KCIC.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mengatakan, pers bekerja untuk kepentingan publik, termasuk dalam menjalankan fungsinya melakukan kontrol sosial. Menurut dia, sebagai perusahaan konsorsium yang menggunakan anggaran negara, PT KCIC sebagai badan publik mempunyai kewajiban untuk melaporkan kinerjanya ke publik.
“Karena ada kewajiban yang menempel pada badan publik itu, pers yang secara entitas dilindungi berhak menggunakannya untuk kepentingan publik, bukan komersial,” ujarnya di Jakarta, Senin (15/5/2023).
Ade menyebutkan, kondisinya akan berbeda jika konten tersebut berasal dari lembaga yang bukan badan publik. Sebab, terdapat hak cipta yang melekat. Oleh karenanya, perusahaan media perlu lebih berhati-hati agar konten pemberitaannya tidak melanggar hak cipta.
”Karena PT KCIC itu badan publik, seharusnya sengketa pemberitaan diselesaikan sesuai ketentuan melalui Dewan Pers,” katanya.
Ade menambahkan, sebagai bagian dari pers nasional, Kompas TV dan Kompas.com berkewajiban mengawasi pemakaian uang publik di PT KCIC. Badan publik perlu menjamin informasi atau konten di situs atau akun Youtube-nya aman digunakan oleh pers.
Tuntutan terkait hak cipta ini terjadi setelah kedua media mengunggah di akun Youtube masing-masing berita tentang utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membengkak Rp 8,5 triliun. Youtuber tersebut merupakan salah satu kreator konten mitra PT KCIC.
”Teman-teman media harus hati-hati dalam konteks hak cipta ini. Jangan sampai menjadi celah serangan balik. Ini yang harus diantisipasi,” ucapnya.
Melalui siaran persnya, Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi menjelaskan, seluruh materi visual yang digunakan untuk membuat berita tersebut diambil dari akun Youtube resmi PT KCIC. Youtuber itu melalui pengacaranya meminta pihaknya membayar uang senilai Rp 200 juta per video yang jika ditotal sekitar Rp 1,3 miliar.
”Anehnya visual yang sama pernah kami gunakan untuk membuat berita uji coba kereta api cepat di sela perhelatan G20 sekitar bulan November 2022 tidak dipersoalkan,” katanya.
Ancaman kebebasan pers
Menurut Rosianna, terdapat potensi ancaman kebebasan pers dalam gugatan itu dengan menggunakan platform global Youtube. Oleh karena itu, kasus tersebut perlu menjadi perhatian bersama demi menjaga kemerdekaan pers di era digital.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyebutkan, pihaknya telah membuat regulasi terkait distribusi berita di era digital. Penyelesaian konflik pemberitaan yang didistribusikan melalui media sosial juga dilakukan melalui Dewan Pers.
Pihak yang merasa dirugikan bisa datang ke Dewan Pers untuk menyelesaikan sengketa. Penting untuk menghormati ketentuan tersebut karena salah satu fungsi Dewan Pers adalah menyelesaikan pengaduan masyarakat atas kasus terkait pemberitaan seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
”Jadi, jangan ada penyelesaian dengan cara-cara intimidatif, pemerasan dengan meminta pembayaran sejumlah uang, dan lain-lain. Kalau itu konflik pemberitaan, penyelesaiannya adalah UU 40 (Tahun 1999),” jelasnya.
Hingga Senin pukul 21.00, PT KCIC belum memberikan tanggapan terkait gugatan tersebut. General Manager Corporate Secretary PT KCIC Rahadian Ratry belum menjawab pertanyaan yang dilayangkan Kompas melalui aplikasi pesan.