Mencegah Gagal Jantung dan Hidrosefalus sejak Janin dalam Rahim Ibu
Untuk pertama kali, dokter Amerika Serikat berhasil mengoperasi otak janin yang mengalami malformasi pembuluh darah saat masih di rahim ibu. Operasi ini bisa mencegah bayi lahir mengalami gagal jantung dan hidrosefalus.
Untuk pertama kalinya, tim dokter Amerika Serikat berhasil mengoperasi otak janin dalam kandungan ibu yang mengalami malformasi pembuluh darah di otak. Jika tidak ditangani sejak dalam kandungan, kemungkinan besar bayi akan lahir dengan gagal jantung dan pembesaran kepala atau hidrosefalus. Kini, dua bulan sesudah tindakan, kondisi bayi sehat tanpa membutuhkan bantuan obat apa pun.
Operasi otak janin dalam kandungan itu dilakukan oleh tim dokter dari Rumah Sakit (RS) Anak Boston, AS, dan RS Brigham and Women’s, Boston, AS, pada pertengahan Maret 2023. Operasi janin dalam rahim itu sebenarnya bukan yang pertama, tetapi untuk kasus mengatasi malformasi vena Galen (VOGM) atau kelainan langka pada pembuluh darah di otak janin, maka ini adalah tindakan yang pertama.
Pada otak yang normal, pembuluh arteri yang membawa darah kaya oksigen dari jantung ke otak akan terhubung dengan pembuluh kapiler, yaitu pembuluh darah halus yang bercabang. Keterhubungan antara arteri dan kapiler itu akan memperlambat aliran dan mengurangi tekanan darah .
Namun, dalam VOGM, arteri di otak tersebut tidak tersambung ke kapiler. Arteri justru terhubung langsung ke pembuluh darah vena yang mengembalikan darah dari otak ke jantung. Pembuluh vena yang terhubung langsung ke arteri itu disebut vena serebral besar atau vena Galen.
Karena tidak terhubung ke kapiler, aliran darah di arteri menjadi tidak terhambat sehingga meningkatkan aliran darah bertekanan tinggi pada pembuluh darah. Akibatnya, seperti dikutip dari situs RS Anak Boston, tingginya tekanan darah pada pembuluh yang menuju jantung dan paru-paru akan memaksa jantung bekerja ekstra mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini bisa memicu gagal jantung kongestif, yaitu jantung tidak mampu memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh.
Selain itu, tingginya tekanan di pembuluh darah bisa menyebabkan cedera otak yang luas, bahkan bisa menyebabkan hilangnya jaringan otak. Tak hanya itu, tingginya tekanan darah pada arteri dari jantung ke paru-paru juga bisa memicu terjadinya hipertensi pulmonal. VOGM juga bisa menghalangi aliran cairan di otak hingga menyebabkan pembesaran kepala bayi atau hidrosefalus.
”Cedera otak luar biasa dan gagal jantung setelah lahir adalah dua tantangan besar (akibat VOGM),” kata Darren Orbach, salah satu direktur di Pusat Bedah dan Intervensi Serebrovaskular, RS Anak Boston yang juga profesor radiologi di Sekolah Kedokteran Harvard, AS, seperti dikutip CNN, Kamis (4/5/2023).
Kelainan ini sudah berkembang pada trimester pertama usia kandungan atau saat janin mulai terbentuk hingga usia 3 bulan. Namun, belum jelas apa kondisi yang memicu VOGM meski diduga akibat masalah genetik.
Meski demikian, kelainan ini umumnya terlambat dideteksi atau baru terdiagnosis saat bayi baru lahir atau saat anak berada dalam usia dini. Sayangnya, sering kali deteksi itu sudah terlambat.
”Terlepas dari kemajuan perawatan, sebanyak 50-60 persen dari semua bayi yang terdiagnosis VOGM akan segera mengalami sakit parah dan sekitar 40 persen berakhir dengan kematian,” ujarnya. Namun, sekitar setengah bayi yang selamat akan mengalami masalah neurologis dan kognitif parah.
Gejala VOGM yang paling umum terdeteksi adalah gagal jantung yang biasanya ditemukan pada 1-2 hari sesudah kelahiran, hidrosefalus, pembuluh darah yang sangat menonjol di wajah dan kulit kepala, sakit kepala terus-menerus, terlambat tumbuh kembang, hingga pendarahan di otak meski relatif jarang. Jika tidak didiagnosis dan diobati sejak dini, VOGM dapat menyebabkan masalah yang parah dan bahkan dapat mengancam nyawa.
Asosiasi Jantung Amerika (AHA), seperti dikutip dari Livescience, 5 Mei 2023, menyebut VOGM terjadi pada 1 dari 60.000 kelahiran. Perawatan standar VOGM selama ini dilakukan setelah bayi lahir dengan memblok koneksi dari arteri ke vena dalam malformasi tersebut.
Namun, prosedur ini tidak selalu dapat mengatasi timbulnya gagal jantung. Selain itu, seringkali tindakan ini juga sudah terlambat untuk mencegah kerusakan otak yang bisa membuat lumpuh dan mengancam nyawa bayi.
Baca juga: Menepis Pandangan Negatif Hidrosefalus
Inovasi
Untuk mengatasi kondisi itu, tim dokter di RS Anak Boston dan RS Brigham and Women’s Boston, AS berupaya mengatasi VOGM lebih ke hulu, yakni ketika janin masih di dalam rahim ibu, bukan setelah bayi lahir seperti sekarang. Inovasi baru ini dirancang untuk mengurangi aliran darah yang agresif atau cepat pada VOGM.
Uji coba operasi otak bayi dalam rahim ini secara keseluruhan melibatkan 20 janin. Namun, uji pertama dilakukan pada bayi perempuan Denver Coleman, anak dari Derek Coleman (39) dan Kenyatta Coleman (36) dari Baton Rouge, Lousiana, AS.
Denver adalah kehamilan keempat bagi Kenyatta. Karena itu, sejak pemeriksaan ultrasonografi (USG) pertama kali dilakukan pada 14 September 2022, pemeriksaan itu menjadi tindakan yang rutin atau biasa saja. Terlebih hasil pemeriksaan menunjukkan janin dalam kondisi baik.
”Janinnya baik-baik saja, hasil pemindaian anatomi normal, dan semua profil biofisiknya biasa saja,” kata Kenyatta.
Bahkan, Derek dan Kenyatta juga melakukan uji genetik yang hasilnya juga menunjukkan risiko kehamilan keempat yang dihadapi Kenyatta itu rendah. Kondisi itu membuat mereka berpikir bahwa kehamilan mereka kali itu aman seperti tiga kehamilan sebelumnya.
Inovasi ini bisa memicu perubahan paradigma dalam mengelola VOGM, yaitu dengan memperbaiki malformasi vena Galen sebelum bayi lahir demi mencegah gagal jantung sebelum terjadi daripada menerapinya sesudah bayi lahir.
Namun, semua menjadi berbeda saat Kenyatta melakukan USG untuk usia kehamilan 30 minggu. Dokter mengatakan, ada yang tidak beres dengan otak bayi dan jantungnya pun membesar. Proses penyelidikan lebih lanjut oleh dokter menghasilkan diagnosis bahwa sang janin mengalami VOGM.
Keluarga Coleman pun menghubungi RS Anak dan RS Brigham and Women’s di Boston yang melakukan uji klinis untuk mengatasi VOGM sebelum sang janin lahir. Mereka tahu bahwa proses ini berisiko, yaitu bisa menimbulkan persalinan prematur atau pendarahan otak pada janin. Namun, mereka merasa tidak ada pilihan lain sehingga memutuskan untuk ikut proses uji tersebut.
Akhirnya, pada 15 Maret 2023 atau tepat satu bulan setelah janin Kenyatta didiagnosis VOGM, operasi otak janin dalam kandungan Kenyatta dilakukan. Tindakan ini dilakukan dengan prosedur operasi untuk dua orang, yaitu sang ibu dan sang janin. Operasi ini dilakukan dengan menggunakan teknik operasi jantung janin dalam rahim yang sudah dilakukan sebelumnya, namun kali ini tindakan dilakukan pada otak janin.
Direktur Divisi Kedokteran Fetomaternal dan Reproduksi Genetik, RS Brigham and Women’s, Louise Wilkins-Haug yang bermitra dengan Orbach mengatakan, dokter harus memastikan kepala janin menghadap ke dinding perut ibu. Selain itu, posisi kepala janin yang tepat itu harus dipertahankan selama operasi dilakukan. Saat janin berada di posisi optimal, janin akan disuntik hingga membuatnya tidak bisa bergerak dan suntikan pereda nyeri.
Selanjutnya, dokter akan memasukkan jarum melalui dinding perut ibu menuju pembuluh otak janin yang mengalami VOGM. Dari jarum itu, dokter memasukkan mikrokateter dan dari mikrokateter itu disisipkan gulungan atau kumparan logam kecil dan lentur untuk ditempatkan pada pembuluh darah vena janin. Logam kecil itulah yang berfungsi memperlambat aliran dan mengurangi tekanan darah pada vena janin.
Dari pemindaian pascatindakan, tekanan darah di pembuluh darah utama janin menunjukkann tanda-tanda perbaikan. Secara teknis, kondisi itu menunjukkan tim dokter berhasil melakukan embolisasi, yaitu prosedur umum yang digunakan untuk mencegah aneurisma atau pelebaran pembuluh darah di otak dengan memasukkan kumparan logam kecil dan lunak untuk memblokir aliran darah dan mencegah pecahnya aneurisma.
”Dalam uji pertama ini, kami senang bisa melihat penurunan aliran darah secara agresif. Ini (aliran darah agresif) biasanya terlihat saat bayi (penderita VOGM) baru lahir, tetapi kali ini tidak muncul sama sekali,” kata Orbach.
Setelah tindakan itu, sang ibu atau Kenyatta mengeluarkan cairan ketuban secara perlahan. Dua hari kemudian, dokter memutuskan untuk melahirkan sang bayi dengan induksi persalinan pervaginam atau persalinan normal. Sang bayi diberi nama Denver yang lahir pada usia kehamilan 34 minggu pada 17 Maret 2023 dengan berat 1,84 kilogram.
”Saat mendengar dia menangis untuk pertama kali, saya tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata bagaimana perasaan saya saat itu,” kata Kenyatta.
Setelah persalinan berlangsung, sang bayi yang baru lahir tidak memerlukan dukungan kardiovaskuler atau tindakan pembedahan lain setelah lahir. Kondisi bayi dipantau di unit perawatan intensif neonatal selama beberapa minggu sebelum akhirnya diperbolehkan untuk pulang.
Dokter pun turut gembira karena kondisi Denver sesudah lahir relatif stabil, tidak memerlukan perawatan khusus segara seperti yang biasanya dialami bayi dengan VOGM. Sekarang setelah hampir 2 bulan kelahiran Denver, bayi itu terus tumbuh berkembang, menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur, makan dengan normal, dan berat badannya terus bertambah.
Sang bayi juga tidak mengonsumsi obat-obatan untuk mengatasi gagal jantung apa pun dan hasil pemeriksaan neurologisnya juga normal alias tidak menunjukkan tanda kelainan. Bahkan, tidak ada indikasi yang menunjukkan Denver membutuhkan intervensi tambahan. ”Tidak ada tanda-tanda dampak negatif pada otak,” ujarnya.
Baca juga: Layanan USG Diperluas di Setiap Puskesmas
Meski uji pertama operasi otak janin dalam rahim yang menderita VOGM berjalan sukses, operasi sejenis lainnya diperlukan untuk melanjutkan rangkaian uji coba guna menilai tingkat keamanan dan efektivitas operasi itu. ”Inovasi ini bisa memicu perubahan paradigma dalam mengelola VOGM, yaitu dengan memperbaiki malformasi vena Galen sebelum bayi lahir demi mencegah gagal jantung sebelum terjadi daripada menerapinya sesudah bayi lahir,” ujar Orbach.