Anak Muda Tinggal Dekat Gerai Alkohol dan Perjudian Cenderung Beremosi Buruk
Faktor lingkungan merupakan pengaruh kompleks yang berdampak pada kesehatan mental anak muda. Tidak menambah gerai alkohol baru serta penyediaan tempat beraktivitas dan ruang hijau bisa membawa kebaikan bagi mereka.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya masalah kesehatan mental di kalangan anak muda tidak boleh diabaikan. Penelitian terbaru di University of Otago dan University of Canterbury, Selandia Baru, menyebutkan, faktor lingkungan merupakan salah satu pengaruh kompleks yang berdampak terhadap kesehatan mental anak muda.
Penelitian ini menganalisis data hampir 1 juta orang berusia 10-24 tahun. Riset yang telah diterbitkan di jurnal Social Science and Medicine itu menyelidiki keterkaitan lingkungan tempat anak muda tumbuh dengan kesehatan mental mereka.
Para peneliti memakai Indeks Lokasi Sehat, sebuah tools yang dikembangkan Laboratorium GeoHealth, University of Canterbury, serta data kesehatan mental dari data statistik terpadu di Selandia Baru. Hasilnya, 1 dari 10 anak muda teridentifikasi memiliki masalah kesehatan mental pada 2018.
Anak muda yang tinggal di lingkungan yang dekat dengan akses terhadap alkohol, makanan cepat saji, dan tempat perjudian cenderung mengalami emosi lebih buruk sehingga memengaruhi kesehatan mental. Lokasi mereka juga buruk dalam mengakses ruang hijau, toko buah dan sayuran, serta tempat aktivitas fisik atau berolahraga.
Sebaliknya, anak muda yang tinggal di lingkungan yang mempromosikan kesehatan—kawasan dengan akses terbatas ke lokasi tidak sehat—cenderung memiliki emosi lebih stabil. Kerentanan untuk menyakiti diri sendiri juga lebih kecil.
Peneliti kesehatan mental anak dan remaja di University of Otago Nick Bowden mengatakan, meskipun lingkungan hanya salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan mental anak muda, penelitian itu dapat digunakan untuk membantu intervensi praktis oleh pengambil kebijakan. Sangat penting untuk memperhatikan lingkungan tempat anak muda tumbuh.
Diperlukan berbagai perbaikan, seperti perencanaan kota dan menciptakan ruang untuk taman di sekitar tempat tinggal.
”Pendorong kesehatan mental itu kompleks. Namun, kita mungkin dapat membuat peningkatan signifikan pada kesehatan mental di tingkat populasi dengan memastikan lingkungan yang sehat dan paparan terbatas terhadap hal-hal yang berpotensi merugikan,” ujarnya dilansir dari Eurekalert.org, Rabu (10/5/2023).
Oleh karena itu, diperlukan berbagai perbaikan, seperti perencanaan kota dan menciptakan ruang untuk taman di sekitar tempat tinggal. Selain itu, juga membutuhkan perubahan kebijakan, salah satunya menentang pembukaan gerai alkohol baru.
”Setelah melihat keterbatasan intervensi yang kurang bernuansa kesehatan masyarakat, tim peneliti berkomitmen untuk penelitian yang mempertimbangkan banyak faktor, termasuk pengaruh lingkungan. Kami percaya fokus yang lebih holistik, termasuk perbedaan budaya dan keterlibatan dengan individu dan komunitas menjadi kuncinya,” ujarnya.
Dalam penelitian lain di University of South Australia menunjukkan, olahraga menjadi pendekatan andalan untuk mengelola depresi. Bahkan, pendekatan ini dianggap lebih baik ketimbang mengonsumsi obat.
Penelitian itu telah diterbitkan di British Journal of Sports Medicine. Hasil penelitian menyebutkan, aktivitas fisik sangat bermanfaat untuk memperbaiki gejala depresi, kecemasan, dan kesusahan.
Peneliti utama riset tersebut, Ben Singh, mengatakan, aktivitas fisik harus diprioritaskan untuk mengelola kesehatan mental dengan lebih baik. ”Tinjauan kami menunjukkan bahwa intervensi aktivitas fisik dapat secara signifikan mengurangi gejala depresi dan kecemasan pada semua populasi klinis,” katanya.
Menurut dia, aktivitas fisik membantu meningkatkan kesehatan mental. Namun, cara ini belum diadopsi secara luas sebagai pengobatan pilihan pertama.
”Semua jenis aktivitas fisik dan olahraga bermanfaat, termasuk olahraga aerobik, seperti berjalan, latihan ketahanan, dan yoga,” ucapnya.