Hujan diperkirakan masih akan berlangsung hingga Mei, sebelum memasuki periode lebih kering seiring terjadinya El Nino pada Juni 2023.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pergerakan gelombang tropis Madden-Julian Oscillation dan Rossby Equatorial telah meningkatkan aktivitas pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia dalam sepekan terakhir. Fenomena ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga Mei, sebelum memasuki periode lebih kering seiring terjadinya El Nino pada Juni 2023.
”Saat ini kondisi indeks global ENSO (El NinoSouthern Oscillation) netral, jadi faktor utama yang memengaruhi cuaca Indonesia adalah gelombang ekuatorial seperti Madden-Julian Oscillation dan Rossby Equatorial yang bergerak dari wilayah barat Indonesia menuju timur,” kata Agie Wandala Putra, Koordinator Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Senin (8/5/2023).
Pergerakan gelombang ekuatorial ini bisa dilihat dari intensitas hujan lebat di wilayah barat Sumatera, seperti terjadi di Deli Serdang dan Karo, Sumatera Utara, pekan lalu. Berikutnya, beberapa hari terakhir, hujan lebat juga terjadi di sekitar Jabodetabek dan Jawa Barat sehingga menyebabkan banjir.
Peluang terjadinya hujan di wilayah Indonesia secara umum masih akan terjadi selama Mei 2023.
”Saat ini pergerakan gelombang ekuatorial menuju Indonesia bagian tengah dan timur sehingga distribusi hujan lebat, yang perlu jadi perhatian terutama Indonesia tengah dan timur,” kata Agie.
Sekalipun demikian, wilayah Indonesia bagian barat-tengah, termasuk Pulau Jawa, masih berpeluang dilanda hujan hingga beberapa hari ke depan. ”Hanya saja karakteristiknya saat ini beda. Kalau kemarin intensitasnya bisa tinggi sekali, sekarang tinggal tersisa jejaknya saja,” ujarnya.
Agie mengatakan, peluang terjadinya hujan di wilayah Indonesia secara umum masih akan terjadi selama Mei 2023 selama fase ENSO netral. ”Kemungkinan Juni-Juli-Agustus akan lebih kering, seiring terjadinya El Nino,” ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)Petteri Taalas, dalam laporan Keadaan Iklim Global terbaru, telah menyampaikan, ada peluang 60 persen untuk transisi dari ENSO-netral ke El Nino selama Mei-Juli 2023 dan ini akan meningkat menjadi sekitar 70 persen pada Juni-Agustus serta 80 persen antara Juli dan September.
Bibit siklon
Menurut Agie, saat ini BMKG juga memantau kemunculan dua bibit siklon di Samudra Hindia, yaitu 91Sdan 91B. Bibit siklon 91S beradadi Samudra Hindia sebelah barat Bengkulu,tepatnya di sekitar4,3 derajat Lintang Selatan dan 91,6 derajat Bujur Timur dengankecepatan anginmaksimum15knotdantekananudara minimum1008,5mb.
Citra satelit Himawari-9 kanal Enhanced-IR menunjukkan adanya aktivitas konvektif yang cukup signifikan dalam enam jam terakhir, area pertumbuhan awan konvektif terkonsentrasi di sebelah utara sistem ini. Dampak tidak langsung keberadaan bibit siklon 91S terhadap kondisi cuaca di Indonesia dalam 24 jam ke depan, di antaranya potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Bengkulu dan Lampung.
Selain itu, bibit siklon ini akan meningkatkan tinggi gelombang 1,25-2,5 meter di perairan timur Kepulauan Nias dan perairan timur Pulau Sipora-Pulau Pagai. Tinggi gelombang 2,5-4 meter berpeluang terjadi di perairan Pulau Simeulue, perairan barat Kepulauan Nias hingga Kepulauan Mentawai, perairan Pulau Enggano-Bengkulu, perairan barat Lampung, Samudra Hindia barat Kepulauan Mentawai, hingga selatan Banten. Sedangkan tinggi gelombang 4-6 meter bisa terjadi di Samudra Hindia barat Nias.
Sementara itu, bibit siklon tropis 91B berada di Samudra Hindia sebelah barat laut Aceh, tepatnya pada posisi 6,6 Lintang Utara dan 93,3 Bujur Timur dengan kecepatan angin maksimum 15 knot dan tekanan minimum 1005 mb. Citra satelit Himawari-9 kanal Enhanced-IR menunjukkan adanya peningkatan aktivitas konvektif.
Bibit siklon 91B ini secara tidak langsung berpotensi meningkatkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di Aceh dan Sumatera Utara. Selain itu, tinggi gelombang 1,25-2,5 meter berpeluang terjadi di perairan Sabang-Banda Aceh. Tinggi gelombang 2,5-4 meter berpeluang terjadi di Selat Malaka bagian utara dan tinggi gelombang 4-6 meter berpeluang terjadi di perairan utara Sabang, perairan barat Aceh, dan Samudra Hindia barat Aceh.