Gunakan Teknologi Pendidikan Sesuai Kebutuhan Pembelajaran
Penggunaan teknologi dalam berbagai platform dan aplikasi semakin masif. Namun, pemakaian teknologi yang tidak tepat sasaran justru bisa berdampak negatif.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan teknologi dalam dunia pendidikan sering digaungkan efektif mengoptimalkan pembelajaran. Namun, dalam praktiknya, pemakaian teknologi yang tidak tepat sasaran justru bisa berdampak negatif. Pemanfaatan teknologi perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran.
Penggunaan teknologi dalam berbagai platform dan aplikasi semakin masif selama pandemi Covid-19. Kondisi krisis kesehatan itu turut berdampak terhadap pendidikan, salah satunya pembelajaran yang harus dilakukan secara jarak jauh atau daring.
Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengatakan, sejumlah teknologi yang digunakan dalam pendidikan di masa pandemi tidak banyak membantu pembelajaran. Capaian pembelajaran pun masih tertinggal. Bahkan, hal ini mendatangkan sejumlah persoalan lainnya, baik bagi guru maupun siswa.
”Penggunaan teknologi harus disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran,” ujarnya dalam webinar ”Wajah Pendidikan Kini: Filosofi, Orientasi, Kebijakan, dan Praktik” yang digelar Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan P2G, Senin (1/5/2023).
Ketidaksesuaian itu banyak ditemukan di lapangan. Iman mencontohkan sejumlah guru di daerah terpencil mendapatkan bantuan laptop Chromebook dari pemerintah dengan harapan dapat mempermudah pembelajaran di era pandemi.
”Padahal, di daerah tertentu untuk mendapatkan sinyal saja susah. Tentu ini jadi kurang berfaedah,” katanya.
Tujuan pemanfaatan platform digital untuk mengurangi beban administrasi sekolah dan guru pun belum tercapai sepenuhnya. Menurut Iman, tugas sejumlah guru terbengkalai karena disibukkan membuat konten yang direkomendasikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Penggunaan teknologi juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Sebab, kondisi siswa di perkotaan jauh berbeda dengan siswa di daerah terpencil.
Teknologi merupakan alat, bukan tujuan dari pendidikan. Berdasarkan hasil beberapa studi, penggunaan teknologi sepenuhnya tanpa melibatkan manusia tidak berdampak positif terhadap peningkatan pembelajaran selama pandemi.
”Anak-anak di daerah mungkin sudah sangat senang ketika disediakan buku untuk belajar. Apalagi jika ada powerpoint dan berupa film, semakin luar biasa. Namun, ketika teknologi itu diberikan kepada siswa high tech, mereka akan cepat bosan,” ujarnya.
Iman menambahkan, pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence dalam bidang pendidikan perlu segera diantisipasi. Hal ini membutuhkan regulasi ketat untuk mencegahnya dampak negatif di kemudian hari.
Peneliti Kelompok Riset Pemuda, Modal Manusia, dan Masa Depan Pekerjaan BRIN, Norman Luther Aruan, mengatakan, teknologi merupakan alat, bukan tujuan dari pendidikan. Berdasarkan hasil beberapa studi, penggunaan teknologi sepenuhnya tanpa melibatkan manusia tidak berdampak positif terhadap peningkatan pembelajaran selama pandemi.
Konsep pembelajaran campuran dengan memadukan peran guru dan teknologi masih dianggap yang paling efektif. ”Jadi, dalam prospek ke depan, kita tidak bisa terlalu senang atau bersandar terlalu berat pada penggunaan teknologi yang begitu masif. Peran guru tetap penting,” ujarnya.
Dampak buruk lainnya, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran adalah memicu maraknya perundungan secara siber. Hal ini mengingatkan pentingnya literasi digital bagi siswa agar lebih bertanggung jawab saat beraktivitas di ranah daring.
Evaluasi
Kepala Pusat Standar Kebijakan Pendidikan Kemendikbudristek Irsyad Zamzani menyampaikan, penggunaan berbagai platform teknologi dimaksudkan untuk mempermudah pekerjaan. Namun, hal ini juga perlu disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing.
”Jika teknologi itu tidak mempermudah dan justru membebani guru dan siswa dalam upaya mengoptimalkan proses serta hasil belajar, berarti ada yang perlu dievaluasi dengan cara memanfaatkan teknologi oleh para penggunanya,” ujarnya.
Kepala Pusat Riset Kependudukan BRIN Nawawi menuturkan, pendidikan menjadi salah satu dasar pembangunan sumber daya manusia (SDM). Hal ini semakin krusial menuju Indonesia Emas 2045, saat Indonesia genap berusia 100 tahun.
”Bagaimana pendidikan diletakkan dalam konteks kebutuhan masa depan. Bagaimana pula generasi kita ke depan yang akan menjadi penerus bangsa disiapkan. Kita sedang membuat sketsa manusia Indonesia agar menjadi SDM unggul, berdaya saing tinggi, dan berkompetensi global,” ucapnya.