Menerobos Keterbatasan Demi Mendongkrak Mutu Pendidikan
Kurikulum Merdeka mengapungkan harapan memangkas ketimpangan pendidikan di Indonesia. Namun, tanpa dukungan fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai, jurang ketimpangan itu akan makin lebar.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Siswa belajar di laboratorium multimedia Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (28/11/2022). Sekolah itu menerapkan Kurikulum Merdeka yang memberikan keleluasaan pada peserta didik untuk menentukan tema pembelajaran sesuai kompetensi yang diminati.
Sejumlah sekolah di Kupang, Nusa Tenggara Timur, antusias menyambut transformasi pembelajaran digital melalui beragam program. Guru dan siswa pun berjibaku menerobos keterbatasan demi mendongkrak mutu pendidikan.
“Bantu kami supaya tidak ada ketimpangan dalam pendidikan. Harusnya kami mengalami kemajuan lebih dulu karena matahari selalu terbit dari timur,” kata Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Veronika Wawo, mengakhiri pemaparannya tentang penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah itu, Senin (28/11/2022).
Kalimat itu menggambarkan keresahan sekaligus harapannya tentang kualitas pendidikan di wilayah timur Indonesia. Hal itu menjadi persoalan klasik yang tak kunjung teratasi sejak kemerdekaan Indonesia 77 tahun lalu.
Asa memangkas ketimpangan itu disandarkan pada Kurikulum Merdeka. Veronika menganggap kurikulum ini mendatangkan sejumlah terobosan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu terobosannya diimplementasikan melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM). Guru dapat mengakses berbagai fitur di platform ini seperti asesmen murid, perangkat ajar, pelatihan mandiri, video inspirasi, dan bukti karya.
“Hal ini merupakan sesuatu yang baru sekaligus menjadi tantangan bagi kami. Meskipun tidak mudah, beberapa guru sudah mengunggah aksi nyata praktik pembelajaran,” katanya.
Salah satu tantangan memaksimalkan PMM adalah belum semua guru terbiasa menggunakan sistem digital. Padahal, platform tersebut sangat berguna untuk menambah referensi pembelajaran. Sebab, guru di sekolah itu dapat mengakses praktik baik pembelajaran di sekolah lainnya di Indonesia.
Untuk mengatasi hal ini, para guru senior dibantu guru-guru muda. Selain itu, sekolah menggelar sejumlah lokakarya demi meningkatkan kompetensi digital guru. “Ada banyak hal yang harus kami benahi, termasuk terkait rapor pendidikan dan asesmen murid. Guru-guru sangat antusias untuk sama-sama belajar,” ucapnya.
Kemajuan teknologi membuat transformasi pendidikan tak bisa dihindari. Guru dan siswa pun dituntut beradaptasi. Pandemi Covid-19 dalam 2,5 tahun terakhir mengakselerasi transformasi itu. Pembelajaran jarak jauh berbasis digital pun semakin dominan. Hal ini memerlukan kesiapan fasilitas dan sumber daya manusia.
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Sisil mengerjakan tugas dalam pendidikan jarak jauh di kios bensin eceran di jalan Banjir Kanal, Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (23/10/2020).
Keterbatasan fasilitas juga dihadapi SMA Negeri 5 Kota Kupang. Sekolah itu hanya mempunyai 50 komputer untuk 1.400 siswa. “Selain itu, masih ada sekitar 10 persen siswa belum mempunyai gawai. Jadi, ketika ada ujian daring, mereka datang ke sekolah untuk ujian di kelas,” ujarnya.
Guru matematika SMA Negeri 5 Kota Kupang Ferdinand He menyebutkan, transformasi pendidikan memberi banyak alternatif sumber pembelajaran. Melalui akun belajar.id, misalnya, siswa dan guru bisa mengakses berbagai kebutuhan kegiatan belajar mengajar melalui beragam platform dan aplikasi. “Generasi sekarang dekat dengan internet dan digital. Hal ini harus dioptimalkan untuk menunjang pembelajaran. Guru pun dituntut menyesuaikan,” ucapnya.
Transformasi pembelajaran digital akan lebih optimal jika sekolah mempunyai tim teknologi informasi. Namun, hal ini belum bisa dimaksimalkan karena terkendala anggaran
Selain guru, Ferdinand merupakan Duta Rumah Belajar NTT 2018. Duta ini merupakan perpanjangan tangan Pusat Data dan Informasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengembangkan dan mendayagunakan teknologi, informasi, dan komunikasi di daerah masing-masing dalam mendukung pembelajaran berbasis digital.
“Saya sudah mengunggah tiga video di akun belajar.id. Namun, guru-guru di luar Kupang masih terkendala dengan jaringan internet yang belum stabil,” katanya.
Kendala teknis dalam mengedit pembelajaran juga dialami guru SD Negeri Bertingkat Naikoten, Kupang, Victhoria. Menurut dia, perlu tim teknologi informasi khusus untuk membantu guru merancang video pembelajaran bermutu. “Guru mempunyai banyak ide tapi terkendala dalam membuat video bagus. Jadi, untuk sementara, yang penting unggah saja dulu,” katanya.
Meskipun mengalami kesulitan, Victhoria mengatakan, ia dan rekan-rekannya bersemangat untuk memanfaatkan PMM. Sebab, konten-konten di dalamnya memperkaya sumber pembelajaran mulai dari materi hingga perangkat ajarnya.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Guru Sekolah Dasar (SD) Negeri Bertingkat Naikoten, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Victhoria.
“Siswa kami dapat belajar dari konten yang diunggah guru lain di seluruh Indonesia. Konten karya guru di NTT juga bisa menginspirasi siswa di daerah lain. Intinya, saling berbagi,” jelasnya.
Berpusat pada siswa
Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 11 Kota Kupang Warmansyah menuturkan, Kurikulum Merdeka memusatkan pembelajaran pada siswa. Dengan begitu, siswa lebih bersemangat karena menentukan sendiri tema yang akan dipelajari. “Selain di dalam kelas, siswa belajar di luar kelas berbasis proyek. Jadi, peserta didik tidak sekadar mendapatkan ilmu, tetapi punya pengalaman untuk memperoleh pengetahuan baru,” jelasnya.
Menurut Warmansyah, transformasi pembelajaran digital akan lebih optimal jika sekolah mempunyai tim teknologi informasi. Namun, hal ini belum bisa dimaksimalkan karena terkendala anggaran. Tak hanya di sekolah umum, Kurikulum Merdeka juga diharapkan dijalankan sekolah luar biasa (SLB) di NTT. Baru tiga dari 48 SLB berstatus sekolah penggerak di NTT menerapkan kurikulum tersebut.
Siswa SMP Negeri 2 Nekamese di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, berjalan pulang dari sekolah, Rabu (25/8/2021).
“Mayoritas masih memakai Kurikulum 2013. Anggaran di sekolah terbatas. Kami berharap hal seperti ini didukung BOS (bantuan operasional sekolah). Dengan begitu, semua SLB bisa menggunakan kurikulum baru tahun depan,” jelasnya.
Direktur Guru Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek Yaswardi mengatakan, profesionalitas guru dalam Kurikulum Merdeka ibarat dua sisi mata uang. Oleh karena itu, kemantapan kurikulum harus dibarengi profesionalitas guru. “Profesional perlu ditingkatkan untuk berkreasi dan berinovasi memaksimalkan pembelajaran,” ujarnya.
Transformasi digital membuka peluang agar pendidikan di Tanah Air semakin merata. Sekolah dapat saling bertukar praktik pembelajaran. Namun, tanpa dukungan fasilitas dan SDM memadai, jurang ketimpangan justru akan semakin lebar.