Tiga Asupan Utama Berperan dalam 14 Juta Kasus Diabetes Tipe 2
Asupan biji-bijian utuh yang tidak mencukupi, kelebihan nasi dan gandum olahan, dan konsumsi daging olahan yang berlebihan menjadi kontributor utama peningkatan insiden diabetes 2 secara global.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pola makan yang buruk berkontribusi pada lebih dari 14,1 juta kasus diabetes tipe 2 pada tahun 2018, mewakili lebih dari 70 persen diagnosis baru secara global. Tiga pola makan yang menjadi kontributor utama terhadap peningkatan insiden global diabetes tipe 2 meliputi asupan biji-bijian yang tidak mencukupi, kelebihan nasi dan gandum olahan, serta konsumsi daging olahan yang berlebihan.
Studi ini yang dilakukan para peneliti di Friedman School of Nutrition Science and Policy di Tufts University diterbitkan di jurnal Nature Medicine, Senin (17/4/2023). Penelitian didasarkan analisis terhadap asupan makanan di 184 negara dan memberikan wawasan berharga tentang faktor diet mana yang mendorong beban diabetes tipe 2.
Dari 11 faktor makanan yang dipertimbangkan dalam kajian ini, tiga di antaranya memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap peningkatan insiden global diabetes tipe 2. Ketiga faktor tersebut adalah asupan biji-bijian utuh yang tidak mencukupi, kelebihan nasi dan gandum olahan, dan konsumsi daging olahan yang berlebihan.
Faktor-faktor lain seperti minum terlalu banyak jus buah dan tidak cukup makan sayuran yang mengandung tepung, kurang kacang-kacangan dan biji-bijian, tidak terlalu berdampak pada kasus baru penyakit ini.
”Studi kami menunjukkan kualitas karbohidrat yang buruk adalah pendorong utama diabetes tipe 2 yang disebabkan diet secara global, dan dengan variasi penting menurut negara dan dari waktu ke waktu,” kata penulis senior Dariush Mozaffarian, ahli nutrisi dari Friedman School of Nutrition Science and Policy, Tufts University.
Menurut Mozaffarian, temuan baru ini mengungkapkan pentingnya fokus untuk meningkatkan nutrisi guna mengurangi beban diabetes yang menghancurkan.
Diabetes tipe 2 ditandai dengan resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin. Dari 184 negara yang termasuk dalam penelitian, semuanya mengalami peningkatan kasus diabetes tipe 2 antara tahun 1990 dan 2018, yang menunjukkan beban yang semakin besar pada individu, keluarga, dan sistem perawatan kesehatan.
Tim peneliti mendasarkan model mereka pada informasi dari Global Dietary Database, bersama dengan demografi populasi dari berbagai sumber, perkiraan insiden diabetes tipe 2 global, dan data tentang bagaimana pilihan makanan memengaruhi orang yang hidup dengan obesitas dan diabetes tipe 2 dari berbagai makalah yang diterbitkan.
Analisis mengungkapkan bahwa pola makan yang buruk menyebabkan proporsi yang lebih besar dari total kejadian diabetes tipe 2 pada pria versus wanita dan pada orang dewasa yang lebih muda dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih tua. Selain itu, penduduk perkotaan juga lebih tinggi proporsi diabetesnya dibandingkan penduduk pedesaan di tingkat global.
Temuan baru ini mengungkapkan pentingnya fokus untuk meningkatkan nutrisi guna mengurangi beban diabetes yang menghancurkan.
Secara regional, Eropa Tengah dan Eropa Timur serta Asia Tengah, khususnya di Polandia dan Rusia, yang pola makannya cenderung kaya akan daging merah, daging olahan, dan kentang, memiliki jumlah kasus diabetes tipe 2 terbanyak yang terkait dengan pola makan. Insiden diabetes tipe 2 juga tinggi di Amerika Latin dan Karibia, terutama di Kolombia dan Meksiko, yang dikaitkan dengan tingginya konsumsi minuman manis, daging olahan, dan rendahnya asupan biji-bijian.
Wilayah di mana pola makan kurang berdampak pada kasus diabetes tipe 2 termasuk Asia Selatan dan Afrika Sub-Sharan. Meskipun demikian terjadi peningkatan terbesar pada diabetes tipe 2 karena pola makan yang buruk antara tahun 1990 dan 2018 di Afrika Sub-Sahara. Dari 30 negara berpenduduk terbanyak yang diteliti, India, Nigeria, dan Etiopia memiliki kasus diabetes tipe 2 paling sedikit terkait dengan pola makan yang tidak sehat.
”Jika dibiarkan tidak terkendali, diabetes tipe 2 akan terus berdampak pada kesehatan populasi, produktivitas ekonomi, kapasitas sistem perawatan kesehatan, dan mendorong ketidaksetaraan kesehatan di seluruh dunia,” kata penulis pertama Meghan O’Hearn. Dia melakukan penelitian ini untuk studi doktoralnya di Tufts University.
Temuan ini, menurut O’Hearn, dapat membantu menginformasikan prioritas nutrisi untuk dokter, pembuat kebijakan, dan pelaku sektor swasta saat mereka mendorong pilihan pola makan yang lebih sehat untuk mengatasi epidemi global ini.
Studi terbaru lainnya memperkirakan bahwa 40 persen dari kasus diabetes tipe 2 secara global dikaitkan dengan diet suboptimal, lebih rendah dari 70 persen yang dilaporkan. Tim peneliti menghubungkan ini dengan informasi baru dalam analisis mereka, seperti penyertaan biji-bijian olahan untuk pertama kalinya, yang merupakan salah satu kontributor utama beban diabetes; dan data terbaru tentang kebiasaan diet berdasarkan survei diet tingkat individu nasional, bukan perkiraan pertanian.