Perilaku hidup sehat dengan membatasi konsumsi gula, garam, lemak, dan rutin beraktivitas fisik menjadi kunci untuk mengurangi risiko berbagai penyakit tidak menular, termasuk diabetes.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Minuman dingin yang memiliki rasa manis. Pembatasan konsumsi gula perlu dilakukan untuk mencegah potensi terjadinya diabetes. Namun, itu juga perlu dibarengi dengan konsumsi makanan dengan gizi seimbang, aktivitas fisik, dan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.
Perubahan perilaku masyarakat jadi lebih sehat merupakan kunci untuk mencegah berbagai penyakit tak menular, termasuk diabetes. Itu bisa dilakukan dengan membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak, rutin beraktivitas fisik, tak merokok, serta rutin menjalani pemeriksaan kesehatan.
Ketika seseorang terdiagnosis diabetes melitus, khususnya diabetes melitus tipe 2, gula biasanya menjadi ”tersangka” utama. Hal tersebut tidak salah, tetapi konsumsi gula berlebihan bukanlah faktor tunggal penyebab diabetes.
Diabetes dipicu oleh multifaktor. Gaya hidup modern, seperti kurang gerak, pola makan dengan kandungan tinggi karbohidrat, makanan cepat saji, kegemukan, dan merokok, menjadi faktor risiko dari diabetes melitus tipe 2.
Banyak orang sebenarnya sudah tahu jika gaya hidup yang tidak sehat itu bisa menyebabkan berbagai penyakit, tidak hanya diabetes. Namun, hal tersebut dipahami sebatas teori. Pada praktiknya, pola perilaku harian tetap tidak berubah.
Apalagi dengan berbagai kemajuan teknologi membuat seseorang semakin terlena untuk menjalani gaya hidup tidak sehat. Restoran cepat saji makin menjamur. Akses untuk mendapatkan makanan tersebut juga lebih mudah dengan memesan lewat aplikasi pesan antar.
Selain menjadi lebih sering memesan makanan cepat saji, sebagian masyarakat semakin malas bergerak. Pandemi Covid-19 pun mendukung kebiasaan tersebut melalui aturan pembatasan kegiatan masyarakat untuk menekan laju penyebaran penyakit tersebut.
Tidak mengherankan jika penyakit yang sebelumnya identik dengan penyakit orang lanjut usia, kini juga menimpa banyak orang berusia muda. Jika dibandingkan tahun 2013, prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur lebih dari 15 tahun meningkat dari 1,5 persen menjadi 2 persen pada tahun 2018.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Sebanyak 43 persen dari 3,7 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase kematian akibat diabetes pada usia kurang dari 70 tahun lebih banyak ditemukan di negara dengan penghasilan rendah dan menengah daripada negara berpenghasilan tinggi.
Menurut perkiraan WHO, jumlah penderita diabetes melitus akan terus meningkat signifikan apabila tidak ada intervensi yang berarti. Estimasi jumlah penderita diabetes di Indonesia pada 2000 sebesar 8,4 juta penduduk. Itu akan meningkat menjadi 21,3 juta penduduk pada 2030.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam konferensi pers peringatan Hari Diabetes Sedunia di Jakarta, Senin (15/11/2021), menyampaikan, persoalan diabetes harus diselesaikan secara komprehensif. Intervensi dari hulu hingga hilir, yakni upaya pencegahan, surveilans, dan pengobatan perlu dijalankan bersamaan secara optimal.
Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap tanggal 14 November menjadi momentum untuk memperkuat komitmen semua pihak mengupayakan hal itu. Diabetes merupakan salah satu penyebab utama penyakit ginjal dan kebutaan pada kelompok usia di bawah 65 tahun. Banyak penderita diabetes yang harus diamputasi. Selain itu, diabetes jadi penyebab disabilitas atau kecacatan hingga kematian, serta mengurangi usia harapan hidup selama 5-10 tahun.
Pada kondisi diabetes yang tidak terkontrol, kerugian ekonomi bisa terjadi pada penderitanya. Risiko kehilangan pekerjaan dapat terjadi. Pembiayaan untuk pengobatan dan perawatan pasien diabetes dengan komplikasinya tidak sedikit. Sistem kesehatan dan ekonomi nasional pun turut terpengaruh.
Beban pembiayaan penyakit katastropik yang tergolong penyakit tak menular, seperti jantung, kanker, dan stroke, pada Januari-Oktober 2019 mencapai Rp 16,2 triliun. Penyakit-penyakit tersebut dapat dipicu oleh diabetes.
”Yang paling penting dalam mengobati pasien diabetes adalah mencegah supaya tidak terkena komplikasi. Karena itu, kita harus melakukan upaya penanganan secara maksimal, mulai dari hulu hingga hilir sehingga penghematan pengobatan untuk komplikasi juga bisa dicapai,” kata Dante.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah pasien diabetes menerima donasi alat bantu jalan berupa kaki palsu dan sepatu diabetes untuk pasien diabetik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, Rabu (14/11/2018).
Diabetes merupakan penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa). Dari hasil pemeriksaan gula darah, seseorang yang mengalami diabetes melitus akan memiliki kadar glukosa plasma puasa minimal delapan jam lebih dari 126 miligram per desiliter yang disertai dengan gejala klasik penyerta.
Pada pemeriksaan glukosa dua jam pasca-pembebanan atau setelah makan mencapai lebih dari 200 miligram per desiliter. Pada kondisi ini biasanya seseorang dengan diabetes juga akan mengalami keluhan khas diabetes melitus, seperti banyak kencing, banyak minum, banyak makan, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Faktor risiko
Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Tri Juli Edi Tarigan menuturkan, upaya pengendalian faktor risiko diabetes melitus tipe 2 merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Selain membatasi asupan gula harian maksimal empat sendok makan atau 54 gram per hari, asupan garam dan lemak juga perlu dikurangi. Gula pun tak hanya didapatkan dari gula pasir, tetapi juga dari sirup, madu, selai, es krim, kue, nasi, roti, kentang, mi, dan tepung.
Kegemukan ataupun obesitas dapat pula memicu terjadinya diabetes. Pada seseorang yang pernah mengalami prediabetes berisiko juga mengalami diabetes di kemudian hari. Perlu menjadi kewaspadaan pula bagi orang yang memiliki garis keturunan dengan diabetes.
Risiko ini juga bisa dialami oleh perokok. Selain itu, diabetes juga bisa disebabkan aktivitas fisik yang jarang dilakukan.
”Tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan diabetes. Penyakit tidak menular seperti diabetes melitus tipe 2 ini amat berkaitan dengan gaya hidup,” tutur Tri.
Tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan diabetes. Penyakit tidak menular seperti diabetes melitus tipe 2 ini amat berkaitan dengan gaya hidup.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) Leny Pintowari menambahkan, aktivitas fisik untuk menjaga kebugaran tubuh perlu dimaknai secara tepat. Suatu aktivitas akan disebut sebagai kegiatan fisik apabila melibatkan kontraksi otot yang menghasilkan keluaran energi. Aktivitas fisik pun dilakukan secara terencana, teratur, berulang-ulang dalam intensitas tertentu, serta berkesinambungan.
Latihan fisik akan memberikan hasil yang optimal jika dilakukan minimal 150-300 menit per minggu dengan intensitas sedang atau latihan minimal 75-150 menit per minggu dengan intensitas berat. Intensitas latihan fisik sedang biasanya akan menghasilkan detak jantung sampai 66-76 persen dari denyut jantung maksimal.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga berolahraga lari memanfaatkan libur akhir pekan di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (4/10/2020).
Sementara latihan fisik berat akan membuat detak jantung sampai 76 persen dari denyut jantung maksimal. Untuk menghitung denyut jantung maksimal bisa dihitung dengan mengurangi usia dengan 220. Misalnya pada usia 45 tahun akan memiliki denyut jantung maksimal, yakni 175 yang didapatkan dari 220 dikurangi 45.
Dengan mengetahui faktor risiko diabetes melitus, setiap penduduk diharapkan bisa memperbaiki gaya hidupnya. Membatasi asupan gula, garam, dan lemak amat penting. Namun, itu juga perlu disertai dengan konsumsi makanan dengan gizi seimbang, aktivitas fisik yang cukup, menghindari rokok, istirahat cukup, mengelola stres, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
Dengan melakukan upaya tersebut, seperti sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, berbagai penyakit bisa dicegah sekaligus. Usia harapan hidup pun bisa dicapai secara optimal dan berkualitas.