Cara Mencegah Diabetes Tipe 2 pada Orang Muda Tanpa Pengobatan
Sekitar 10 menit aktivitas fisik setiap hari dengan mengurangi waktu berselancar di layar monitor bisa menunda timbulnya diabetes tipe 2 dan memperlambat perkembangannya di masa muda.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Dengan menggunakan kostum bergambar donat, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya berkampanye "Stop Komsumsi Gula Berlebih" di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/11/2022). Kampanye dilakukan untuk memperingati Hari Diabetes Sedunia. Kampanye bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit diabetes. Selain mengajak masyarakat untuk mengurangi komsumsi gula, mahasiswa juga mengajak masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat serta rutin memeriksakan kesehatannya.
JAKARTA, KOMPAS — Diabetes tipe 2 telah menjadi penyakit kronis yang paling umum secara global, termasuk di Indonesia, dengan tren terus meningkat di kalangan anak-anak muda seiring dengan meningkatnya obesitas. Sekitar 10 menit aktivitas fisik setiap hari dengan mengurangi waktu berselancar di layar monitor bisa menunda timbulnya diabetes tipe 2 dan memperlambat perkembangannya di masa muda.
Lonjakan kasus penyakit diabetes melitus pada anak juga terjadi di Indonesia. Baru-baru ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibanding 2010. Jumlah kasus diabetes melitus pada anak hingga tahun 2023 mencapai 1.645 jiwa, yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
Dari temuan kasus tersebut 46,23 persen di antaranya dialami oleh anak usia 10-14 tahun. 31,05 persen anak usia 5-9 tahun. Sebanyak 19 persen pada usia 0-4 tahun dan 3 persen pada anak usia lebih dari 14 tahun. Kasus diabetes pada anak kebanyakan terjadi bawaan sejak lahir, namun kebanyakan orangtua tidak mengetahui anak mereka sedang mengalaminya.
Kini, penelitian baru di Kanada memberi bukti mengenai efek aktivitas fisik dan perilaku menetap terhadap risiko diabetes tipe 2 pada individu yang berisiko selama masa kanak-kanak dan remaja. Laporan penelitian diterbitkan di jurnal The Lancet Child and Adolescent Health dengan penulis pertama Soren Harnois-Leblanc, epidemiolog dari Faculty of Medicine, Université de Montréal. Hasil laporan ini dirilis Université de Montréal pada Selasa (14/3/2023).
Para peneliti menggunakan data dari kohort Quebec Adipose and Lifestyle Investigation in Youth (QUALITY) anak-anak keturunan Eropa Barat dengan riwayat obesitas orangtua. Mereka dievaluasi pada usia 8-10 tahun, 10-12 tahun, dan 15-17 tahun di Québec, Kanada. Selama evaluasi, para peneliti juga mengukur aktivitas fisik sedang hingga kuat dan waktu tidak bergerak dengan akselerometri, serta waktu berselancar di telepon pintar atau televisi, melalui kuesioner.
Sebanyak 630 anak dievaluasi pada awal (usia 8-10 tahun) pada Juli 2005 dan Desember 2008. Sebanyak 564 dievaluasi pada tindak lanjut pertama (usia 10-12 tahun) pada Juli 2007 dan Maret 2011. Sebanyak 377 dievaluasi pada tindak lanjut kedua (usia 15-17 tahun) pada September 2012 dan Mei 2016.
Berdasarkan hasil paparan kumulatif, perkiraan rata-rata manfaat untuk aktivitas fisik sedang hingga kuat adalah 5,6 persen pada sensitivitas insulin dan –3,8 persen pada sekresi insulin fase kedua per 10 menit peningkatan harian dari usia 8-10 tahun hingga usia 15-17 tahun. Dampak rata-rata untuk waktu duduk dan waktu di depan layar yang dilaporkan menghasilkan penurunan sensitivitas insulin –8,2 persen dan –6,4 persen, peningkatan sekresi insulin fase kedua (masing-masing 5,9 persen dan 7 persen, dan glikemia puasa yang lebih tinggi (0,03 mmol/L dan 0,02 mmol/L) per jam harian tambahan dari usia 8–10 tahun hingga 15–17 tahun.
”Hanya dengan 10 menit aktivitas fisik sedang hingga berat per hari, kami melihat penurunan risiko yang terkait dengan perkembangan diabetes tipe 2 pada anak-anak berisiko,” kata Leblanc.
Menurut temuan ini, mengurangi waktu duduk satu jam sehari juga menawarkan manfaat yang sama. ”Waktu berselancar di layar monitor, apakah itu televisi, video game, atau media sosial, sangat berbahaya, tetapi juga lebih mudah dihindari daripada waktu duduk yang berhubungan dengan transportasi, misalnya. Tidak semua kebiasaan duduk memiliki dampak yang sama pada kesehatan kardiometabolik,” kata Mélanie Henderson, peneliti senior dari Research Center of Centre Hospitalier Universitaire Sainte-Justine, Montréal, yang terlibat kajian ini.
Para peneliti mengakui, mengubah kebiasaan gaya hidup seseorang bisa jadi rumit. Tubuh memiliki mekanisme bawaan untuk mempertahankan bobot tertingginya sehingga sangat sulit untuk menurunkan berat badan. Itulah mengapa sangat penting untuk bertindak lebih awal dengan anak-anak dan remaja yang memiliki riwayat keluarga obesitas.
”Ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan pencegahan obesitas yang ditujukan untuk mempromosikan aktivitas fisik dan mengurangi perilaku menetap untuk mencegah diabetes pada populasi yang rentan sejak dini,” kata Henderson.