Transformasi pembelajaran dijalankan, di antaranya dengan menerapkan asesmen diagnostik, pembelajaran berdiferensiasi, dan pemanfaatan buku sesuai minat anak. Pembelajaran dibuat menyenangkan sesuai kebutuhan siswa.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
TANJUNG SELOR, KOMPAS — Sejumlah guru dan siswa mulai merasakan manfaat transformasi pembelajaran. Perubahan berbagai tahapan pembelajaran itu diharapkan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Transformasi tersebut dijalankan dengan berbagai cara. SD Negeri 008 Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, misalnya, telah menerapkan asesmen diagnostik, pembelajaran berdiferensiasi, dan pemanfaatan buku sesuai dengan minat anak sejak enam tahun lalu.
”Kami mulai merasakan transformasi pembelajaran. Perubahan ini tidak hanya berguna bagi siswa, tetapi juga guru,” ujar Wakil Kepala Sekolah Dasar Negeri 008 Tanjung Palas Timur Juliana, Rabu (12/4/2023).
Asesmen diagnostik dilakukan untuk memetakan kemampuan siswa. Dengan begitu, guru mengetahui kompetensi setiap siswa sehingga dapat menyusun metode pembelajaran sesuai kebutuhan.
Juliana yang mengajar siswa kelas III merekap data asesmen secara berkala. Dalam pelajaran membaca, misalnya, siswa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pra-membaca, membaca lancar, dan mahir membaca.
Pada semester I tahun ajaran 2022/2023, terdapat 13 siswa yang berada di kelompok pra-membaca. Dalam kategori ini, siswa belum fasih mengenal huruf sehingga masih kesulitan membaca kata.
Sementara sembilan siswa masuk kelompok membaca lancar dan enam siswa sudah mahir membaca. ”Karena kemampuan siswa berbeda, program pembelajarannya pun dibedakan. Itulah gunanya guru melakukan asesmen,” katanya.
Kelompok pra-membaca dilatih lewat pengenalan lambang dan bunyi huruf. Guru memakai buku cerita gambar agar menarik minat siswa dan memudahkan mereka untuk mengerti.
Siswa yang sudah lancar membaca dilatih membaca dua suku kata terbuka dan tertutup serta kata dengan akhiran ”ny” dan ”ng”. Adapun kelompok mahir membaca dilatih keterampilan menulis.
”Sekarang (semester II) tinggal 7 orang yang ada di kelompok pra-membaca. Sementara yang masuk kelompok mahir membaca mencapai 13 orang,” ucapnya.
Akan tetapi, dalam pembelajaran di kelas, guru tidak mengelompokkan siswa dengan nama pra-membaca, membaca lancar, dan mahir membaca. Guru memakai nama buah-buahan, seperti duku, manggis, jeruk, dan apel untuk menamai kelompok siswa tersebut.
Juliana menambahkan, transformasi pembelajaran di sekolah itu mulai dijalankan pada 2017 saat pihaknya bermitra dengan Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI). Program ini merupakan kemitraan antara Pemerintah Australia dan Indonesia.
Guru juga mengalami sejumlah kendala. Beberapa di antaranya menyangkut keterbatasan dalam menggunakan perangkat teknologi dan lemahnya jaringan internet di sekolah yang terletak di Desa Binai berjarak sekitar 65 kilometer dari Tanjung Selor, ibu kota Kabupaten Bulungan, tersebut.
”Kami berharap transformasi seperti ini terus berlanjut sehingga kemampuan siswa juga semakin meningkat,” ujarnya.
Transformasi itu juga sejalan dengan Kurikulum Merdeka yang diterapkan di sekolah tersebut. Sebab, kurikulum ini memungkinkan sekolah menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan lingkungan belajarnya.
Guru kelas II SD Negeri 008 Tanjung Palas Timur, Yohana Jalung, menuturkan, penggunaan alat peraga dan materi pembelajaran membantu guru dalam mengajar. Selain itu, pembelajaran secara berkelompok memudahkan guru mengevaluasi perkembangan akademis peserta didik.
Akan tetapi, guru juga mengalami sejumlah kendala. Beberapa di antaranya menyangkut keterbatasan dalam menggunakan perangkat teknologi dan lemahnya jaringan internet di sekolah yang terletak di Desa Binai, berjarak sekitar 65 kilometer dari Tanjung Selor, ibu kota Kabupaten Bulungan, tersebut.
”Kami guru-guru senior belum terbiasa dengan teknologi. Jadi, kami masih sering dibantu oleh guru yang muda,” ucapnya.
Melan (9), siswa kelas III, menyukai pembelajaran secara berkelompok. Sebab, ia dan teman-temannya dapat mendiskusikan materi pelajaran secara terbuka.
”Sangat menyenangkan karena banyak buku bergambar untuk belajar membaca. Kami bebas untuk memilih buku yang disukai,” katanya.
Setiap kelas di SD Negeri 008 Tanjung Palas Timur mempunyai sudut baca. Salah satu tujuannya meningkatkan literasi siswa. Hal ini sangat penting mengingat hasil Asesmen Nasional 2021 menyebutkan satu dari dua peserta didik di Tanah Air belum mencapai standar kompetensi minimum literasi.
Survei Program for International Student Assessment (PISA) 2018 juga menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Kemampuan membaca siswa Indonesia berada pada peringkat 10 besar terbawah dari 77 negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Hasil tugas setiap siswa dikumpulkan dalam map dan disimpan di kelas. Dengan begitu, guru dan siswa dapat memantau perkembangan pembelajaran secara berkala.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bulungan Suparmin Seto mengatakan, pihaknya mendukung langkah transformasi pembelajaran di sekolah, termasuk penerapan pembelajaran berdiferensiasi. ”Siswa punya kemampuan berbeda. Jadi, pembelajarannya tidak bisa diseragamkan,” ujarnya.
Direktur Program INOVASI Mark Heyward menuturkan, jika metode pembelajaran tidak dibedakan, gap kemampuan antarsiswa akan semakin lebar. Hal ini berpotensi membuat siswa yang tertinggal dalam pembelajaran menjadi kurang termotivasi. ”Mereka mungkin akan tetap ikut bersekolah, tetapi tidak belajar dengan baik,” katanya.