Stunting harus dicegah sejak dini. Penanganan stunting hanya akan optimal jika dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak masa kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Ketika anak memiliki tubuh lebih pendek serta berat badan lebih rendah dibandingkan anak seusianya, orangtua harus langsung waspada. Kondisi tersebut merupakan tanda terjadinya stunting pada anak. Stunting perlu dideteksi sejak dini agar bisa segera ditangani.
Pasalnya, intervensi stunting hanya akan optimal jika dilakukan sebelum anak berusia dua tahun. Apabila terlambat, tumbuh kembang anak tidak bisa maksimal. Dampaknya pun dapat berlanjut hingga usia dewasa. Anak dengan stunting cenderung memiliki kecerdasan yang kurang. Ia juga berisiko mengalami berbagai penyakit tidak menular. Itu sebabnya, mencegah terjadinya stunting sejak dini merupakan langkah yang paling tepat.
Stunting atau yang juga disebut tengkes merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Gangguan tersebut terjadi dalam 1.000 hari pertama kehidupan yakni sejak masa kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Irma Ardiana mengatakan, mencegah stunting harus dilakukan komprehensif. Anak harus mendapatkan gizi seimbang serta mencegah jangan sampai mengalami infeksi kronis.
“Akan tetapi, periode yang paling tepat untuk mencegah terjadinya stunting yakni sejak tiga bulan pranikah, masa kehamilan, serta pada usia baduta (anak bawah dua tahun) hingga balita (anak bawah lima tahun),” katanya di Jakarta, Sabtu (3/4/2023).
Sebelum menikah dan mempunyai anak, perempuan harus dipastikan tidak mengalami gizi kurang. Ketika seorang perempuan mengalami kekurangan energi kronik, ia akan berisiko melahirkan anak dengan stunting. Kekurangan energi kronik dapat ditandai dengan ukuran lingkar lengan atas kurang dari 23,5 sentimeter.
Selain itu, perempuan yang mengalami anemia juga rentan melahirkan anak dengan stunting. Risiko tersebut semakin besar jika indeks massa tubuh di bawah garis normal. Pada kondisi seperti itu, perempuan calon pengantin harus memperbaiki asupan gizi dan nutrisinya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk hamil.
Irma menuturkan, pemeriksaan calon pengantin perlu dilakukan setidaknya tiga bulan sebelum menikah.Jika diketahui ada risiko melahirkan anak stunting, intervensi harus segera dilakukan.
Perempuan calon pengantin harus memperbaiki pola makan dengan makanan yang mengandung gizi seimbang. Tablet tambah darah pun harus diminum setidaknya satu minggu sekali.
Harapannya tiga bulan kemudian ketika menikah, status gizi calon pengantin tersebut sudah bisa dikoreksi menjadi lebih baik. Ia pun lebih siap hamil karena tidak lagi berisiko melahirkan anak stunting. Persiapan tersebut lebih baik jika dijalankan sejak perempuan berusia remaja.
Pemantauan pada perempuan yang baru menikah tidak boleh berhenti, terutama ketika seorang perempuan tersebut memutuskan untuk hamil. Gizi pada ibu hamil juga harus dipastikan mencukupi selama sembilan bulan mengandung. Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil bisa dilakukan untuk mencegah ataupun mengatasi kekurangan energi dan protein kronis. Pemberian makanan tambahan ini bisa dilakukan melalui pelayanan di Posyandu.
Periode yang paling tepat untuk mencegah terjadinya stunting yakni sejak tiga bulan pranikah, masa kehamilan, serta pada usia baduta (anak bawah dua tahun) hingga balita (anak bawah lima tahun).
Selama masa kehamilan perlu diperhatikan pula agar ibu tidak mengalami kekurangan zat besi dan asam folat. Pemberian suplemen berupa tablet tambah darah bisa diberikan. Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi minimal 90 tablet atau setiap hari selama kehamilan untuk mencegah anemia. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan, proporsi anemia pada ibu hamil mencapai 48,9 persen. Itu artinya hampir setengah dari seluruh ibu hamil di Indonesia mengalami anemia.
Hal lain yang juga tidak kalah penting yakni memastikan ibu tidak mengalami kekurangan yodium serta tidak mengalami kecacingan. Masalah kurang gizi pada ibu hamil, seperti anemia dan kurang energi kronik dapat menyebabkan berat badan bayi lahir rendah dan anak mengalami kurang gizi, termasuk stunting. Selama kehamilan, ibu hamil bisa melakukan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC) sebanyak enam kali di Puskesmas. Dalam pemeriksaan ini gangguan dalam kehamilan bisa dideteksi.
Bayi lahir
Irma mengatakan, upaya pencegahan stunting perlu dilanjutkan ketika anak sudah lahir. Itu dimulai dengan memberikan ASI eksklusif yang sangat penting bagi bayi. ASI eksklusif berarti hanya memberikan ASI tanpa asupan makanan atau minuman lain hingga bayi usia enam bulan.
ASI merupakan sumber gizi paling baik dan paling cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Dalam ASI terdapat berbagai zat gizi yang diperlukan oleh bayi, seperti karbohidrat, protein, multivitamin, dan mineral. ASI diberikan hingga bayi usia enam bulan yang kemudian dilanjutkan sampai usia dua tahun.
Inisiasi menyusu dini (IMD) juga sangat baik dilakukan saat pada bayi baru lahir. Selama menyusui, gizi ibu tidak boleh dilupakan. Ibu menyusui perlu mengonsumsi makanan yang bergizi.
Setelah bayi berusia enam bulan, ASI tetap diberikan dengan tambahan makanan pendamping ASI. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso menyampaikan, kandungan protein hewani harus tersedia dalam menu makanan pendamping ASI (MPASI).
Protein hewani sangat penting untuk mencegah anak mengalami stunting. Protein hewani tersebut bisa ditemukan pada telur, ikan, ayam, dan daging. “Kebutuhan pokok pada anak sejak mendapatkan MPASI yaitu pemenuhan protein hewani yang adekuat,” katanya.
Selain memenuhi gizi dalam MPASI, anak juga harus mendapatkan perlindungan dari berbagai penyakit melalui pemberian imunisasi lengkap. Pastikan pula anak terhindar dari diare. Kondisi lingkungan tempat tinggal yang bersih dengan akses jamban dan sanitasi air yang terjamin pun perlu tersedia.
Untuk mendukung tumbuh kembang anak, pola asuh yang baik bisa diberikan oleh orangtua atau orang yang merawat anak. Anak yang mendapatkan pola asuh yang baik serta mendapatkan stimulasi yang baik akan mengalami perkembangan yang lebih optimal.
Irma mengatakan, anak yang telanjur mengalami stunting lewat usia dua tahun masih bisa diintervensi dengan penanganan gizi agar pertumbuhan tetap bisa dioptimalkan. Akan tetapi, dampak stunting tidak hanya terkait tinggi badan. Dampak yang lebih buruk dari stunting yaitu terhambatnya perkembangan kognitif.
“Fungsi kognitif yang sudah terganggu tidak bisa dikoreksi karena bersifat irreversible (tidak dapat diubah). Ketika sudah mengalami gangguan kognitif yang dapat dilakukan hanya memberikan stimulasi,” ujar Irma.