Tuntutan lulusan perguruan tinggi untuk siap kerja kian tinggi. Untuk itu, perguruan tinggi mulai mengembangkan program-program Kampus Merdeka mandiri agar dapat meluaskan kesempatan mahasiswanya magang.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesiapan lulusan perguruan tinggi memasuki dunia kerja menjadi fokus pendidikan di kampus-kampus. Perguruan tinggi pun mulai mengoptimalkan peluang belajar lewat magang hingga pembelajaran berbasis proyek untuk mengasah kemampuan dan karakter mahasiswa agar mampu beradaptasi dengan dunia kerja.
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal seusai acara Wisuda Sarjana dan Pascasarjana Universitas Yarsi Semester Ganjil Tahun Akademik 2022-2023 di Jakarta, Sabtu (8/4/2023), mengatakan, perguruan tinggi membekali mahasiswa untuk siap mengantisipasi dan beradaptasi karena lingkungan berubah dengan cepat.
“Namun, dengan selalu belajar dan terbuka dengan hal baru, lulusan perguruan tinggi diharapkan mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dengan demikian, mereka bisa mengantisipasi perubahan sedahsyat apa pun, bisa memahahami dan mencari cara penyesuaian baru lagi di tengah kondisi yang berubah,” kata Fasli.
Sebanyak 439 mahasiswa sarjana dan pascasarjana Yarsi diwisuda di bulan Ramadhan ini. Lulusan terbanyak berasal dari Fakultas Kedokteran disusul Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Hukum, dan Fakultas Psikologi.
Wisuda Universitas Yarsi sekaligus menyambut Dies Natalis ke-56 Universitas Yarsi itu juga menampilkan orasi ilmiah Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Muhammad Jusuf Kalla. Tampil juga membacakan puisi penyair Taufiq Ismail.
Jusuf Kalla mengingatkan, kesempatan kuliah di perguruan tinggi bermanfaat untuk memberikan ilmu pengetahuan dan mengembangkan logika serta cara berpikir yang baik bagi generasi muda. Hal ini dibutuhkan agar untuk mengembangkan ekonomi yang efisien dan memecahkan masalah sosial. Apalagi Indonesia sebagai negara dengan masyarakat Muslim terbesar di dunia harus mampu menghasilkan ilmuwan yang membawa kemajuan ilmu pengetahuan pada dunia.
Namun, dengan jumlah perguruan tinggi sekitar 4.500 institusi, tiap tahun lulusan sarjana terus bertambah. Lapangan pekerjaan menjadi tantangan. “Karena itu, pilihan bekerja yang terbatas harus dijawab dengan mendorong lulusan perguruan tinggi juga siap menjadi wirausaha atau entrepreneur,” kata Jusuf Kalla.
Fasli Jalal mengatakan, lulusan perguruan tinggi tentunya diharapkan dapat berkiprah di dunia kerja dan masyarakat sesuai bidang yang dipelajari. Sejauh ini, lulusan terbesar dari Fakultas Kedokteran bisa berkarya di berbagai daerah karena kebutuhan dokter masih tinggi.
Adapun fakultas ekonomi, lulusannya memang cukup banyak yang tertarik menjalankan bisnis atau perusahaan rintisan. Karena itu, dukungan untuk mempersiapkan mereka menjadi wirausaha juga diberikan kampus. Ada pusat kewirausahaan dan inovasi yang mendampingi mahasiswa yang berminat menjadi entrepreneur.
Mandiri
Menurut Fasli, perguruan tinggi menyadari dunia kerja semakin butuh mahasiswa yang siap kerja usai lulus, baik dari karakter kerja maupun kompetensi. Untuk itulah, kampus juga mengembangkan perluasan Kampus Merdeka secara mandiri agar semakin banyak mahasiswa yang mendapatkan kesempatan untuk magang maupun melakukan kegiatan lain yang riil yang terhubung dengan dunia kerja.
Sebenarnya, lanjut Fasli, selama ini kampus sudah menjalankan program magang, pertukaran mahasiswa ke luar negeri, maupun kuliah kerja nyata (KKN). Dengan adanya program Kampus Merdeka, kampus mendesain program ini agar capaian belajarnya setara 20 satuan kredit semester (SKS).
”Tiap perguruan tinggi bisa mengembangkan program Kampus Merdeka secara mandiri, tetapi butuh tahapan,” ujar Fasli.
Fasli menambahkan, perlu waktu untuk berkolaborasi guna mendapatkan perusahaan yang siap memberikan pengalaman dan menciptakan proses belajar yang baik kepada mahasiswa, ada instruktur yang didedikasikan mengawasi proses magang dan penilaian tahap demi tahap. Jangan sampai program ini dipandang sebagai beban untuk perusahaan. Perguruan tinggi pun ingin menyiapkan mahasiswa yang betul-betul siap secara sikap, mengerti bagaimana bersikap dan berproses di bisnis.
”Jadi desain kurikulum dan perkuliahan harus makin memperkuat simulasi mahasiswa sehingga memenuhi harapan untuk bisa direkrut perusahaan di program magang. Dengan cara ini, perusahaan akan melihat program magang sebagai tambahan tenaga, bukan yang membebani perusahaan,” ujar Fasli.
Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Yarsi Wening Sari menyampaikan, perguruan tinggi masih berproses untuk menguatkan program-program Kampus Merdeka secara mandiri, di luar dari program-program unggulan yang saat ini didanai Kemedikbudristek. ”Tantangannya, seperti magang, kan, biasanya perusahaan siap dalam waktu pendek sekitar 1-2 bulan. Kini, kami mesti dapat meyakinkan perusahaan untuk siap menerima mahasiswa magang hingga lima bulan,” kata Wening.
Lebih lanjut Wening memaparkan, pihaknya juga memenuhi kebutuhan mahasiswa untuk mendapatkan program Kampus Merdeka secara mandiri lewat proyek independen. Contohnya, mahasiswa teknik informatika ada peminatan sistem blok dengan mengerjakan proyek riil. Kampus mendukung mahasiswa untuk bisa mendapat klien sehingga bersama-sama mengerjakan proyek.
Dengan selalu belajar dan terbuka dengan hal baru, lulusan perguruan tinggi diharapkan mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat.
M Rayhan, wisudawan lulusan Fakultas Hukum, bersyukur dapat menjalani program Kampus Merdeka mandiri yang didukung kampus. Dia mendapatkan kesempatan magang di kantor pengacara selama enam bulan dan mendapat pengakuan 20 SKS.
”Dengan magang yang panjang, cukup membantu, ya, untuk siap masuk dunia kerja seusai lulus. Saya tertarik menjadi pengacara, tidak bingung lagi apa yang harus dilakukan. Namun, seusai lulus ini saya merasa masih mau mengambil kursus dulu untuk semakin memantapkan ketertarikan saya menjadi pengacara,” kata Rayhan.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah Jawa Barat, Prof. Eddy Jusuf, mengatakan, mutu perguruan tinggi di Indonesia masih menjadi tantangan. Masih banyak perguruan tinggi yang belum mencapai akreditasi Unggul, atau dulunya dikenal sebagai akreditasi A.
Eddy menyebutkan, hanya 56 dari 4.593 perguruan tinggi di Indonesia yang telah memperoleh akreditasi Unggul dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Di Jawa Barat dan Banten, terdapat 453 perguruan tinggi swasta, tetapi baru tujuh yang memperoleh akreditasi Unggul.
"Ini tentu pekerjaan rumah (PR) besar bagi kita semua untuk mencapai target ke unggul. Untuk menjawab PR ini, orang bijak mengatakan bukan kuat menguasai yang lemah, bukan yang besar menguasai yang kecil. Karena yang besar juga bisa jatuh. Tapi yang kuat adalah dia yang bisa cepat beradaptasi. Jadi, kita sebagai kampus, ukuran tak jadi soal, yang penting harus bisa beradaptasi,” ujar Eddy yang juga Rektor Universitas Pasundan Bandung itu.