Tata Kelola TIM Bermasalah, Bulan Film Nasional Dibatalkan
Bulan Film Nasional 2023 yang sedianya diselenggarakan di Kineforum, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, batal dilaksanakan. Kisruh tata kelola TIM jadi pangkal masalahnya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah tata kelola Taman Ismail Marzuki mencapai klimaks dengan batalnya penyelenggaraan Bulan Film Nasional 2023 yang mestinya berlangsung pada 25 Maret-2 April 2023. Kejadian ini dianggap puncak gunung es dari masalah tata kelola pusat kesenian Jakarta tersebut. Masalah ini dikhawatirkan memengaruhi ekosistem seni secara luas jika tidak segera dibenahi.
Bulan Film Nasional (BFN) 2023 batal karena tidak tercapai kesepakatan untuk menggunakan ruang putar Kineforum di Taman Ismail Marzuki (TIM). Hal ini disampaikan Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Kamis (30/3/2023), setelah melakukan pertemuan dengan Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta (UP PKJ) TIM, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada 20-29 Maret 2023.
Adapun Kineforum merupakan bioskop mini yang dimanfaatkan sebagai ruang putar alternatif. Kineforum juga merupakan salah satu program Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Kineforum kini ada di kawasan TIM.
Kini, Pusat Kesenian Jakarta TIM dikelola Jakpro setelah direvitalisasi pada 2019-2022. Kewenangan Jakpro tertuang di Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 63 Tahun 2019 juncto Nomor 16 Tahun 2022. Jakpro adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di bawah Pemprov DKI Jakarta yang bergerak di bidang properti.
Pihak Jakpro sebelumnya menginformasikan ke Kineforum bahwa penggunaan ruang di TIM (termasuk ruang putar Kineforum) bisa melalui tiga skema. Pertama, membayar biaya sewa. Kedua, menerapkan sistem bagi hasil. Ketiga, pihak Dinas Kebudayaan DKI Jakarta memberi surat rekomendasi untuk subsidi ruang yang akan digunakan.
”Tiga skema itu tidak bisa diterapkan. Bayar sewa tidak bisa karena itu (anggaran DKJ) sudah diajukan dari tahun sebelumnya. Di anggaran tidak ada untuk sewa ruangan karena itu (program DKJ, termasuk BFN 2023) adalah layanan publik,” kata Ketua Komite Film DKJ Ekky Imanjaya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Bulan Film Nasional (BFN) 2023 batal karena tidak tercapai kesepakatan untuk menggunakan ruang putar Kineforum di Taman Ismail Marzuki (TIM).
Skema bagi hasil juga tidak bisa diterapkan karena program DKJ yang diajukan melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Ini berarti seluruh kegiatan tidak boleh menarik keuntungan atau non-profit.
Penerapan surat rekomendasi subsidi dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta juga tidak bisa dilakukan. Ini karena peraturan gubernur terkait subsidi yang digarap sejak 2022 belum keluar. Apabila surat rekomendasi diberikan, subsidi penggunaan ruang akan dihitung sebagai utang Pemprov DKI Jakarta ke Jakpro.
Menurut pengajar pascasarjana Institut Kesenian Jakarta dan kritikus sastra, Martin Suryajaya, masalah ini bermula dari wewenang pengelolaan TIM yang rancu. Menurut Pergub DKI Jakarta Nomor 63 Tahun 2019, Jakpro berwenang atas perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan perawatan TIM. Namun, tidak dijelaskan apa pembangunan yang dimaksud berupa fisik atau juga mencakup program-program di TIM. Ini menimbulkan pemaknaan bahwa pemrograman TIM juga jadi wewenang Jakpro.
Beberapa pihak menilai ini tidak ideal karena Jakpro adalah perusahaan properti dengan orientasi bisnis. Sementara itu, TIM sejak dulu dibangun dengan orientasi mengembangkan kesenian dan kebudayaan di Jakarta.
”Itu problem sehingga pada akhirnya programming kegiatan TIM dilakukan atas dasar pertimbangan bisnis properti. Padahal, kalau bicara TIM, seharusnya ada pertimbangan kuratorial seni yang dijalankan DKJ,” ucap Martin yang juga konsultan kebijakan di Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kondisi ini dikhawatirkan berdampak ke program-program DKJ lainnya. Lebih jauh, kondisi ini bisa berdampak ke ekosistem seni di Jakarta secara luas. Perkembangan seni dapat terhambat karena tidak punya ruang mempraktikkan seni eksperimental.
”Ironis apabila ekosistem yang dari awal diciptakan untuk seniman lalu dikelola dengan mengusir seniman. Padahal, tugas pemerintah adalah memfasilitasi pelaku seni budaya agar dapat memajukan seni budaya. Dengan mekanisme ini, yang ada bukan memfasilitasi, melainkan malah mempersulit,” ujar Martin.
Pemprov DKI didorong untuk memperbaiki pergub yang dinilai mendefinisikan wewenang Jakpro secara terlalu lebar. Sebab, wewenang pengelolaan TIM hanya menitikberatkan pada aspek fisik dan bisnis. Aspek kurasi seni mesti ditambahkan di peraturan agar jelas dan kegiatan di TIM tidak melulu berorientasi ke bisnis.