Konsumsi Oralit secara Tidak Tepat Bisa Berbahaya, Termasuk Saat Sahur
Oralit sebaiknya dikonsumsi sesuai dengan peruntukannya, yakni pada seseorang yang mengalami dehidrasi akut akibat diare. Konsumsi yang tidak tepat justru bisa berbahaya bagi kesehatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi oralit saat sahur bukan hal yang tepat untuk mencegah dehidrasi saat puasa. Oralit yang dikonsumsi tidak untuk peruntukannya justru bisa berbahaya bagi kesehatan karena kandungan gula dan garam yang tinggi.
Ahli gizi masyarakat dari Dr Tan & Remanlay Institute, Tan Shot Yen, mengatakan, oralit tidak dibutuhkan pada seseorang yang sehat. Kandungan gula dan garam pada oralit tersebut bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
”Oralit itu mengandung natrium dan gula. Jika dikonsumsi dalam situasi normal atau dalam kondisi sehat, justru bisa berisiko hipernatremia dan hiperglikemia. Risiko itu akan semakin besar pada seseorang yang memiliki masalah kesehatan, seperti diabetes,” katanya dalam acara arahan media yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Hipernatremia merupakan kondisi ketika kadar natrium dalam darah lebih dari kadar normal. Sementara hiperglikemia merupakan kondisi ketika gula dalam darah tinggi. Pada kondisi tersebut, seseorang akan mudah merasa haus, lemas, dan mual.
Tan menyebutkan, kondisi lebih buruk yang bisa terjadi adalah gangguan pada ginjal. Hal itu disebabkan tingginya kandungan natrium dalam darah. ”Alih-alih puasa menjadi lancar, kondisi ini malah membuat seseorang menjadi tidak nyaman,” ucapnya.
Ia menuturkan, masyarakat harus lebih bijak dalam mengonsumsi oralit. Sesuai dengan peruntukannya, oralit diberikan pada seseorang yang mengalami dehidrasi akut, biasanya pada orang yang mengalami diare.
Oralit itu mengandung natrium dan gula. Jika dikonsumsi dalam situasi normal atau dalam kondisi sehat, hal itu justru bisa berisiko hipernatremia dan hiperglikemia.
Tan pun menegaskan, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan oralit dapat digunakan untuk mengurangi rasa haus pada seseorang yang menjalankan puasa. Informasi yang beredar saat ini baru berdasarkan pengalaman individu sehingga tidak bisa dijadikan standar bagi masyarakat luas. Manfaat yang didapatkan pun bisa berbeda antara satu orang dan lainnya.
Menurut dia, kebutuhan hidrasi tubuh saat puasa lebih baik dipenuhi dari konsumsi air minum yang cukup ketika sahur dan berbuka. Selain itu, pastikan pula konsumsi sayur dan buah serta makanan pokok dan lauk pauk bisa cukup ketika sahur dan berbuka. Kebutuhan gula dan garam bisa dipenuhi dari makanan harian tersebut.
”Pada konsep Isi Piringku dengan gizi seimbang sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan mineral, garam, gula, dan mikronutrien yang dibutuhkan. Itu sebabnya, dengan mengonsumsi makanan seperti biasa sudah cukup dan tidak perlu dilebihkan dengan tambahan gula dan garam dari oralit,” tutur Tan.
Puasa ibu hamil
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi yang juga Sekretaris Jenderal PB IDI Ulul Albab menyampaikan, puasa juga bisa dilakukan oleh ibu hamil. Meski begitu, sebelum memutuskan untuk puasa, sebaiknya ibu hamil mengonsultasikan terlebih dahulu kondisinya terhadap dokter terkait. Puasa bisa dilakukan jika kondisi ibu dan bayi yang dikandung dalam kondisi sehat.
”Pada prinsipnya, hamil itu sehat dan bukan suatu kondisi yang sakit. Karena itu, jika hamil tanpa keluhan atau tanpa komplikasi, ibu hamil bisa melakukan aktivitas apa pun yang dilakukan oleh orang sehat, termasuk berpuasa,” katanya.
Diabetes
Secara terpisah, dokter spesialis penyakit dalam subspesialis endokrinologi metabolik dan diabetes RS Pondok Indah-Puri Indah, M Ikhsan Mokoagow, menyampaikan, pasien diabetes boleh menjalankan puasa apabila kadar gula darah dalam tubuh terkontrol dengan baik dan tidak memiliki komplikasi lain, seperti jantung atau ginjal. Puasa sebenarnya juga bisa bermanfaat baik bagi pasien diabetes, seperti menyeimbangkan kadar glukosa dalam darah, mengurangi kadar kolesterol jahat dalam tubuh, menurunkan tekanan darah, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
”Namun, jika penyandang diabetes ingin berpuasa, sebaiknya cek dulu kondisi kesehatan. Jika ternyata masuk dalam kondisi yang tidak direkomendasikan dan tidak dianjurkan untuk berpuasa, sebaiknya tidak memaksakan diri,” katanya.
Di samping itu, Ikhsan menuturkan, pasien diabetes disarankan membatalkan puasanya jika kadar gula darah kurang dari 70 miligram per desiliter, kadar gula darah lebih dari 300 miligram per desiliter, mengalami dehidrasi, serta terdapat gejala-gejala hipoglikemia (kadar gula darah terlalu rendah). Pemantauan gula darah harus dilakukan lebih ketat ketika pasien diabetes berpuasa. Obat yang diberikan dokter juga perlu tetap dikonsumsi dengan baik.
Ia pun mengimbau agar pasien diabetes ketika berpuasa bisa memperhatikan beberapa hal untuk mencegah komplikasi. Pasien diabetes tidak boleh melewatkan makan sahur dengan asupan gizi yang cukup agar cadangan energi selama berpuasa tetap tercukupi dan tidak mengalami hipoglikemia.
Pastikan pula kebutuhan kalori yang dikonsumsi tidak berpuasa saat berpuasa. Sebanyak 40-50 persen kebutuhan kalori harian bisa dipenuhi ketika berbuka puasa dan 30-40 persen bisa dipenuhi saat sahur. Saat makan sahur dianjurkan untuk dilakukan mendekati waktu imsak atau waktu subuh, sementara untuk berbuka dianjurkan dilakukan sesegera mungkin ketika waktu berbuka tiba. Ini diperlukan agar kadar gula darah tidak turun terlalu lama.
Ikhsan menyarankan bagi pasien diabetes yang berpuasa untuk menghindari makanan yang banyak mengandung gula saat berbuka. Minuman dengan tambahan gula dapat meningkatkan risiko hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah.
”Kecukupan cairan penting untuk mencegah dehidrasi. Penyandang diabetes akan mudah mengalami dehidrasi karena tubuh kekurangan cairan. Saat berpuasa, otomatis tubuh tidak mendapat asupan cairan yang cukup sehingga perlu digantikan saat berbuka sampai waktu sahur,” ujarnya.