Yang Senior, Yang Bahagia
Warga senior berusia di atas 60 tahun meyakini kunci hidup bahagia terletak pada perasaan bersyukur dan pasrah. Prinsip hidup ini membantu warga senior melewati tantangan dan badai kehidupan.
Riset Cassie Mogilner dan kolega yang diterbitkan di Social Psychological and Personality Science 2011 menunjukkan, ada perubahan makna kebahagiaan antargenerasi. Apabila generasi muda mengasosiasikan kebahagiaan dengan kegembiraan, maka generasi senior memandang kebahagiaan sebagai sesuatu yang erat kaitannya dengan kedamaian.
”Karena orang tua memiliki masa depan yang lebih terbatas, pengalaman kebahagiaan mereka mungkin lebih terfokus pada saat ini dan dengan demikian lebih erat terkait dengan perasaan damai,” tulis Mogilner dalam risetnya.
Makna kebahagiaan yang berbeda ini kemungkinan besar memengaruhi pilihan yang dibuat seseorang dalam kehidupan sehari-hari mereka, seperti jenis aktivitas yang mereka pilih. Apabila seseorang berusia 22 tahun merasa bahagia dengan membuat pesta ulang tahun meriah, maka generasi lebih tua memandang bahagia muncul saat bisa merayakan ulang tahun dengan makan malam intim dan sederhana dengan orang terkasih.
Baca juga: Laporan Tematik Kebahagiaan
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) mencatat, ada 30,16 juta jiwa penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia pada 2021. Penduduk lansia adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Kelompok ini porsinya mencapai 11,01 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 273,88 juta jiwa. Proyeksi penduduk lansia di Indonesia akan terus bertumbuh, menjadi 48,2 juta orang pada 2035 dan 63,3 juta orang pada 2045.
Berdasarkan data PBB, 1 di antara 6 orang berusia di atas 60 tahun pada 2030. Pada tahun ini, jumlah wargasenior di atas 60 tahun akan bertambah dari 1 miliar orang pada 2020 menjadi 1,4 miliar orang. Pada 2050, sebanyak 80 persen warga senior hidup di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Salah satu warga senior, Nunuk Sri Daryati (70), memandang kebahagiaan sebagai rasa tercukupi yang munculnya dari hati yang penuh syukur. Ia mencontohkan merasa bahagia dari hal-hal sederhana, seperti merawat tanaman atau mempelajari keterampilan bahasa.
Ia juga merasa bahagia dan haru ketika mendapatkan kejutan ulang tahun dari anaknya. ”Wah, itu rasanya bahagia dan haru. Aku merasa oh, berarti saat aku sedang tidur, anakku menyiapkan ini semua,” ujarnya saat ditemui di rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu (15/3/2023).
Yang juga penting, selain pantang makanan tertentu yang membuat gula darah dan asam urat naik, saya jaga hati agar tak marah dan kecewa.
Ia juga merasa bahagia saat melihat anaknya wisuda di Inggris. Rasa bahagia itu bercampur dengan haru dan bangga.
Nunuk merupakan warga senior yang telah melewati suka duka kehidupan. Ia pernah mengalami masa paling sulit dalam hidupnya, yaitu ketika harus bercerai dengan suami pada usia 30 tahun. ”Tahun pertama saya berpisah adalah yang paling sulit. Saya harus bekerja untuk membiayai kebutuhan anak-anak. Di samping itu, saya masih kuliah,” katanya.
Ketika itu Nunuk kelimpungan karena harus membagi waktu antara bekerja, kuliah, dan mengasuh dua anak. Selain itu, ada perasaan tersisihkan dan tidak percaya diri karena menjalani hidup sebagai ibu tunggal untuk dua anaknya.
Seiring waktu, kehidupannya membaik. Ia juga mendapat pekerjaan yang lebih baik. Pemasukannyasemakin tinggi. Mantan direktur keuangan di perusahaan minyak dan gas ini kemudian bisa membayar pengasuh untuk anak-anaknya.
Meski kehidupan finansial terpenuhi, bekerja di perusahaan dengan jabatan yang cukup tinggi membuat Nunuk tak punya waktu untuk mengurus rumah. Setiap hari ia bekerja hingga larut malam. Begitu pensiun pada 2011 lalu, Nunuk merasa sangat senang. Ia tidak sempat mengalami post-power syndrome karena sudah tidak lagi menjabat. Sebaliknya, Nunuk justru menyambut pensiun dengan perasaan bahagia.
Baca juga: Pembangunan yang Membahagiakan
Setelah pensiun, Nunuk mengisi waktu dengan bersenang-senang. Ia pergi ngopi dengan teman-temannya, wisata kuliner, dan traveling. Ia juga mendedikasikan hidupnya untuk melakukan kegiatan yang tak sempat ia kerjakan semasa muda, yaitu mengurus rumah.
Ketika uangnya menipis, Nunuk mengurangi kegiatan yang menghabiskan biaya besar. Ia mengisi hari-hari dengan merawat tanaman, latihan paduan suara, belajar bahasa Arab, dan membaca Al Quran. ”Sekarang kalau lihat hijau-hijau di depan rumah rasanya senang. Aku berpikir, kok, dulu rumahku kering, ya?” ucapnya.
Nunuk tak pernah menyesali apa yang terjadi pada masa mudanya. Perpisahan dengan suami juga bukan lagi hal yang mengganggu hidupnya. Ia sudah lama menutup cerita itu dan melanjutkan perjalanan.
Ia yakin bahwa semua yang terjadi di masa lalu mengantarkannya menjadi seperti saat ini. ”Semua adalah cerita yang harus aku jalani,” katanya.
Menurut Nunuk, kunci bahagia terletak pada hati yang selalu bersyukur, pasrah, dan tidak ngoyo. Ketika ada hal-hal yang terjadi tidak sesuai ekspektasi, ia tidak terlalu kecewa. ”Kalau memang tidak bisa, ya, sudah. Santai saja. Kita terima saja, nanti lain kali mungkin bisa,” ujarnya.
Perasaan selalu bersyukur dan pasrah itu membuatnya mampu melewati badai kehidupan di masa muda. Prinsip yang sama juga diterapkan di masa kini saat ia sudah tak lagi muda.
Kegiatan
Sri Bugo Suratmo (73) juga tidak mengalami post-power syndrome setelah pensiun di usia 66 tahun. Ia mengisi harinya dengan aneka kegiatan agar tetap sehat lahir batin. ”Kena post-power syndrome atau tidak itu tergantung kita. Kalau saya, lakukan saja kegiatan yang saya senangi. Kalau tidak, percuma. Buat apa berkegiatan yang tak membuat hati senang,” kata Bugo pada Kamis (16/3/2023) di Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
Mantan salah satu pemimpin di sebuah perusahaan swastaitu mengatakan, ia tidak kena post-power syndrome karena punya persiapan matang menghadapi pensiun. Tercatat ia dua kali mengalami pensiun. Pertama, ia mengajukan pensiundari perusahaan tempat dia bekerja ketika usianya beranjak 55 tahun. Setelah itu, ia bekerja lagi di perusahaan lain.
Saat pensiun dari satu perusahaan, ia sudah bersiap bekerja di perusahaan lain. Setelah 12 tahun bekerja di sana, ia baru benar-benar pensiun.
Ia juga mengisi hari-harinya dengan mengajar public relation di sebuah perguruan tinggi swasta dan membuat bisnis hotel di Yogyakarta bersama istrinya, Ina Trefina, serta bisnis lain yang sekarang diurus keponakannya.
Saat ini, setelah benar-benar pensiun, ia mengisi harinya dengan kegiatan reparasi barang yang rusak. ”Kalau tidak bisa, baru panggil tukang,” katanya.
Kunci bahagia terletak pada hati yang selalu bersyukur, pasrah, dan tidak ngoyo.
Saat tukang bekerja, ia sekaligus belajar dari si tukang. Waktu yang lain ia gunakan untuk aktif di organisasi asosiasi perusahaan makanan dan minuman serta asosiasi lain, juga menjadi pengurus Lembaga Pembinaan dan Pengaderan Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah yang membangun rumah kos murah bagi mahasiswa dan dosen yang tugas belajar di Universitas Duta Wacana, Yogyakarta. Ia bahkan memberi kamar gratis untuk mereka yang bertugas terkait urusan gereja.
Jika di rumah, ia sering berkaraoke dan bermain kibor. Setiap akhir pekan, ia berlatih menyanyi bersama grup vokal warga Gereja Kristen Jawi Wetan Jakarta. Untuk menjaga kebugaran tubuhnya, meski dua tempurung di dengkulnya sudah diganti, Bugo rajin berolahraga. Selain bersepeda statis di rumah, Bugo dan istrinya hampir setiap pagiberjalan menggunakan tongkat nordik keliling kompleks perumahannya bersama warga senior lain.
Kerap kali, seusai jalan nordik, para warga senior berkumpul untuk membuat jus dan makan kue sambil minum kopi buatan Bugo. Kadang-kadang ia ikut berjalan-jalan ke kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta, dan lainnya untuk penyegaran.
Selama ini ia tak punya keluhan kesehatan yang berarti. ”Kalau di rumah ’satpam’-nya galak. Bisa kena semprit jika melanggar aturan makan, he-he-he. Yang juga penting, selain pantang makanan tertentu yang membuat gula darah dan asam urat naik, saya jaga hati agar tak marah dan kecewa,” ujarnya.
Baca juga: Belajar Bahagia dari Skandinavia
Satpam yang ia maksud adalah istrinya. Pola hidup berkegiatan rutin dan seimbang untuk kesenangan dan beramal itu membuat Bugo melewati masa pensiun dengan sehat dan bahagia.