Pendidikan Tinggi di 24 Kementerian/Lembaga Akan Dievaluasi
Ada 24 kementerian/lembaga di luar Kemendikbudristek dan Kementerian Agama yang mengelola pendidikan tinggi. Diperlukan evaluasi untuk tingkatkan kesetaraan akses, kualitas, relevansi, efektivitas, dan efisiensi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menata perguruan tinggi-perguruan tinggi yang dikelola kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang tidak berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Kementerian Agama. Penataan perguruan tinggi-perguruan tinggi itu menjadi bagian dari revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi hingga tahun 2024.
Ada 24 kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang memiliki perguruan tinggi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian atau PTKL, penyelenggaraannya terdiri atas PTKL kedinasan dan PTKL nonkedinasan. Penyelenggaraan PTKL harus sesuai dengan tugas fungsi kementerian lain atau lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) dan kebutuhan pasar kerja sektor masing-masing.
Berdasarkan data Kemendikbudristek, ada 145 PTKL di bawah 24 kementerian/lembaga. PTKL tersebut tersebar, antara lain, di bawah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Badan Pusat Statistik, Kepolisian, hingga Lembaga Sandi Negara.
Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Warsito, di Jakarta, Jumat (10/3/2023), mengatakan, PTKL selama ini belum ada pengaturan dengan peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan dari Pasal 94 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Kini, penyelenggaraan PTKL diatur dengan PP No 57/2022.
”Di aturan baru ada diatur tentang evaluasi PTKL. Evaluasi dimaksudkan agar penyelenggaraan PTKL lewat program-program studi (prodi) harus teknis dan spesifik. Tujuannya untuk menjaga agar PTKL hanya membuka prodi sesuai urusan kementerian/lembaga tersebut, tidak melebar ke mana-mana,” kata Warsito.
Tidak semua kedinasan
Pada kenyataannya, kini PTKL tidak semua menyelenggarakan ikatan dinas. Payung hukum PP No 57/2022 tetap mengakomodasi penyelenggaraan PTKL yang bisa melaksanakan pendidikan kedinasan (pelatihan atau upgrading di kedinasan dan calon ASN yang akan direkrut) dan nonkedinasan atau PT vokasi biasa yang lulusannya tidak langsung menjadi ASN dan bisa bekerja di tempat lain.
Menurut Warsito, PTKL sebagai bagian dari pendidikan vokasi mengikuti juga ketentuan Perpres No 68/2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi. ”Keberadaan PTKL merupakan bagian dari gotong royong dalam upaya menciptakan SDM unggul yang kompeten, produktif, dan berdaya saing,” ujarnya.
Apalagi, daya tampung perguruan tinggi baru menampung separuh dari lulusan pendidikan menengah. Untuk PTKL tetap ada kekhususan yang sesuai dengan tugas fungsi kementerian/lembaga terkait. Sedangkan dalam hal pemenuhan standar tetap menyesuaikan aturan pendidikan vokasi di Kemendikbudristek.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Kiki Yuliati mengatakan, PTKL akan dievaluasi dan kemudian disusun peta jalannya. Tujuannya agar pengelolaan PTKL sesuai PP terbaru, sebagai PT kedinasan atau umum.
”PTKL menyelenggarakan pendidikan vokasi atau prodi profesi. Jadi, alternatif PTKL menjadi politeknik atau akademi. Tidak bisa sekolah tinggi, institut, atau universitas karena ketiga bentuk ini harus punya prodi akademik,” ujar Kiki.
Akan dilakukan evaluasi atas PTKL agar selaras dengan PP PTKL yang sudah terbit. Harapannya akan meningkatkan kesetaraan akses, kualitas, relevansi, efektivitas, dan efisiensi pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh negara.
Secara terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Saryadi mengatakan, pemetaan dan evaluasi PTKL dilakukan Ditjen Pendidikan Vokasi. Saat ini sedang dilakukan evaluasi karena ada masa peralihan dua tahun.
”Kemendikbudristek akan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga selama dua tahun ke depan. Proses evalausi dengan kriteria dan instrumen yang ditetapkan Kemendikbudristek. Sedang disiapkan untuk instrumen evaluasinya,” kata Saryadi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek Nizam mengatakan, saat ini banyak kementerian dan lembaga pemerintah lainnya yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh kementerian dan lembaga lain tersebut semestinya yang bersifat kedinasan untuk menyiapkan kompetensi spesifik yang tidak disiapkan oleh perguruan tinggi umum.
”Namun saat ini lebih banyak PTKL yang menyelenggarakan pendidikan non-kedinasan. Idealnya, kalau kompetensi yang diajarkan bersifat umum, ya diselenggarakan oleh Kemendikbudristek sebagai kementerian yang membidangi penyelenggaraan pendidikan. Kalau terkait kompetensi keagamaan diselenggarakan oleh Kemenag,” ucap Nizam.
Untuk menata sistem pendidikan tinggi non-kedinasan di kementerian atau lembaga non-pemerintah yang sudah ada, maka diterbitkanlah PP PTKL. Pada prinsipnya, pendidikan tinggi umum diselenggarakan oleh Kemendikbudristek.
Sebaliknya, jika Kemendikbudristek tidak bisa atau belum dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi untuk kebutuhan tertentu, Kemendikbudristek dapat menugaskan pada kementerian atau lembaga untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi kementerian/lembaga. Bagi PTKL yang sudah ada, standarnya, termasuk standar pendanaan, mereka mengacu pada standar yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.
”Akan dilakukan evaluasi atas PTKL agar selaras dengan PP PTKL yang sudah terbit. Harapannya akan meningkatkan kesetaraan akses, kualitas, relevansi, efektivitas, dan efisiensi pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh negara,” ujar Nizam.
Avi Rudianita Widya dari bagian Humas Politeknik Statistika STIS mengatakan, PTKL di bawah Badan Pusat Statistik ini menyelenggarakan pendidikan tinggi dengan ikatan dinas. ”Kami mempersiapkan mahasiswa menjadi aparatur sipil negara khususnya pada bidang statistika,” ujar Avi.
Ada dua hal yang membedakan antara Politeknik Statistika STIS dan perguruan tinggi reguler lain. Pertama, dari segi pembiayaan, Politeknik Statistika STIS dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola oleh BPS.
Kedua, pendidikan di Politeknik Statistika STIS bersifat ikatan dinas dengan kementerian atau dalam hal ini adalah BPS. Meski utamanya di BPS, tidak menutup kemungkinan mereka ditempatkan di kementerian lain, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, juga pemerintah daerah.
Terkait kebijakan pemerintah tentang PTKL, menurut Avi, hal itu akan berdampak pada Politeknik Statistika STIS mendatang dan saat ini tengah dilakukan penyesuaiannya terkait peraturan menteri tersebut. ”Kami akan melakukan berbagai penyesuaian mulai dari sistem pembiayaannya baik untuk yang reguler maupun ikatan dinas. Lalu, dari segi kurikulum, biaya kuliah, penerimaan juga, khususnya pada kuota penerimaan akan berpengaruh. Kalau di bawah kedinasan, itu kan istilahnya ada tugas belajar, mungkin nanti seperti STAN akan ada yang reguler,” jelas Avi.
Meski tengah melakukan penyesuaian dan sudah mulai dibahas di berbagai rapat, perubahan itu belum bisa dipastikan akan terjadi pada tahun ini. Sebab, pemerintah memberikan batas waktu penyesuaian tersebut selama dua tahun.
Avi menambahkan, perubahan tersebut tidak akan mengurangi pelayanan pendidikan. Sebelum ada pola pendidikan seperti itu, Politeknik Statistika STIS telah membuka dua jalur pendidikan, yakni ikatan dinas dan tugas belajar. Tugas belajar merupakan program bagi mereka yang mengambil pendidikan setara S-1 untuk kebutuhan pekerjaannya.
Pembiayaan pendidikan mahasiswa yang mengambil jalur tugas belajar atau dikenal juga dengan kelas karyawan tidak dibebankan kepada APBN, tetapi ke instansi terkait atau kantor tempat mereka bekerja. ”Mereka sama-sama mendapat pendidikan di ruang kelas yang sama. Kalau di perguruan tinggi reguler kan ada kelas karyawan yang dipisah, kami tidak. Mereka yang karyawan dibebastugaskan dari kantor untuk belajar sepenuhnya di sini bersama mahasiswa ikatan dinas,” kata Avi. (Z08)