Hoaks Seputar Penanganan Penyakit Jantung Merugikan Pasien
Hoaks dapat menyebabkan pasien penyakit jantung menunda untuk berobat ke dokter. Padahal, semakin cepat pasien berobat, makin kecil pula kemungkinan komplikasi penyakit dan berpengaruh padat ingkat kesembuhan,
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peredaran kabar bohong atau hoaks bahwa pemasangan stent atau ring jantung tidak diperlukan untuk mengatasi penyumbatan pembuluh darah koroner dinilai dapat merugikan pasien. Pasien yang terpengaruh hoaks dapat menunda untuk berobat sehingga meningkatkan risiko komplikasi. Padahal, penyakit jantung masih jadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Jakarta Heart and Vascular Center (JHVC) RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Utojo Lubiantoro, mengatakan, sumbatan di pembuluh darah koroner tidak diatasi dengan obat. Sumbatan juga tidak bisa diatasi dengan terapi laser maupun penyedotan.
”Teknologi tetap (diperlukan), yaitu memasang stent. Sekarang stent sudah semakin bagus, tipis, dan risikonya semakin kecil. Tidak ada obat atau makanan yang bisa bikin ini (sumbatan) larut,” kata Utojo saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Mengutip laman Kementerian Kesehatan, hingga kini belum ada tata laksana medis yang mampu mengurai sumbatan atau plak aterosklerosis di pembuluh darah. Plak ini terbentuk dari tumpukan kolesterol di dinding pembuluh darah yang menebal perlahan, kemudian mengeras. Kondisi itu menyebabkan pembuluh darah menyempit dan aliran darah terganggu.
Plak yang menebal dipercaya bersifat irreversible atau tidak dapat dipulihkan. Obat-obat anti-kolesterol saat ini hanya menghambat penebalan plak.
Tindakan percutaneous coronary intervention (PCI) pun dibutuhkan. PCI adalah intervensi nonbedah yang menggunakan kateter untuk melebarkan atau membuka pembuluh darah koroner dengan stent (Kompas.id,2/12/2022).
Adapun stent dapat dipasang jika dua syarat terpenuhi. Pertama, derajat sumbatan di pembuluh darah koroner di atas 50 persen. Kedua, pembuluh darah yang tersumbat adalah pembuluh besar karena diameter terkecil stent adalah dua milimeter.
Intervensi ini penting untuk mencegah perburukan penyakit jantung. Namun, beberapa tahun terakhir beredar hoaks bahwa plak di pembuluh darah koroner bisa diatasi tanpa stent. Salah satu hoaks menyebut suatu rumah sakit di Jakarta mempraktikkan penyedotan plak di vena atau saluran darah ke jantung.
Hoaks itu juga menekankan bahwa penyempitan pembuluh darah tidak selalu diatasi dengan pemasangan stent. Ada pula hoaks bahwa cuka apel, lemon, dan bawang putih dapat menghancurkan plak.
Menurut Utojo, hoaks tersebut dapat memengaruhi keputusan pasien untuk mengobati penyakit. Sebagian pasien akhirnya mencoba pengobatan alternatif dan baru ke dokter saat penyakitnya bertambah parah. ”Kadang ada yang datang terlambat, sudah komplikasi, jantungnya sudah bengkak, dan (dadanya) sesak. Ini juga pengaruhi tingkat kesembuhan,” ucap Utojo.
Sebagian pasien akhirnya mencoba pengobatan alternatif dan baru ke dokter saat penyakitnya bertambah parah.
Informasi yang benar soal penyakit jantung dan pemasangan stent penting karena penyakit jantung banyak diderita penduduk Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat setidaknya 15 dari 1.000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung. Angka ini setara 2,7 juta orang. Adapun penyakit kardiovaskular tercatat sebagai penyebab kematian nomor satu di dunia.
Kematian akibat penyakit jantung dapat dicegah dengan deteksi dini. Selain melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, publik juga perlu mendeteksi faktor risiko penyakit jantung. Ada beberapa faktor risiko penyakit tersebut, yaitu diabetes melitus, tekanan darah tinggi, kebiasaan merokok, kolesterol, dan kegemukan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti sebelumnya mengatakan, pengendalian penyakit jantung di Indonesia dilakukan melalui penguatan layanan primer melalui edukasi masyarakat. Selain itu, pencegahan primer, sekunder, serta kapasitas layanan primer ditingkatkan. Edukasi penduduk, antara lain, tentang pentingnya olahraga, makan makanan bergizi, tidak merokok, skrining penyakit, dan patuh berobat.
”Pada pencegahan sekunder dilakukan skrining 14 penyakit penyebab kematian tertinggi di tiap sasaran usia, skrining stunting dan peningkatan ANC (antenatal care/layanan pemeriksaan kehamilan) untuk kesehatan ibu dan bayi,” kata Eva melalui keterangan tertulis.
Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Sukman Tulus putra mengatakan, penyakit jantung umumnya ditemukan pada orang tua. Namun, manifestasi penyakit ini terjadi sejak usia dewasa dan lanjut sebelum usia 60 tahun.
Adapun penumpukan plak di pembuluh darah bisa terjadi sejak usia dini, termasuk saat anak dan remaja. Deteksi penyakit jantung pun dapat dilakukan sejak usia anak dan remaja (Kompas.id, 12/7/2022).