Kendaraan listrik dianggap salah satu alternatif untuk mengurangi emisi karbon. Berbagai upaya untuk mendorong peralihan menuju adopsi kendaraan listrik dilakukan pemerintah, salah satunya insentif fiskal.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hampir separuh dari total emisi karbon dioksida dihasilkan dari kendaraan bermotor berbahan bakar fosil. Kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau KBLBB dapat menjadi salah satu alternatif untuk menurunkan emisi karbon dioksida.
Jumlah kendaraan bermotor terus bertambah setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah sekitar 7 persen selama periode 2018 hingga 2020. Dari total 136 juta unit kendaraan bermotor pada tahun 2020, sekitar 84 persen di antaranya merupakan sepeda motor.
Selain menyumbang kemacetan di kota-kota besar, keberadaan sepeda motor berbahan bakar fosil turut menyumbang beban emisi karbon dioksida. Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin menyampaikan, emisi yang dihasilkan itu bisa mencapai 104,2 juta ton per tahun dari keseluruhan emisi sebesar 259 juta ton per tahun.
Oleh sebab itu, masyarakat sebaiknya mulai beralih menggunakan kendaraan yang rendah emisi, seperti KBLBB. ”Namun, harga kepemilikan kendaraan listrik per kilometernya masih lebih mahal ketimbang kendaraan bermotor konvensional,” kata Ahmad dalam diskusi bertajuk ”Welcome Subsidi Motor Listrik”, di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Jika dirata-rata, biaya operasional kendaraan konvensional berbahan bakar fosil selama 10 tahun adalah Rp 2.941 per kilometer. Adapun biaya KBLBB Rp 5.301 per kilometer.
Untuk mengatasi hal itu, pemerintah membuat program insentif fiskal yang merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Kebijakan tersebut berupa subsidi pembelian KBLBB sebesar Rp 7 juta per unit yang mulai berlaku pada 20 Maret 2023.
”Jika program pemberian insentif berjalan dengan lancar dan adopsi massal terjadi, industri KBLBB di dalam negeri akan terbentuk dan harga produknya akan lebih terjangkau ke depannya,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan resmi Kementerian Perindustrian, Senin (6/3/2023).
Begitu kita adopsi 1,2 juta unit sepeda motor listrik dengan program insentif fiskal sebesar Rp 7,8 triliun, maka terdapat 1,23 juta ton emisi karbon dioksida yang dapat terpotong setiap tahunnya.
Selama satu tahun, bantuan subsidi itu akan disalurkan untuk pembelian 200.000 unit sepeda motor listrik baru dan 50.000 unit konversi sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik. Pemerintah menargetkan, pada tahun 2024, adopsi penggunaan sepeda motor listrik dapat mencapai 1,2 juta unit dan mobil listrik 750.000 unit.
”Begitu kita adopsi 1,2 juta unit sepeda motor listrik dengan program insentif fiskal sebesar Rp 7,8 triliun, maka terdapat 1,23 juta ton emisi karbon dioksida yang dapat terpotong setiap tahunnya,” imbuh Ahmad.
Subsidi kendaraan listrik, kata Ahmad, merupakan satu langkah maju dari pemerintah. Namun, kebijakan tersebut sebaiknya diimbangi dengan regulasi lainnya, yakni pemberlakuan cukai karbon.
Menurut Ahmad, cukai karbon diterapkan dengan prinsip reward and punishment. Artinya, kendaraan bermotor yang sesuai dengan standar ketentuan emisi karbon akan diberi insentif atau disubsidi. Sebaliknya, kendaraan emisi karbonnya berada di atas batas wajar harus dikenai penalti berupa cukai.
”Katakanlah, kendaraan bermotor yang boleh beroperasi di Indonesia adalah kendaraan yang karbonnya maksimum 118 gram per kilometer. Jika ada kendaraan karbonnya berada di angka 200 gram per kilometer, maka akan dikenai cukai,” ujar Ahmad.
Kebijakan tersebut menjadi terobosan dalam subsidi silang dari cukai kendaraan bermotor yang tidak sesuai ketentuan pada kendaraan bermotor yang sesuai ketentuan. Dengan demikian, harga jual kendaraan yang rendah emisi tidak dapat dijual dengan harga yang terjangkau.
Ketentuan kendaraan rendah emisi itu, lanjut Ahmad, tidak terbatas pada kendaraan listrik. Semua kendaraan yang rendah emisi, baik yang berbahan bakar gas, biofuel, biosolar, maupun kendaraan listrik hibrida, juga berhak mendapat insentif selama seusai dengan ketentuan emisi.
Walakin, KPBB menyarankan masyarakat untuk melakukan mobilitas dengan berjalan kaki, bersepeda, dan menggunakan angkutan umum massal. Sementara kendaraan listrik pribadi hanya digunakan dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti tempat yang tidak mudah terjangkau.