Janji pengangkatan satu juta guru ASN PPPK, utamanya untuk menuntaskan guru honorer, penuh karut-marut. Guru merasa dicederai dengan janji manis, tetapi realitasnya sering membuat mereka kecewa.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suasana kebatinan para guru untuk ikut memenuhi target pemenuhan 1 juta guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK terus tercederai. Para guru honorer, utamanya yang sudah lulus nilai ambang batas atau passing grade yang masuk prioritas 1 dan guru lainnya yang masuk prioritas 2, 3, dan 4, merasa digantung nasibnya, diberi harapan palsu, hingga terkesan ditelantarkan.
Oleh karena itu, pengumuman kelulusan guru ASN PPPK tahap 3 pada 10 Maret 2023 diminta dapat mengumumkan penempatan ataupun optimalisasi secara berkeadilan dengan mengakomodasi semua pelamar yang memenuhi syarat. ”Jangan sampai suasana kebatinan para guru tercederai untuk kesekian kalinya dalam rekrutmen satu juta guru yang memang dibutuhkan untuk mengajar di sekolah-sekolah negeri,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi di Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Sejumlah organisasi guru terus mengawal dan mengkritisi perekrutan guru ASN PPPK yang karut-marut tiap tahunnya sejak 2021. Yang terbaru, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani atas nama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengeluarkan surat pengumuman Nomor 1199/B/GT.00.08/2023 tentang Pembatalan Penempatan Pelamar Prioritas 1 (P1) pada Seleksi Guru ASN-PPPK Tahun 2023. Akibatnya, sebanyak 3.043 guru P1 yang awalnya dinyatakan memenuhi syarat untuk mendapatkan penempatan tiba-tiba dibatalkan. Hingga saat ini belum ada penjelasan secara resmi dari Kemendikbudristek ataupun Panitia Seleksi Nasional (Panselnas).
Sesuai dengan ketentuan, para guru P1 telah dinyatakan lulus passing grade dan sudah dinyatakan lulus seleksi administrasi pada saat akan mengikuti ujian melalui sistem seleksi calon aparatur sipil negara (SSCASN) 2021/2022. Berdasarkan janji dari pemerintah, mereka yang lulus nilai ambang batas (PG) akan langsung mendapatkan penempatan. Informasi tersebut juga sudah dimuat dalam SSCASN di akun mereka masing-masing.
”Setelah mendengar aspirasi seribu guru yang hadir dalam Forum Aspirasi Guru Indonesia yang digagas oleh PB PGRI, Selasa, 7 Maret 2023, kami menilai pembatalan penempatan 3.043 guru P1 ASN PPPK yang hanya tinggal menunggu pengumuman sebagai bentuk ketidakprofesionalan dari kementerian penyelenggara dan Panitia Seleksi Nasional,” kata Unifah.
Unifah mendesak Dirjen GTK atas nama Mendikbudristek dan kementerian terkait untuk turun langsung memberikan penjelasan secara terbuka, resmi, detail, lengkap, dialogis, dan solutif mengenai alasan di balik pembatalan penempatan 3.043 guru pelamar P1. Argumentasi yang disampaikan Panselnas bahwa verifikasi dan validasi untuk memetakan data guru yang meninggal, pensiun, alih profesi, data pokok pendidikan (dapodik) tidak aktif, atau alasan lainnya justru merugikan para guru terdampak.
”Sebab, tanpa informasi atau alasan yang jelas, para guru itu tiba-tiba dibatalkan penempatannya. Proses sanggah yang ada ternyata bukan sanggah oleh guru yang bersangkutan, melainkan diterjemahkan sebagai verifikasi dan validasi internal oleh penyelenggara,” kata Unifah.
Sekretaris Jenderal PB PGRI Ali H Arahim meminta Kemendikbudristek melalui Dirjen GTK dan kementerian terkait agar mengirimkan pemberitahuan melalui akun SSCASN setiap guru dengan memberikan penjelasan kriteria atau poin apa saja yang belum terpenuhi sehingga menyebabkan status penempatan mereka dibatalkan. Lalu, membuka kembali masa sanggah dan mengadakan pemberkasan ulang bagi 3.043 guru pelamar P1 untuk bisa membuktikan kesesuaian persyaratan yang dimiliki.
”Apabila 3.043 guru pelamar P1 tetap dibatalkan penempatannya, para guru sejumlah yang dibatalkan wajib diangkat dan mendapatkan prioritas untuk mengisi formasi guru PPPK di tahun berikutnya tanpa syarat administratif apa pun,” ujar Ali.
Indonesia kekurangan sampai 1,3 juta guru ASN sampai 2024. Tapi, pemerintah terkesan setengah hati melakukan perekrutan.
Selain itu, PGRI mendesak kementerian penyelenggara dan Panselnas agar segera menuntaskan persoalan guru honorer melalui pengangkatan 65.954 guru P1 sebagai ASN PPPK di tahun 2023 ini dan mendorong pembukaan formasi guru seluas-luasnya oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Target perekrutan satu juta guru PPPK seharusnya dapat dipenuhi pada 2024.
Masa kontrak
Secara terpisah, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Feriyansyah meminta pemerintah tegas soal masa kontrak guru ASN PPPK. Meskipun rata-rata kontrak guru lima tahun, ada daerah yang menetapkan kontrak dua tahun, bahkan satu tahun.
Di DKI Jakarta, para guru PPPK diberikan surat keputusan oleh Badan Kepegawaian Daerah dan Pemprov DKI Jakarta dengan usia perjanjian kerja atau kontrak hanya satu tahun. ”Kami heran, kok, kontrak guru PPPK di DKI Jakarta hanya satu tahun? Apa tidak punya anggaran? Daerah yang APBD-nya jauh di bawah DKI saja berani memberikan kontrak lima tahun. Ini memalukan sekaligus memilukan bagi profesi guru ASN,” ujar Feriyansyah.
Feriyansyah melanjutkan, dalam data yang dihimpun oleh P2G secara nasional menunjukan, di sejumlah daerah rata-rata pemda memberikan kontrak perjanjian kerja selama lima tahun, di antaranya Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Barat, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, dan Sulawesi Utara. Adapun Aceh, Blitar, dan Bulukumba, kontrak selama dua tahun.
Berkaitan dengan masa kontrak hanya satu tahun, ini dinilai akan sangat berdampak buruk bagi pengembangan profesionalisme guru. Sebab, guru itu suatu profesi, bukan suatu pekerjaan yang umum. Perekrutan guru tidak hanya tentang kewajiban, tetapi juga terkait hak mengembangkan diri dan karier sebagai guru. Jika kontrak hanya setahun, pastinya akan menjadi penghalang guru PPPK mengembangkan profesionalismenya.
”Karier dan masa depan guru PPPK yang makin tidak jelas menunjukkan pemerintah pusat dan daerah belum serius dalam mengurus guru. Tata kelola guru PPPK selama tiga tahun terakhir selalu berakhir nestapa. Kami berkesimpulan PPPK yang model begini bukan solusi bagi kesejahteraan guru,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim.
Indonesia kekurangan sampai 1,3 juta guru ASN sampai 2024. Tapi, pemerintah terkesan setengah hati melakukan perekrutan. Terbukti rendahnya capaian penerimaan guru PPPK yang baru sampai sekitar 300.000-an sejak 2021 sampai 2023 ini. Padahal, keberadaan guru merupakan kebutuhan untuk membangun peradaban bangsa. Karena itu, pemenuhan kebutuhan guru merupakan prioritas utama.
”Jangan sampai janji menyiapkan SDM Unggul dan berkualitas hanya jadi pemanis kampanye belaka, yang tidak direalisasikan dalam kebijakan nyata,” kata Satriwan.