Sejak mulai didiskusikan akhir tahun lalu, perkembangan RPP tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove sudah cukup signifikan. Saat ini, RPP telah berada di Sekretariat Negara untuk ditinjau.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mematangkan sejumlah substansi yang akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove atau RPP PPEM. Sejak mulai didiskusikan tahun lalu, perkembangan aturan ini sudah cukup signifikan dengan pembahasan telah dibawa di tingkat Sekretariat Negara.
Kepala Kelompok Kerja Kerj Sama, Hukum, dan Humas Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Didy Wurjanto menyampaikan, saat ini proses perkembangan penyusunan RPP PPEM telah berada di Sekretariat Negara yang berkoordinasi dengan Biro Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
”Permohonan izin RPP ini dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Presiden.Namun, materi masih secara teratur dikoordinasikan oleh BRGM bersama para ahli hukum dan ahli rehabilitasi mangrove,” ujarnya ketika dihubungi, Selasa (7/3/2023).
Penyusunan RPP ini bertujuan untuk memadukan pengelolaan mangrove antarpemangku kepentingan dan mengatasi persoalan sekaligus meningkatkan tata kelola mangrove yang masih tumpang tindih.
Didy menjelaskan, salah satu fokus BRGM yaitu menyusun sejumlah substansi yang nantinya dituangkan dalam RPP ini. Inti dari substansi tersebut ialah mengatur agar mangrove eksisting dan yang ditanam dalam upaya rehabilitasi di kawasan hutan maupun luar kawasan hutan bisa terjaga serta terkelola secara berkelanjutan.
Secara keseluruhan, terdapat tujuh ruang lingkup yang diatur dalam RPP PPEM. Ruang lingkup tersebut mencakup aspek perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, sanksi administrasi, dan peran serta masyarakat.
Khusus dalam aspek pengendalian juga terdapat upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan mangrove. Agar sesuai dengan ketentuan, tiga upaya tersebut didukung dengan kriteria baku kerusakan dan skema penerapan di kawasan lindung ataupun budidaya.
”Dalam RPP ini tidak mencantumkan luasan target rehabilitasi mangrove. Sebab, RPP ini fokus mengatur bagaimana perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove,” kata Didy.
Sejak tahun lalu, BRGM dan pihak terkait lainnya sudah beberapa kali melakukan pertemuan dan diskusi untuk membahas substansi RPP Mangrove. Selain para ahli, pertemuan juga melibatkan pihak, seperti KLHK; Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; serta Kementerian Dalam Negeri.
Didy mengatakan, ke depan, kemungkinan besar pertemuan dengan sejumlah pihak untuk mematangkan substansi RPP masih akan dilakukan. Hal ini juga bergantung pada peninjauan dari tim penyusun RPP. Tim akan meminta masukan ke ahli lainnya bila perencanaan dalam pasal-pasal tersebut masih memiliki kekurangan.
Penyusunan RPP ini bertujuan untuk memadukan pengelolaan mangrove antarpemangku kepentingandan mengatasi persoalan sekaligus meningkatkan tata kelola mangrove yang masih tumpang tindih.Mangrove yang terkelola dengan baik juga dapat mengatasi persoalan lingkungan, sosial, hingga ekonomi masyarakat.
Selain itu, pengelolaan mangrove yang terintegrasi dan komprhensif dalam RPP ini juga dapat semakin memperkuat peran Indonesia di mata dunia dalam pengendalian atau mitigasi perubahan iklim. Sebab, mangrove merupakan ekosistem dengan kemampuan menyerap dan menyimpan karbon hingga jutaan tahun melebihi hutan tropis di daratan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto dalam acara sosialisasi subnasional Indonesia FOLU Net Sink 2030 pekan lalu mengatakan, pengelolaan mangrove dapat dielaborasi dengan rencana operasional penyerapan karbon bersih 2030. Hal ini dapat menjadi salah satu nilai tambah bagi Indonesia mengingat mangrove diperhitungkan di dalam dokumen kontribusi nasional penurunan emisi (NDC).
”Potensi karbon biru yang cukup tinggi pada mangrove meliputi above ground biomass, soil mangrove, danbelow ground biomass yang harapannya bisa didalami lebih lanjut. Ini menjadi sangat potensial karena luas mangrove Indonesia termasuk terbesar di dunia yakni 3,36 juta hektar,” tuturnya.