RPP Mangrove Masih Disusun, Masukan Berbagai Pihak Dibutuhkan
Kerusakan ekosistem mangrove semakin masif. Payung hukum lebih kuat dibutuhkan untuk menjamin perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan draf Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove hingga kini masih terus berlangsung dengan menampung berbagai aspirasi. Di sisi lain, kerusakan mangrove masih terus terjadi. Keberadaan payung hukum perlindungan mangrove diharapkan dapat menjamin keberlanjutan ekosistem di pesisir tersebut.
Deputi Perencanaan dan Evaluasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Satyawan Pudyatmoko menjelaskan, persoalan pengelolaan mangrove hampir serupa dengan gambut, yakni melibatkan tanggung jawab dari banyak pihak. Dengan demikian, jika Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (RPP PPEM) sudah disahkan, pengelolaannya bisa melibatkan antarpemangku kepentingan.
Satyawan menyebut, telah dilakukan lima pertemuan dengan pihak-pihak terkait untuk semakin mematangkan substansi RPP PPEM. Meski begitu, ia tidak memastikan target waktu regulasi tersebut dapat disahkan.
”Kami masih melakukan konsultasi publik dengan berbagai pihak. Proses diskusi RPP PPEM akan terus berjalan dengan menerima aspirasi berbagai pihak agar hasilnya dapat berkeadilan pada pengelolaan ekosistem mangrove ini,” ujarnya saat diskusi dengan sejumlah pihak terkait penyusunan RPP PPEM melalui daring, Rabu (25/1/2023).
Ia menjelaskan, data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2021 menunjukkan, habitat hutan mangrove yang rusak mencapai 756.183 hektar mangrove dari total 3,3 juta hektar mangrove di Indonesia. Padahal, hutan mangrove merupakan ekosistem esensial penyangga kehidupan semua makhluk hidup yang tinggal di sekitarnya.
Pengelolaan mangrove ini agar tidak hanya secara sektoral, tetapi juga lintas sektoral.
”Pengaturan ekosistem mangrove melalui kebijakan yang tepat diperlukan agar kawasan mangrove dapat bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lain,” ucap Satyawan.
Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Inge Retnowati menambahkan, urgensi penyusunan RPP PPEM diperlukan sebagai dasar hukum perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove sehingga menjadi lintas sektor, wilayah, dan pemangku kepentingan. Selain itu, regulasi tersebut juga digunakan untuk memberikan kepastian hukum atas ekosistem mangrove.
”Pengelolaan mangrove ini bertujuan tidak hanya secara sektoral, tetapi juga agar lintas sektoral,” katanya.
Inge memaparkan, terdapat beberapa ruang lingkup dalam RPP PPEM, yakni perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, sanksi administrasi, dan peran masyarakat.
Dalam pemanfaatan kawasan mangrove diatur mengenai fungsi lindung dan fungsi budidaya mangrove. Menurut Inge, kawasan mangrove ini sudah sepatutnya dikembalikan ke fungsi lindung. Sementara kawasan mangrove yang berada di area penggunaan lain bisa dipertahankan dengan syarat-syarat yang mengedepankan fungsi lindung.
Pengelolaan mangrove di area penggunaan lain juga mencakup area yang masuk peruntukan permukiman. Lalu, dalam pengendalian akan diatur tentang pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan kerusakan mangrove.
Khusus terkait dengan ruang lingkup pengawasan, kewenangan tersebut diserahkan kepada menteri, gubernur, dan bupati/wali kota atau melalui pendelegasian wewenang. Sementara pada sanksi administrasi, implementasinya akan disesuaikan kembali dengan regulasi pemerintah yang ditentukan oleh otonomi pemerintah daerah masing-masing.