Gogor mengeksplorasi teknik melukis dengan melipat kanvas yang menghasilkan efek visual tak terduga. Pengalaman masa kecil dan kesembuhan dari Covid-19 menjadi inspirasinya dalam pameran bertajuk "Tanda Pada Lipatan".
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Setiap hal dalam kehidupan memiliki dua sisi yang ditengahi oleh garis semetris. Namun, kedua sisi tersebut tidak selalu membentuk hal yang serupa.
Situasi pandemi Covid-19 juga membuat manusia diapit situasi pelik, merenungi kehidupan lalu memulai kenormalan baru dengan tetap mempertahankan esensi sebelumnya. Pemikiran ini dituangkan Gogor Purwoko dalam pameran tunggal lukisan abstraknya yang bertajuk "Tanda Pada Lipatan" di Galeri Nasional, Jakarta, 2-14 Maret 2023.
Gogor mencoba mengeksplorasi teknik melukis dengan lukisan abstrak geometris yang dilipat secara simetris lalu menghasilkan efek visual jiplakkan yang tak terduga. Total ada 20 karya yang terdiri dari lukisan di media kanvas dengan teknik yang berbeda-beda. Belasan karya tersebut dibagi Gogor dalam tiga ruang dengan spirit yang sama.
Ruang pertama untuk lukisan abstrak di kanvas yang merupakan karya hasil workshop dan performance Gogor. Ini merupakan ide awal yang mengantarkan Gogor untuk menggagas pameran. Salah satu karya yang mencolok perhatian adalah lukisan abstrak di atas kanvas besar memanjang yang berjudul "Sejatining Isi".
Saat proses kreatifnya, Gogor membentangkan kanvas seluas 145x700 sentimeter itu lalu menumpahkan cat berwarna oranye, kuning, coklat, hijau, dan merah secara abstrak di salah satu sisi. Setelah itu dia melipatnya menjadi empat bagian. Dua pasang lipatan itu kemudian menghasilkan karya yang menimbulkan elemen kejutan.
Elemen kejutan itu direfleksikan Gogor sebagai bentuk realitas kehidupan yang menggambarkan hal-hal tak terduga atau abstrak yang akan terjadi setelah pandemi Covid-19. Permenungan itu didapatkannya setelah berhasil sembuh dari Covid-19 varian delta, dia bersyukur bisa sembuh dan kembali mengalami realitas.
Audiens diajak merasakan elemen ketidakterdugaan dari eksperimen dan keresahan Gogor yang khas saat melipat kanvas berlumur cat untuk kemudian dibuka dan menghasilkan sebuah kejutan.
"Tanda dalam lipatan ini adalah bentuk penyampaian bahwa kita sudah luput dari 'lipatan' pandemi dan melanjutkan kehidupan. Efek dari lipatan ini merupakan kejutan atas apa yang terjadi setelah pandemi," kata Gogor di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Di ruang kedua, Gogor menampilkan karya yang terinspirasi dari wayang kulit dengan pendekatan abstrak geometris berdasarkan pengalaman spiritual dan budaya. Dia membagi dua kanvas yang dibentuk dari penggalan wayang seperti gelung dan sumping. Dua kanvas itu dilukis serupa tapi tak sama dengan bentuk-bentuk garis, lengkung, bulat, dan oval, serta bentuk terompet yang saling tumpang tindih.
Kehidupan pelukis otodidak asal Lumajang, Jawa Timur berlatar pendidikan teknik sipil ini tumbuh di lingkungan yang sering menggelar acara wayang kulit. Ketika dewasa ia menjadi anggota paduan suara gereja dan pernah memainkan instrumen terompet. Pengalaman itulah yang membuat karya seninya menjadi memorabilia bagi Gogor.
"Saya mengingat masa kecil kita bermain, tetapi pada tahap tertentu saya melihat manusia, flora, dan fauna itu simetris. Seperti daun, tubuh kita, atau wajah belalang itu simetris. Atau garis tangan itu sebenarnya beda walaupun simetris dan sepasang. Jadi membangun memori kita tentang benda-benda di sekitar dan kesemestaan kita," ucapnya
Sementara di ruang ketiga, Gogor memajang karya dengan tema "Jiwa dan Kebutuhan". Terdapat lukisan wajah dirinya yang diciptakan dengan berbagai karakter, mulai dari bentuk realis, ekspresionis, hingga abstrak.
Elemen kejutan itu direfleksikan Gogor sebagai bentuk realitas kehidupan yang menggambarkan hal-hal tak terduga atau abstrak yang akan terjadi setelah pandemi Covid-19.
Karya seni Gogor juga didominasi oleh bentuk lingkaran. Menurut dia, lingkaran dimaknai sebagai perjalanan hidup yang berulang seperti rutinitas sehari-hari dari pagi bertemu pagi, dari rumah kembali ke rumah, dan sebagainya. Pola kehidupan yang terus berulang ini akan membawa manusia kembali ke titik yang sama, seperti lingkaran.
"Tanpa sadar itu rutin kita lakukan. Artinya ada kecenderungan rutinitas yang bagi kita sulit untuk berubah, tanpa sadar kita ada di garis lingkaran itu. Nah ini juga terjadi pada karya yang sifatnya spontan seperti ini," ucapnya.
Kurator Citra Smara Dewi menilai konsep lipatan yang diusung Gogor menjadi tema yang menarik karena menghasilkan karya yang sangat tidak terduga dengan percampuran bentuk, warna, dan tekstur. Pameran ini bersifat terbuka, Citra membuka ruang diskusi yang besar bagi Gogor untuk menjelaskan karyanya kepada kurator.
"Ini menarik sebagai sebuah pameran karena di sanalah tercipta sebuah sinergitas bahwa karya seni itu bukan melulu merupakan pemikiran seorang kurator. Ada eksperimen kreatif antara kurator dan seniman yang bekerjasama," ucap Citra.
Menurut Citra, lukisan lipatan Gogor diciptakan dengan sangat spontan, ekspresif, dinamis, sekaligus puitis. Percampuran warna dan bentuk hasil lipatan membuat sensasi, komposisi, dan gradasi ruang yang menawan. Gogor seakan membiarkan warna dan bentuk itu bercampur liar, saling berbenturan, dan bertumpuk sehingga menghasilkan karya yang harmonis.
Pelaksana tugas Kepala Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ahmad Mahendra mengapresiasi karya Gogor Purwoko. Pameran ini dianggap sebagai momentum Gogor untuk mengukuhkan eksistensi sebagai salah satu perupa bergaya abstrak di Indonesia.