Sesar Matano Berpotensi Jadi Sumber Gempa Besar Berikutnya
Sesar geser Matano sepanjang sekitar 190 kilometer dan memotong Danau Matano di Sulawesi Selatan berpotensi menjadi sumber gempa besar berikutnya.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sesar geser Matano sepanjang sekitar 190 kilometer dan memotong Danau Matano di Sulawesi Selatan berpotensi menjadi sumber gempa besar berikutnya. Gempa M 7,4 terakhir terjadi di jalur patahan ini sekitar 200 tahun lalu, melebihi interval perulangan terpendek, sehingga gempa bumi berikutnya dinilai sudah jatuh tempo.
Kondisi geologi sesar Matano ini dilaporkan dalam kajian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Tectonophysics edisi Februari 2023. Kajian ditulis oleh para peneliti geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yaitu Adi Patria, Denny Hilman Natawidjaya, Mudrik Rahmawan Daryono, Muhammad Hanif, dan Anggraini Rizkita Puji. Hiroyuki Tsutsumi dari Doshisha University, Jepang, juga turut menulis kajian ini.
Patahan Matano telah lama diketahui sebagai sesar aktif di Pulau Sulawesi dan masih merupakan keberlanjutan dari sesar Palu-Koro, yang pada 2018 memicu gempa bumi M 7,4 diikuti tsunami dan likuefaksi. Peta Sumber Gempa Bumi Nasional tahun 2017 telah menyebutkan bahwa patahan Matano berpotensi memicu gempa besar. Meski demikian, selama dua abad terakhir tidak terjadi gempa besar di zona ini.
Hasil riset tersebut menjadi peringatan untuk mewaspadai ancaman ke depan dari jalur patahan Matano, yang selama ini relatif sepi dari gempa.
Dalam kajian ini, para peneliti melakukan pemetaan patahan menggunakan data citra satelit dan inspeksi lapangan. Selain itu, dilakukan analisis paleoseismik guna mengetahui gempa besar terakhir yang pernah terjadi di jalur sesar ini.
Penelitian ini menyajikan hasil penyelidikan geomorfik dan paleoseismik tektonik pada bagian paling timur sepanjang 30 kilometer (km) dari sesar Matano. ”Kami mengidentifikasi empat geometris segmen patahan, mendokumentasikan lima kejadian patahan permukaan, dan menghitung pecahnya permukaan interval perulangan gempa 200-470 tahun dan slip rate 21 ± 9 milimeter per tahun,” sebut Adi Patria dan tim.
Berdasarkan penyelidikan paleoseismik dari segmen Geresa di patahan Matano, tim peneliti menemukan lima gempa bumi yang pernah terjadi di masa lalu, tiga di antaranya terjadi dalam milenium terakhir. Gempa terakhir dari patahan permukaan ini diperkirakan terjadi antara 1432 dan 1817 dengan kekuatan mencapai M 7,4 ± 0,3 dan panjang retakan sekitar 110 km. Interval perulangan rata-rata dari pecahnya permukaan di jalur patahan gempa bumi ini dihitung pada 200-470 tahun dan slip rate diperkirakan sebesar 21 ± 9 mm per tahun.
”Setidaknya 200 tahun telah berlalu sejak peristiwa gempa (besar) terakhir, melebihi interval perulangan terpendek. Dengan demikian, gempa bumi pecah berikutnya sudah jatuh tempo untuk bagian timur sesar Matano,” sebut Adi Patria dan tim.
Para peneliti mengkhawatirkan, gempa besar berikutnya akan berdampak besar terhadap kawasan sekitar Teluk Kolono. Kawasan ini sekarang telah dikembangkan sebagai kawasan industri feronikel serta terdapat smelter, pelabuhan laut, dan pembangkit listrik.
Secara terpisah, laporan arkeologi oleh Shinatria Adhityatama dan tim di jurnal Archeological Research in Asia (2022) mengungkapkan keberadaan permukiman pandai besi di situs Pulau Ampat di sekitar Danau Matano pada abad ke-8. Permukiman tersebut kini telah terendam 3-5 meter di bawah garis air. Dalam kajian ini, Adhityatama menduga gempa bumi besar mungkin menjadi penyebab hilangnya permukiman ini.
Kepala Pusat Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, yang tidak terlibat dalam kajian, Rabu (1/3/2023), mengapresiasi temuan ini. Hasil riset tersebut menjadi peringatan untuk mewaspadai ancaman ke depan dari jalur patahan Matano, yang selama ini relatif sepi dari gempa.
”Segmen Matano dan Pamsoa adalah Segmen Sesar Aktif Matano dengan mekanisme pergerakan mendatar mengiri (sinistral strike-slip) dengan laju pergeseran sesar 7 milimeter per tahun,” kata Daryono.
Menurut Daryono, BMKG mencatat bahwa gempa yang dipicu sesar ini di kawasan Sorowako paling kuat terakhir terjadi pada 15 Februari 2011 dengan kekuatan mencapai M 6,1. ”Gempa berpusat di Segmen Pamsoa, tepatnya sebelah timur laut Danau Matano, dengan kedalaman hiposenter dangkal 14,7 kilometer,” katanya.
Dampak gempa sembilan tahun lalu itu guncangannya mencapai skala intensitas V-VI MMI hingga menyebabkan beberapa rumah mengalami kerusakan ringan di Sorowako dan sekitarnya.