Arkeolog Ungkap Pusat Pandai Besi Tertua yang Tenggelam di Danau Matano
›
Arkeolog Ungkap Pusat Pandai...
Iklan
Arkeolog Ungkap Pusat Pandai Besi Tertua yang Tenggelam di Danau Matano
Berdasarkan penelitian arkeologi, kawasan Danau Matano merupakan pusat industri besi yang sangat terkenal pada masa lalu. Pusat industri besi yang ada sejak abad ke-8 Masehi ini tenggelam akibat gempa besar.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil penelitian arkeologi di Danau Matano, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa Matano telah menjadi pusat industri logam besi sejak abad ke-8 Masehi. Kerajaan Matano sebagai pengelola kawasan Danau Matano pada masa lalu merupakan salah satu pusat pandai besi terbaik di Nusantara, bahkan Asia Tenggara.
Danau Matano merupakan danau terdalam kesepuluh di dunia dan danau paling dalam di Asia Tenggara serta Indonesia dengan kedalaman mencapai 590 meter. Danau ini merupakan danau tektonik purba yang terbentuk dari aktivitas pergerakan lempeng pada masa akhir Pliosen sekitar 2-4 juta tahun yang lalu.
Di kawasan Danau Matano inilah para peneliti berupaya mengungkap cerita-cerita masa lalu yang sering menyebut kemegahan pamor besi Luwu. Besi terkenal dari Sulawesi yang disebut besi Luwu bahkan tertulis dalam Kitab Negarakertagama.
Besi terkenal dari Sulawesi yang disebut besi Luwu bahkan tertulis dalam Kitab Negarakertagama.
Meski kebesarannya disebut dalam Negarakertagama, peradaban pandai besi Matano seolah tidak terdengar lagi sejak pertengahan abad ke-20. Kini, daerah itu telah berubah menjadi pusat industri besi nikel yang modern dan kisah tentang kemahiran menciptakan artefak besi sudah hilang dari ingatan masyarakat setempat.
Karena itulah, para peneliti mencoba mengungkap kebenaran cerita-cerita lisan dan tertulis itu dengan melakukan observasi, survei, dan ekskavasi, baik menggunakan metode arkeologi maupun geologi, di sekitar Danau Matano.
Pada penelitian 2016 dan 2018, para peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) berhasil menemukan hasil budaya besi di Danau Matano berupa mata tombak, parang, pisau, hingga kapak di beberapa di situs arkeologi, baik yang berada di bawah air maupun di daratan. Selain itu, ditemukan pula sisa aktivitas peleburan besi dan produksi besi, seperti slag besi, tembikar pelebur, pipa tungku, dan serpih batu sebagai pemantik api.
Terakhir, pada 1 Juli-4 Agustus 2019, Puslit Arkenas kembali menggelar penelitian ”Eksplorasi Potensi Arkeologi Maritim di Danau Matano” yang dipimpin Rr Triwurjani. ”Dari hasil penelitian 2016, 2018, hingga 2019, tidak diragukan lagi bahwa kawasan Danau Matano merupakan pusat industri besi yang sangat terkenal pada masa lalu,” ucapnya akhir pekan lalu di sela-sela Seminar Keluaran Hasil Penelitian Arkeologi Tahun 2019 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Dari hasil penelitian 2016, 2018, hingga 2019, tidak diragukan lagi bahwa Kawasan Danau Matano merupakan pusat industri besi yang sangat terkenal pada masa lalu.
Sejak abad ke-8
Hasil penanggalan melalui metode C14 pada sampel arang dari Situs Pulau Ampat yang berada di bawah air Danau Matano menunjukkan bahwa setidaknya aktivitas peleburan besi dan produksi alat besi telah terjadi sejak abad ke-8 Masehi. Adapun hasil penanggalan pada Situs Raham Pu’u yang berada di daratan Desa Matano diperkirakan masyarakat Matano telah memproduksi besi sejak abad ke-10.
”Jika dikombinasikan dengan hasil penanggalan yang dilakukan oleh Bulbeck dan Caldwell (2000), aktivitas pertambangan, peleburan, dan produksi alat besi (Matano) telah berlangsung setidaknya sejak abad ke-6 hingga abad ke-17 Masehi,” ujarnya.
Bahkan, peneliti Belanda, Van Heekeren, memperkirakan sejarah industri besi di Sulawesi termasuk masyarakat Danau Matano jauh lebih tua. Ia memperkirakan masyarakat di sana telah melebur besi sejak 300 tahun sebelum Masehi.
Fakta menunjukkan bahwa produk-produk besi tua di Matano telah mengandung nikel, padahal di dunia modern teknik pencampuran besi dan nikel baru berkembang di tahun 1960-an.
Hal menarik lain dari tradisi pembuatan besi di Matano adalah tekniknya yang terhitung maju pada zamannya. Fakta menunjukkan bahwa produk-produk besi tua di Matano telah mengandung nikel, padahal di dunia modern teknik pencampuran besi dan nikel baru berkembang di tahun 1960-an.
Tenggelam karena gempa
Peneliti Puslit Arkenas, Shinatria Adhityatama, menambahkan, hilangnya ingatan masyarakat terkait kejayaan Kerajaan Matano sebagai pusat industri besi diperkirakan karena daerah ini tenggelam pada masa lampau akibat bencana alam gempa bumi.
”Survei kami di daerah Onetengka pada kedalaman 15 dan 29 meter ditemukan sebuah patahan tanah yang diduga diakibatkan oleh aktivitas gempa bumi pada masa lalu. Adanya temuan patahan tersebut makin menguatkan bahwa dulu telah terjadi gempa bumi yang cukup besar sehingga menenggelamkan permukiman di pantai Danau Matano,” ucapnya.
Penelitian yang dilakukan bersama para peneliti dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan Sekala ini berhasil menemukan sesar aktif di segmen Pamsoa di wilayah Danau Matano bagian Timur. Penemuan singkapan sesar ini menegaskan pentingnya studi sesar dan keterlibatan berbagai pihak untuk mengantisipasi potensi terjadinya gempa ke depan di daerah tersebut.
Penelitian yang dilakukan bersama para peneliti dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan Sekala ini berhasil menemukan sesar aktif di segmen Pamsoa di wilayah Danau Matano bagian Timur.
Penelitian Eksplorasi Potensi Arkeologi Maritim di Danau Matano merupakan satu dari enam penelitian terbaik Puslit Arkenas yang dipaparkan pekan lalu. Lima penelitian terbaik lainnya adalah penelitian ”Sebaran dan Jejak Hunian Manusia Prasejarah Wallacea di Kawasan Karst Simbang, Maros, Sulawesi Selatan” yang dipimpin Budianto Hakim; penelitian ”Identifikasi Jejak Hunian Prasejarah di Kawasan Danau Sentani Bagian Barat” yang dipimpin Hari Suroto; penelitian ”Bangunan dan Produksi Perkebunan Kina Kabupaten Bandung Barat dan Sekitarnya Abad XIX-XX Masehi” yang dipimpin Lia Nuralia; penelitian ”Gaya Ikonografi Mataram Kuno dan Persebarannya di Jawa, Sumatera, dan Semenanjung Malaysia: Indikasi Aktivitas Kemaritiman Nusantara pada Abad ke-8 hingga 10 Masehi” yang dipimpin Atina Winaya; dan penelitian ”Awal Peradaban Jambi: Interaksi Antara Manusia dengan Lingkungannya dalam Konteks Budaya Prasejarah” yang dipimpin M Ruly Fauzy.