Program-program bantuan sosial perlu diintegrasikan agar hasilnya optimal. Di sisi lain, penyaluran dan pemanfaatan bansos di lapangan mesti diawasi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan kemiskinan dinilai akan optimal jika program bantuan sosial dari berbagai kementerian diintegrasikan. Program bansos juga mesti dirancang untuk merangsang penerima manfaat naik kelas dari prasejahtera menjadi berdaya.
Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial (SODEC) Universitas Gadjah Mada Hempri Suyatna mengatakan, capaian program bansos kerap dilihat dari jumlah penerima manfaat. Sementara itu, jumlah penerima manfaat yang naik kelas kerap tidak terpantau. Padahal, ini merupakan salah satu indikator menilai efektivitas penanganan kemiskinan.
”Indikator ini kadang tidak terpantau, misalnya siapa yang dari (keluarga) prasejahtera menjadi sejahtera? Siapa yang dari usaha mikro ke kecil, kecil ke menengah, lalu menengah jadi besar? Indikator ini agar menjadi acuan pengentasan kemiskinan di nasional dan daerah,” kata Hempri saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (19/2/2023).
Untuk memastikan penerima bansos naik kelas, program bansos mesti dirancang secara berkelanjutan. Kementerian Sosial, misalnya, membantu keluarga prasejahtera maupun kelompok rentan melalui beberapa program seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), atau Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Selanjutnya, penerima bansos diberi pelatihan untuk meningkatkan kapasitas diri agar mereka dapat mandiri dan tidak lagi bergantung pada bansos. Penerima manfaat juga dijadikan peserta program Kartu Prakerja agar dapat mengakses berbagai pelatihan.
Bagi penerima bansos yang berhasil membangun usaha, pemerintah perlu mendukung mereka dengan memberi kemudahan dan perlindungan usaha. Skema bantuan menyeluruh ini diharapkan membuat penerima manfaat dapat berdaya dan keluar dari kemiskinan. Namun, skema ini memerlukan sinergi antar-kementerian.
”Perlu ada sinkronisasi antarpemangku kepentingan. Ini belum efektif karena setiap kementerian punya program sendiri-sendiri. Harmonisasi, integrasi, dan sinkronisasi program-program bansos penting dalam konteks penanggulangan kemiskinan nasional,” ujar Hempri.
Optimistis
Menurut survei Litbang Kompas, sebagian masyarakat optimistis pengentasan kemiskinan bisa diatasi. Survei dilakukan pada 25 Januari-4 Februari 2023 terhadap 1.202 responden di 38 provinsi.
Hasilnya, 67,6 persen responden menilai positif kondisi kesejahteraan sosial di Indonesia pada 2023. Hampir sepertiga responden bahkan menilai kondisi akan membaik. Survei juga menunjukkan bahwa optimisme itu akan semakin kuat bila diikuti perbaikan penyaluran bansos.
Perlu ada sinkronisasi antarpemangku kepentingan. Ini belum efektif karena setiap kementerian punya program sendiri-sendiri. (Hempri Suyatna)
Adapun tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di bidang kesejahteraan sosial pada Januari 2023 sebesar 77,3 persen. Salah satu indikator kepuasan itu adalah pemberian bantuan langsung untuk kesejahteraan masyarakat, seperti bansos dan BLT.
Tingkat kepuasan di indikator itu sebesar 62,7 persen. Angka ini meningkat dibandingkan survei pada Oktober 2022 (55,5 persen), tetapi turun jika dibandingkan survei pada Juni 2022 (64 persen).
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Sosial Romal Sinaga mengatakan, pihaknya terus berupaya memastikan keberhasilan penyaluran bansos. Ia mengatakan, tingkat realisasi dan sukses salur bansos ke masyarakat sebesar 99 persen.
Menurut data Kementerian Sosial saat Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di awal Februari 2023, tingkat sukses salur PKH 100 persen, BPNT 99 persen, BLT minyak goreng 98,7 persen, dan BLT bahan bakar minyak 100 persen.
Data penerima manfaat bansos juga akan diperbarui berkala. Pemutakhiran data penting karena jadi acuan pemberian bansos. Sebelumnya, penyaluran bansos kerap salah sasaran karena masalah data.
”Pada Desember 2020 hingga Desember 2022, kami menidurkan 53 juta data (penerima bansos). Masyarakat juga bisa berpartisipasi mengecek penerima bansos melalui aplikasi Cek Bansos. Publik bisa mengusulkan atau menyanggah jika menemukan penerima bansos yang tidak tepat sasaran,” ujarnya.
Program inklusif
Sebelumnya, anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, program perlindungan sosial mesti dirancang secara inklusif. Sebab, masih banyak kelompok rentan yang belum menerima bansos.
Saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak pada 2022, pemerintah memberi tiga jenis bansos, termasuk bantuan subsidi upah (BSU). Salah satu syarat menerima BSU ialah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal, sebagian masyarakat merupakan pekerja informal yang tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Ada pula pekerja lain yang belum didaftarkan oleh pemberi kerja ke BPJS Ketenagakerjaan. Mereka pun tidak dapat mengakses bantuan meski terdampak kenaikan harga BBM.
Robert juga menyorot pentingnya pengawasan distribusi bansos di lapangan. Pemanfaatan bansos di masyarakat juga mesti diawasi. Menurut dia, bansos masih digunakan sebagian penerimanya untuk belanja konsumtif seperti rokok. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia dengan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau pada 2019.
”Dana yang diberikan ke masyarakat harus disertai pendampingan agar digunakan untuk kegiatan produktif. Kalau bisa, kenakan sanksi bagi orang yang menggunakan bantuan negara untuk belanja konsumtif, seperti rokok. Ini agar bantuan yang diberi sifatnya tidak temporer lalu lenyap,” ujar Robert.