Ditemukan 10.249 penerima manfaat bantuan sosial sembako dari pemerintah yang tidak tepat sasaran. Data penerima telah dibekukan sehingga mereka tidak lagi menerima bansos ke depan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Warga menyiapkan kartu untuk menerima bantuan sembako di e-Warung Kementerian Sosial di kompleks Kantor Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (26/8/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan menemukan 10.249 keluarga penerima manfaat bantuan sosial atau bansos sembako tidak tepat sasaran. Ketika dipadankan dengan data dari Sistem Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, beberapa penerima bansos tercatat sebagai pejabat atau pengurus sejumlah perusahaan.
”Padahal, kalau dicek orangnya miskin. Ada yang cleaning service, ada yang buruh. Mereka tercatat sebagai pengurus atau pejabat di perusahaan, tapi realitasnya mereka miskin,” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Risma telah berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly soal ini. Keduanya sepakat untuk meneliti lebih lanjut penerima bansos tersebut. Data 10.249 penerima bansos itu kini dibekukan dan dikeluarkan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kanan) dan Koordinator Pelaksana Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan di Jakarta, Jumat (13/1/2023). Dalam keterangan persnya, Risma menyatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 10.249 keluarga penerima manfaat bantuan sosial sembako tidak tepat sasaran.
Menurut Risma, pembekuan data dilakukan agar pihak terkait bertanggung jawab atas tindakannya. Orang yang datanya dibekukan dari DTKS dapat mengajukan keberatan ke Kementerian Sosial, terlebih jika sejatinya ia berhak menerima bansos.
”Kami harus berikan shock therapy. Kami akan cut dan (jika) mereka nanti menyampaikan, ’Wong saya miskin,’ silakan nanti komplain ke kami. Kami akan evaluasi. Kami juga harus bicara dengan aparat penegak hukum dan perguruan tinggi bagaimana (jika) case-nya seperti ini,” ucapnya.
Pembekuan data dilakukan agar pihak terkait bertanggung jawab atas tindakannya.
Adapun pemadanan data penerima bansos berbasis pada nomor induk kependudukan (NIK) pada kartu tanda penduduk (KTP). NIK warga miskin yang berhak atas bansos umumnya tercatat di DTKS. Namun, menurut Koordinator Pelaksana Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Pahala Nainggolan, ada pihak yang meminjam KTP warga untuk mendaftar perusahaan.
”Pendaftaran perusahaan rupanya (dilakukan dengan) pinjam KTP. Sekarang, kecemplunglah di AHU (Administrasi Hukum Umum) nama-nama yang ada di DTKS. Kami akan ke AHU, minta diperbaiki (datanya),” kata Pahala.
Petugas menyiapkan sayuran dan buah-buahan untuk warga penerima bantuan sembako di e-Warung Kementerian Sosial di kompleks Kantor Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu (26/8/2020).
Hal serupa pernah terjadi pada 2022. BPK menemukan ada penyimpangan dana bansos sebesar 2,5 persen dari total dana Rp 120 triliun yang dimandatkan pemerintah ke Kementerian Sosial.
Penyimpangan terjadi karena ada data penerima bansos yang tidak sesuai. Akibatnya, bantuan yang disalurkan tidak tepat sasaran.
”Ada ASN (aparatur sipil negara) yang menerima bansos. Ada pula orang-orang yang terdaftar di AHU, dalam hal ini pengurus perusahaan. NIK (mereka) telah dibekukan sehingga tahun depan mereka tidak bisa mendapatkan (bansos) lagi,” ucap anggota BPK, Achsanul Qosasi (Kompas.id, 28/7/2022).
Per 28 Juli 2022, ada 64 ASN yang telah menyetor kembali bansos senilai Rp 109 juta, sementara 126 pendamping mengembalikan Rp 202 juta.
Petugas mengurus pencairan uang warga dalam penyaluran bantuan Program Keluarga Harapan, bantuan pangan nontuna,i dan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng di Kantor Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (16/4/2022).
Pemutakhiran data
Pahala mengatakan, pada 2023, DTKS akan menjadi rujukan bagi semua program pemerintah yang ditujukan kepada warga miskin. Itu sebabnya, data di DTKS mesti dimutakhirkan secara berkala. Data yang akurat dan mutakhir akan meminimalkan potensi bansos salah sasaran.
”(Data di DTKS) Pasti tidak sempurna. Ada satu atau dua (ketidakcocokan). Tapi, perbaikan DTKS itu tanggung jawab pemerintah daerah,” ujar Pahala. ”Kemensos dapat data yang disumbang dari pemerintah daerah,” tambahnya.
Data DTKS juga penting sebagai sumber daya menentukan penerima bantuan iuran (PBI) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kementerian Sosial telah melakukan validasi (cleansing) data PBI lama tahun 2021 dengan menghapus 5,39 juta data ganda dan 1,95 juta orang yang sudah meninggal.