Terumbu Karang di Pasifik Timur Diperkirakan Dapat Bertahan hingga Tahun 2060
Penelitian terbaru menemukan beberapa karang di Samudra Pasifik bagian timur dapat meningkatkan toleransinya terhadap tekanan panas sehingga diperkirakan mampu bertahan hingga tahun 2060-an.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemanasan global yang terus terjadi membuat suhu air laut meningkat. Kondisi ini mengganggu ekosistem laut, termasuk mengancam terumbu karang. Namun, penelitian terbaru menemukan beberapa karang di Samudra Pasifik bagian timur dapat meningkatkan toleransinya terhadap tekanan panas sehingga diperkirakan mampu bertahan hingga tahun 2060-an.
Para ilmuwan di University of Miami Rosenstiel School of Marine, Atmospheric, and Earth Science, Amerika Serikat, menemukan beberapa terumbu karang di Samudra Pasifik tropis dapat mempertahankan tutupan karang yang tinggi hingga paruh kedua abad ini. Temuan ini menumbuhkan harapan di tengah ancaman kerusakan karang di seluruh dunia akibat pemanasan global.
Peningkatan toleransi terhadap panas terjadi dengan mengubah komunitas alga simbiotik melalui fotosintesis yang memberi energi untuk hidup. ”Hasil penelitian kami menunjukkan beberapa terumbu di Pasifik tropis timur yang meliputi pantai Pasifik Panama, Kosta Rika, Meksiko, dan Kolombia mungkin dapat mempertahankan tutupan karang yang tinggi hingga tahun 2060-an,” ujar ahli biologi karang Ana Palacio-Castro, penulis utama studi ini, dilansir dari Sciencedaily.com, Senin (13/2/2023).
Di satu sisi, temuan ini menjadi kabar baik bagi terumbu karang di Pasifik yang dapat bertahan hingga 40 tahun mendatang. Namun, di sisi lain, kelangsungan hidup karang itu terancam tidak berlanjut melewati tenggat tersebut jika emisi gas rumah kaca dan pemanasan global dalam skala lebih besar tidak diatasi.
Terumbu karang dangkal di Samudra Pasifik tropis bagian timur sebagian besar dibangun oleh karang bercabang dalam genus Pocillopora yang sangat penting bagi terumbu karang di kawasan itu. Ganggang mikroskopis yang mereka inang berfotosintesis guna membantu karang menghasilkan energi untuk tumbuh.
Hilangnya ganggang simbiotik ini menyebabkan karang memutih dan sering kali berakibat fatal. Para peneliti memeriksa data pemantauan terumbu karang selama lebih dari 40 tahun dari Panama untuk memahami bagaimana karang meningkatkan toleransinya terhadap tekanan panas. Hal ini menjadi salah satu kumpulan data terpanjang di dunia berdasarkan jenis karang tersebut.
Di satu sisi, temuan ini menjadi kabar baik bagi terumbu karang di Pasifik yang dapat bertahan hingga 40 tahun mendatang. Namun, di sisi lain, kelangsungan hidup karang itu terancam tidak berlanjut melewati tenggat tersebut jika emisi gas rumah kaca dan pemanasan global dalam skala lebih besar tidak diatasi.
Para ilmuwan menganalisis data suhu, tutupan karang, pemutihan, dan kematian yang mencakup tiga gelombang panas, yaitu pada 1982-1983, 1997-1998, dan 2015-2016. Selain itu, juga data tentang komunitas simbion alga selama dua tahun terakhir.
Hasil analisis itu menunjukkan gelombang panas 1982-1983 secara signifikan mengurangi tutupan karang. Namun, efek El Nino pada 1997-1998 dan 2015-2016 relatif lebih ringan, terutama untuk karang genus Pocillopora atau dikenal sebagai karang kembang kol.
Selama gelombang panas laut yang kuat, alga Durusdinium glynnii yang toleran terhadap panas menjadi semakin umum. Hal ini memungkinkan untuk menahan periode suhu tinggi dengan lebih baik.
Ketika dikombinasikan dengan proyeksi tekanan panas di masa mendatang, terumbu yang mayoritas terdiri atas karang Pocillopora dan menampung alga yang toleran terhadap panas akan lebih siap bertahan hidup dan mempertahankan tingkat tutupan karang. Jadi, hal ini menunjukkan beberapa karang mungkin lebih tahan terhadap pemanasan dibandingkan perkiraan sebelumnya.
”Studi ini menunjukkan ada beberapa terumbu yang mungkin dapat bertahan selama beberapa dekade sebagai hasil dari kemampuan mereka untuk mengacak simbion,” ujar Andrew Baker, profesor biologi kelautan dan ekologi sekaligus penulis senior dari studi tersebut.
Baker menyampaikan, sisa-sisa terumbu karang saat ini dapat bertahan lebih lama dari yang diduga sebelumnya. Namun, tidak semua jenis karang dapat bertahan dengan cara tersebut.
”Terumbu karang sangat berharga sebagai aset alami, memberikan perlindungan pesisir dan manfaat perikanan, dan mendukung banyak komunitas lokal. Kita masih bisa membuat perbedaan dengan melindunginya,” katanya.