Wabah ”Lumpy Skin Disease” Kembali Muncul di Pulau Jawa
Wabah LSD kembali muncul di Pulau Jawa. Deteksi dini untuk pengendalian penyakit kulit pada sapi itu sangat dibutuhkan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wabah lumpy skin disease atau LSD kembali muncul di Pulau Jawa pada awal tahun 2023 meski kasus awal di Provinsi Riau diketahui bisa dikendalikan. Deteksi dini untuk pengendalian penyakit kulit pada sapi sangat dibutuhkan agar bisa segera ditangani dengan tepat dan mencegah penularan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNAS) pada 18 November 2022, ditemukan 11.474 kasus LSD di enam provinsi di Indonesia.
Kepala Balai Besar Veteriner (BBVET) Wates Hendra Wibawa menjelaskan, per 9 Februari 2023 tercatat 32 kabupaten/kota yang terkonfirmasi ada kasus positif LSD di Jawa Tengah. Adapun di Jawa Timur ada 7 kabupaten/kota dan di Yogyakarta 4 kabupaten/kota.
Menurut Hendra, infeksi lumpy skin disease virus (LSDV) pada umumnya tertular melalui vektor, seperti lalat, nyamuk, atau caplak. Kemudian penyakit itu ditandai dengan munculnya nodul kulit berdiameter 2-5 sentimeter di leher, punggung, ekor, dan organ genital. Sapi juga menjadi pincang, kurus, dan tak memproduksi susu.
Meski tidak bersifat zoonosis atau menginfeksi manusia, wabah LSD tetap berdampak terhadap perekonomian. Sebab, wabah ini membuat hewan ternak mengalami kerusakan kulit, penurunan produksi susu, hingga kematian.
”Penyakit LSD lebih banyak ditemukan pada jenis sapi perah. Hal ini menyebabkan sapi perah yang terpapar LSD akan mengalami penurunan produksi susu,” ujar Hendra saat diskusi ”Ancaman LSD di Tahun 2023” secara daring, di Jakarta, Sabtu (11/2/2023).
Hendra menambahkan, strategi pengendalian LSD yang akan dilakukan ialah mendeteksi dini dengan penelusuran kasus pasif dan aktif. Dilakukan pengendalian lalu lintas karena banyak pintu penyebaran yang tidak terjaga, khususnya di darat, melalui pasar hewan.
”Pengendaliannya mulai dari isolasi dan pemusnahan terbatas (focal culling), vaksinasi, pengawasan lalu lintas hewan, biosekuriti, pengendalian vektor, serta monitoring dan surveilans penyakit. Yang terpenting kuncinya adalah komitmen bersama untuk pengendalian dan penanggulangan LSD,” katanya.
Meski tidak bersifat zoonosis atau menginfeksi manusia, wabah LSD tetap berdampak terhadap perekonomian.
Sementara Medik Veteriner Muda Puskeswan Geyer Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Aisyah Purnomosari, mengatakan, deteksi dini untuk pengendalian LSD penting dilakukan. Tujuannya, saat ditemukan kasus, bisa diatasi dengan penanganan yang tepat dan mencegah penularan secara cepat.
Menurut Aisyah, membatasi lalu lintas ternak perlu dilakukan untuk menekan penyebaran kasus. Pihaknya juga bekerja sama dengan babinsa (bintara pembina desa) setempat untuk memantau pedagang sapi.
Selain itu, pihaknya berkomunikasi serta menyampaikan informasi dan edukasi kepada peternak tentang pengelolaan feses, kebersihan sapi, dan rutin membersihkan kandang dengan disinfektan.
”Vaksinasi LSD dilakukan untuk di daerah yang belum ada kasus LSD dan selalu memantau pengendalian vektor, salah satunya dengan mengecek tempat penampungan air minum,” ucapnya.
Aisyah mengatakan, hingga kini di Puskeswan Geyer terdapat 590 kasus LSD. Karena itu, para peternak dan pedagang hewan ternak sapi diimbau segera melapor apabila ada temuan hewan ternak sapi dalam kondisi gejala terserang penyakit LSD.
Laporan cepat diharapkan dapat membuat petugas segera memberikan pengobatan, seperti antipiretik, antibiotik, dan vitamin. Apabila terlambat diobati, serangan penyakit LSD dikhawatirkan semakin parah.
Penyuluh Ahli Pertama Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indragiri, Provinsi Riau, Syaifullah, menuturkan, keterbukaan kasus dan kecepatan dalam merespons kasus itu penting dilakukan dalam menekan penyebaran kasus LSD.
Tak hanya itu, peternak juga diminta segera menghubungi petugas dinas atau dokter hewan terdekat jika menemukan ada ternak yang terindikasi sakit. ”Pada kasus LSD di Indragiri ini, kami mengambil langkah investigasi kasus dan terus mencari sampel suspek baru untuk diuji sebagai upaya deteksi dini,” katanya.