Deteksi Dini Kasus LSD, Balai Veteriner Lampung Uji Sampel Ternak
Balai Veteriner melakukan upaya deteksi dini kasus penyakit kulit berbenjol (”lumpy skin diseases”/LSD) dengan menguji sampel ternak sapi yang terindikasi sakit. Cek poin di perbatasan diaktifkan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Balai Veteriner mendeteksi dini kasus penyakit kulit berbenjol (lumpy skin diseases/LSD) dengan menguji sampel ternak sapi yang terindikasi sakit. Selain uji laboratorium, pemerintah daerah juga mengaktifkan 60 pusat kesehatan hewan yang tersebar di 15 kabupaten/kota di Lampung.
Kepala Subkoordinator Informasi Veteriner Balai Veteriner Lampung Tri Guntoro menyampaikan, pihaknya menguji sekitar 10 sampel ternak sapi yang terindikasi sakit dari Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Timur beberapa waktu lalu. Hasil uji menunjukkan semua sampel negatif LSD.
”Kami terus mencari sampel suspek baru untuk diuji sebagai upaya deteksi dini,” kata Tri saat diwawancarai di Bandar Lampung, Jumat (3/2/2022).
Menurut dia, upaya deteksi dini ini sangat penting untuk mencegah meluasnya penularan wabah LDS di Lampung. Saat ini pihaknya bersama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lampung serta instasi terkait terus berupaya mencegah masuknya wabah LSD ke Lampung. Peternak diminta segera menghubungi petugas dinas atau dokter hewan terdekat jika menemukan ada ternak yang terindikasi sakit.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Lampung Anwar Fuadi menuturkan, Lampung mengaktifkan 60 pusat kesehatan hewan yang tersebar di 15 kabupaten/kota di Lampung. Petugas di sana telah diminta menyosialisasikan gejala LSD kepada peternak di sekitar. Penyuluh peternakan juga aktif memantau kondisi sapi di sentra-sentra peternakan di tingkat desa dan kecamatan.
Risiko yang paling rawan adalah lalu lintas hewan. Karena itulah, cek poin antarkabupaten dan provinsi harus ditingkatkan.
Para peternak juga diminta mencegah penularan virus dengan menjaga kesehatan hewan dan menjaga kebersihan kandang. Jika ada sapi yang terindikasi sakit, peternak harus segera melapor dan mengisolasi sapi yang sakit tersebut.
Selain peternak, pemerintah daerah juga telah menyosialisasikan bahaya wabah LSD kepada pedagang ternak di Lampung. Mereka diharapkan tidak nekat mengirim atau menjual ternak yang sedang sakit karena dapat memicu penularan virus.
Menurut Anwar, risiko penularan LSD terbesar di Lampung berasal dari lalu lintas ternak antardaerah. Apalagi, saat ini wabah LSD telah merebak di sejumlah provinsi di Sumatera. Selain Jambi dan Riau, LSD juga sudah ditemukan di Sumatera Selatan yang berbatasan langsung dengan Lampung.
”Risiko yang paling rawan adalah lalu lintas hewan. Karena itulah, cek poin antarkabupaten dan provinsi harus ditingkatkan,” kata Anwar.
Menurut dia, banyaknya pintu pelintasan yang menghubungkan Lampung dengan Sumsel menjadi tantangan besar. Apalagi, banyak orang yang memanfaatkan jalan tol untuk mengirim ternak antardaerah di Sumatera. Kendaraan yang melintas lewat jalan tol kerap lolos dari pemeriksaan petugas yang berjaga di titik cek poin di perbatasan antarkabupaten atau provinsi.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung Donni Muksydayan menuturkan, pihaknya memperketat pengawasan lalu lintas ternak antardaerah sebagai upaya mitigasi penularan berbagai penyakit pada hewan ternak. Belajar dari wabah penyakit kuku dan mulut, saat ini sejumlah pihak telah mewaspadai penyebaran LSD.
Ia menerangkan, ternak sapi yang akan dikirim ke luar daerah harus melewati masa karantina. Selain itu, ternak juga harus menjalani pemeriksaan kesehatan oleh petugas. Setelah dinyatakan sehat, ternak baru boleh dikirim ke luar daerah.
Selama ini Balai Karantina Pertanian Lampung hanya memiliki wewenang melakukan pemeriksaan di wilayah pelabuhan dan bandara. Pemeriksaan di wilayah perbatasan antarprovinsi dikoordinasikan oleh pemerintah kabupaten setempat.
Subkoordinator Substansi Karantina Hewan Balai Karantinas Pertanian Kelas I Bandar Lampung Akhir Santoso menjelaskan, Lampung merupakan daerah penyuplai ternak sapi untuk wilayah Sumatera dan Jabodetabek. Setiap hari, sedikitnya 300-500 ekor sapi dikirim dari Lampung ke Jawa. Sementara jumlah kambing yang dikirim ke luar daerah 100-500 ekor per hari.
Dengan pola perdagangan seperti itu, upaya mitigasi dapat dilakukan dengan kerja sama dari sejumlah pihak. Selain mencegah masuknya sapi dari daerah yang tertular, peternak juga telah diminta memperketat pengawasan mulai dari kandang.