Pendekatan Bahasa Ibu Tingkatkan Literasi Siswa di Daerah
Banyak siswa kelas awal di daerah terpencil lebih memahami bahasa ibu dibandingkan bahasa Indonesia. Sistem pembelajaran dengan pendekatan transisi bahasa ibu dapat meningkatkan literasi siswa di daerah ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
NAGEKEO, KOMPAS — Banyak siswa kelas awal, khususnya di daerah terpencil, lebih memahami bahasa ibu dibandingkan bahasa Indonesia. Kondisi ini membuat materi yang diajarkan dengan bahasa Indonesia tidak bisa terserap secara optimal. Melalui sistem pengajaran dengan pendekatan transisi bahasa ibu, literasi siswa di daerah kini mulai meningkat.
Salah satu sekolah yang melakukan sistem pengajaran dengan pendekatan transisi bahasa ibu adalah Sekolah Dasar Inpres (SDI) Wudu di Kelurahan Rega, Boawe, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sistem pembelajaran dengan pendekatan bahasa ibu untuk siswa kelas 1-3 ini sudah dilakukan oleh guru SDI Wudu sejak 2021.
Guru Kelas 2A SDI Wudu,Yasinta Mau Ghari, menyampaikan, mayoritas siswa yang baru masuk kelas 1 di NTT, termasuk SDI Wudu, kurang mengenal dan memahami bahasa Indonesia. Sebab, lingkungan keluarga siswa lebih banyak menggunakan bahasa Nage yang merupakan bahasa ibu mereka, termasuk untuk percakapan sehari-hari.
”Sejak pertama kali mengajar tahun 2015, banyak siswa kelas 1 yang sudah naik kelas masih salah mengucapkan huruf. Namun, dengan pendekatan bahasa ibu, siswa kelas 2 sudah mengenal huruf besar maupun kecil,” ujarnya saat ditemui di Nagekeo, Kamis (9/2/2023).
Sistem pembelajaran dengan pendekatan transisi bahasa ibu oleh guru SDI Wudu menggunakan strategi yang berbeda-beda untuk setiap kelas. Khusus untuk kelas 2, strategi yang diterapkan adalah dengan menyampaikan literasi di awal pembelajaran selama 30 menit menggunakan bahasa ibu. Guru baru beralih menggunakan bahasa Indonesia saat masa transisi ke pembelajaran tematik atau topik-topik tertentu.
Penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran ini mengacu pada buku ramah cerna kata (RCK) tahap 1 hingga 12 dan buku berjenjang tingkat yang disusun Yayasan Sulinama. Buku ini menjadi pedoman dan diajarkan oleh guru sejak siswa duduk di kelas 1 sampai 3.
Dalam implementasinya, setiap guru mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuan pemahaman bahasa Indonesia-nya. Guru juga melakukan penilaian secara periodik guna mengetahui peningkatan kemampuan bahasa Indonesia, termasuk literasi siswa.
”Dari penggunaan bahasa ibu selama 30 menit dan mengacu buku ini, anak-anak senang karena melihat gambar dan tulisan pendek. Mereka bahkan sangat aktif dan bisa menceritakan materi dengan bahasa daerah, menulis, dan membaca kembali,” kata Yasinta.
Sistem pembelajaran dengan pendekatan transisi bahasa ibu oleh guru SDI Wudu ini merupakan program kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak, antara lain Pemerintah Kabupaten Nagekeo dan program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia yang merupakan program kemitraan Pemerintah Australia dengan Indonesia. Dalam implementasi teknisnya, program ini didukung Yayasan Sulinama.
Program inovasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendukung perubahan dalam praktik pembelajaran, sistem, dan kebijakan pendidikan. Berbagai upaya ini diharapkan dapat mempercepat peningkatan hasil belajar siswa.
Penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam kurikulum juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 16 Tahun 2022 tentang Standar Proses. Ketentuan ini menekankan bahwa guru dapat melakukan peralihan atau transisi dari bahasa daerah ke bahasa Indonesia ketika anak sudah siap.
Persentase kelulusan
Deputy Director Learning Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia Feiny Sentosa mengatakan, hasil laporan pendekatan transisi bahasa ibu di Sumba Timur, NTT, pada 2018-2019 menunjukkan bahwa program ini berpotensi meningkatkan hasil belajar siswa dengan lebih maksimal.
Laporan tersebut mencatat, kelulusan tes literasi dasar bagi siswa kelas 1-3 yang menerima pembelajaran dengan transisi bahasa ibu ke bahasa Indonesia sebesar 51 persen. Sementara kelulusan siswa yang hanya mendapat pembelajaran dengan bahasa Indonesia 43 persen.
Meski demikian, Feiny menekankan, program ini bukan sebuah pembelajaran kecakapan dalam menggunakan bahasa daerah. Namun, program ini merupakan upaya menjembatani siswa agar dapat meningkatkan kemampuan literasinya.
”Pembelajaran untuk siswa kelas awal akan lebih efektif dengan menggunakan bahasa yang mereka kuasai. Jadi, bahasa ibu digunakan untuk memulai dan mengembangkan keterampilan komunikasi serta kepercayaan diri mereka,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menyatakan, program pendekatan transisi bahasa ibu telah selaras dengan kebijakan nasional, khususnya terkait penguatan literasi. Komitmen pemda juga sangat penting agar program ini dapat diakselerasi di wilayah lain.
”Kemendikbud sangat mendukung semua program intervensi yang dilakukan mitra. Kami juga akan membantu untuk mengimplementasikan lebih luas agar program ini tidak hanya sampai di daerah sasaran,” ujarnya.