Pemanfaatan ekosistem karbon biru secara maksimal masih membutuhkan waktu untuk sistem tata kelolanya. Sistem tata kelola yang baik dinilai penting untuk keadilan laut berkelanjutan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (kiri) dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar berbincang saat konferensi pers seusai seminar Penguatan Blue Carbon Ecosystem Governance di Indonesia, di Jakarta, Senin (30/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia baru memasuki tahap eksplorasi ekosistem karbon biru yang berpotensi besar dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca. Perencanaannya membutuhkan perbaikan sistem tata kelola yang berkaitan dengan ekosistem karbon biru.
Ekosistem laut dan pesisir (karbon biru) memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon secara alami. Ekosistem karbon biru (EKB) mencakup hutan mangrove, padang lamun, dan lahan gambut di daerah pesisir.
Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan 2022, luas hutan mangrove Indonesia sebesar 3,36 juta hektar mampu menyimpan 11 miliar ton karbon, sedangkan 1,8 juta hektar luas padang lamun dapat menyimpan 790 juta karbon. Sementara itu, luas kawasan konservasi saat ini sekitar 28,9 juta hektar atau setara dengan 8,7 persen luas perairan Indonesia.
Sistem tata kelola merupakan bagian paling rumit karena mencakup definisi pembagian ekosistem seperti bagian mana yang termasuk hutan dan bagian mana yang termasuk laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam seminar Penguatan Blue Carbon Ecosystem Governance di Indonesia di Jakarta, Senin (30/1/2023), menyatakan, target utama perluasan EKB dari yang hanya berfokus pada mangrove menjadi inklusi seperti padang lamun. Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.
”Ekosistem karbon biru ini juga bagian dalam penerapan ekonomi biru. Kerusakan pada ekosistem laut akan berdampak pada ekonomi biru yang nantinya berimbas pada hambatan penyerapan karbon biru,” ujarnya.
Ekonomi biru terdiri dari perluasan kawasan konservasi, perikanan tangkap berbasis kuota, akuakultur berkelanjutan, pengelolaan pesisir dan pulau kecil, serta pengelolaan sampah di laut. Kawasan konservasi laut ditargetkan sebesar 30 persen dari total perairan Indonesia pada 2045. Kawasan konservasi berfungsi untuk daerah serapan karbon, produksi oksigen, dan tempat pemijahan ikan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, menjelaskan, Bumi menghadapi triple planetary crisis mulai dari perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) berperan krusial pada krisis tersebut. Hal ini mengingat sektor kehutanan dan penggunaan lahan menyumbang 60 persen dari total target penurunan emisi.
”Terkait karbon biru, masih tergolong baru sehingga perlu pembenahan masif dalam seluruh elemen tata kelolanya. Untuk perencanaan tata kelolanya masih dalam tahap pembahasan antara KKP dan KLHK,” ucapnya.
FAKHRI FADLURROHMAN
Lanskap pohon mangrove yang berada di kawasan Taman Mangrove Ketapang, Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (16/1/2023).
Seluruh inisiatif yang berhubungan dengan implementasi tata kelola karbon biru sangat dibutuhkan. Sistem tata kelola, menurut Siti, merupakan bagian paling rumit karena mencakup definisi pembagian ekosistem seperti bagian mana yang termasuk hutan dan bagian mana yang termasuk laut.
”Seperti itu situasinya saat ini, kami masih berdiskusi. Tahun ini diharapkan selesai sistemnya,” katanya.
Menurut Chief Executive Officer Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Mas Achmad Santosa, ada enam hal yang berkaitan dengan sistem tata kelola karbon biru. Hal itu terdiri dari aspek hukum dan kebijakan, kelembagaan, peran masyarakat, keamanan tenurial, pembiayaan, dan pembagian manfaat yang berkeadilan.
Laporan Panel Tertinggi Ekonomi Laut Berkelanjutan (HLP SOE) pada 2020 menemukan perlindungan dan restorasi ekosistem karbon biru merupakan upaya paling cost effective dalam kontribusi penurunan emisi GRK. Selain itu, pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 lalu di Bali juga menyepakati peran perlindungan ekosistem mangrove dan lamun dalam menekan laju perubahan iklim.
AFP/POOL/ALEX BRANDON
Presiden Joko Widodo bersama para kepala negara/kepala pemerintahan negara anggota G20 dan pimpinan organisasi internasional mengangkat pacul usai menanam mangrove saat rangkaian KTT G20 Indonesia di Taman Hutan Raya, Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Selasa (16/11/2022).
”Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang banyak untuk mewujudkan keadilan laut berkelanjutan. Oleh karena itu, kajian perlu terus dikembangkan agar dapat sesuai dengan kebutuhan Indonesia,” kata Achmad.
Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono Prawiraatmadja menyatakan, kajian sistem tata kelola oleh IOJI akan ditindaklanjuti dengan menerbitkan peraturan pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove. Keresahan IOJI diharapkan dapat terakomodasi melalui peraturan pemerintah nantinya.