Dukungan Dunia Usaha terhadap Pendidikan Vokasi Menguat
Pendidikan vokasi bermutu bermanfaat untuk mendukung penyiapan sumber daya manusia siap kerja. Dukungan dunia kerja untuk terlibat dalam penyelarasan pendidikan vokasi meningkat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pendidikan vokasi yang semakin ”mesra” dengan dunia usaha dan dunia industri menghasilkan sumber daya manusia yang dibutuhkan di dunia kerja sebagai profesional ataupun wirausaha. Kolaborasi ini diperkuat dengan sejumlah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan vokasi melalui program penyelarasan dengan dunia usaha dan dunia industri.
Dalam acara Unite For Education Sustainability Forum 2023 bertema ”The Future of Vocational Education and Inclusivity” yang digelar Bank Permata di Bogor, Jawa Barat, Rabu (25/1/2023), Direktur Program Pendidikan Axioo Class Program Timmy Theopelus mengatakan, dunia usaha dan dunia industri (DUDI) menghadapi tantangan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di perusahaan yang kompeten, terampil, dan punya komitmen.
”Krisis tenaga kerja yang memenuhi standar DUDI di Indonesia memang terjadi. Dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, misalnya, sejak 10 tahun lalu berkembang dan kami masuk ke sekolah vokasi, tidak mudah mendapat tenaga kerja sesuai standar. Seharusnya, sumber daya manusia siap kerja ini mulai optimal disiapkan dari dunia pendidikan vokasi,” ungkapnya.
Timmy menuturkan, sejak sepuluh tahun lalu Axioo sebagai perusahaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam negeri masuk ke pendidikan vokasi, terutama sekolah menengah kejuruan (SMK). Namun, pola pikir DUDI lebih menjadikan sekolah vokasi sebagai ”pasar” produk. Selain itu, keterlibatan DUDI belum mendapat dukungan optimal dari pemerintah.
Padahal, pendidikan vokasi berkualitas akan menyiapkan lulusan siap kerja karena memiliki keterampilan dan karakter unggul untuk mendukung kemajuan perusahaan karena budaya kerja sudah terbentuk. Karena belum selaras, DUDI mengeluarkan dana puluhan juta hingga ratusan juta rupiah hanya untuk menyewa booth bursa kerja hingga melatih karyawan baru agar siap kerja di perusahaan.
Timmy menambahkan, peningkatan mutu pendidikan vokasi tidak sekadar dengan menyiapkan guru dan sarana-prasarana mutakhir sesuai dengan perkembangan DUDI. Lingkungan di lembaga pendidikan vokasi ini harus dibuat berbasiskan budaya industri, bukan ruang-ruang kelas konvensional.
Salah satunya lewat program SMK Pusat Keunggulan, membuat keselarasan pendidikan vokasi dan DUDI mulai berjalan pada pembentukan budaya kerja/industri sejak dari sekolah. Salah satunya lewat Axioo Class Program yang dilakukan di banyak SMK dan juga melibatkan konsorsium perusahaan TIK. ”Dunia usaha dan dunia industri mulai merasakan dampak peningkatan mutu SMK yang selaras dengan industri,” ujarnya.
Sejak dari sekolah minimal dihasilkan SDM setengah atau tiga perempat matang atau siap kerja sehingga di industri makin singkat waktu untuk melatih tenaga kerja baru. Dampaknya, perusahaan lebih efisien dalam merekrut SDM. Jika model SMK Pusat Keunggulan terus berkolaborasi dengan DUDI, pusat pelatihan SDM perusahaan bisa dipindahkan ke dunia pendidikan. ”Sekitar 40 persen pekerja kami dari SMK yang bekerja sama di Axioo Class Program,” ujar Timmy.
Sementara itu, Division Head Corporate Affairs Bank Permata Richele Maramis menambahkan, dalam aktivitas keseharian DUDI, peran SDM dari pendidikan vokasi dirasakan betul mendukung agenda kerja atau ekonomi pemangku kepentingan di setiap daerah. Bahkan, pendidikan vokasi menjadi hal penting untuk menguatkan ekonomi regional dan nasional.
Dunia usaha dan dunia industri mulai merasakan dampak peningkatan mutu SMK yang selaras dengan industri.
”Melalui ajang tahunan CSR Unite for Education Sustainability Forum, kami ingin mendukung peningkatan pendidikan di Indonesia yang lebih baik. Kami mendukung para mitra Permata Hati yang terdiri dari berbagai komunitas yang bergerak untuk pendidikan dan pemberdayaan berkelanjutan agar juga memahami strategisnya pendidikan vokasi bagi Indonesia,” kata Richelle.
Potensial
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Kiki Yuliati mengatakan, anak-anak muda yang kuliah S-1 atau D-4 dan di bawahnya seusai lulus nanti secara umum ingin memiliki kehidupan lebih baik dengan bekerja. Pendidikan vokasi berpotensi menggerakkan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sebab, bidang ilmu yang dipelajari bisa lebih cepat disesuaikan dengan kebutuhan DUDI.
”Bidang ilmu vokasi yang tidak relevan bisa ditutup atau kurikulumnya menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi terkini DUDI sehingga tetap relevan. Fleksibilitas pendidikan vokasi ini seharusnya dioptimalkan sehingga kita bisa menyiapkan SDM yang selaras dengan kebutuhan industri atau UMKM, pemerintah, dan masyarakat,” kata Kiki.
Setiap tahun ada sekitar 1,65 juta lulusan perguruan tinggi. Sekitar 1,8 juta lulusan SMA/SMK sederajat tidak melanjutkan kuliah. Artinya, setiap tahun ada 3,45 juta pencari kerja baru. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2022, ada 8,42 juta penganggur.
”Pendidikan vokasi ini potensial untuk meningkatkan mutu SDM, untuk bekerja maupun berwirausaha. Transformasi pendidikan vokasi dengan kurikulum yang link and match dengan DUDI dan berbagai upaya meningkatkan kebekerjaan diharapkan membuat SDM Indonesia bemutu dan berdaya saing. Pendidikan vokasi juga mendukung pembelajar hayat karena peningkatan kompetensi bisa dilakukan lewat pendidikan formal maupun nonformal melalui lembaga kursus dan pelatihan,” kata Kiki.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikburistek Saryadi mengutarakan, ada dua kunci untuk menopang Indonesia agar keluar dari jebakan ekonomi menengah atau middle income trap, yakni investasi dan pengembangan SDM, salah satunya melalui pendidikan vokasi. Penyelarasan dengan DUDI kini serius dilakukan lewat Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan DUDI Ditjen Pendidikan Vokasi.
Pendidikan vokasi di bawah Kemendikbudristek, antara lain, terdiri atas sekitar 14.000 SMK dengan jumlah siswa sekitar 5 juta orang. Lalu, perguruan tinggi pendidikan vokasi ada lebih dari 2.000 lembaga dengan jumlah mahasiswa sekitar 1 juta orang.
Secara nonformal ada lembaga kursus dan pelatihan sekitar 17.000 lembaga. Pendidikan vokasi ini menyediakan berbagai jurusan atau program studi sesuai tuntutan masyarakat dan DUDI, juga sesuai dengan kebutuhan yang muncul seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan kondisi kekinian.
”Roh pendidikan vokasi yang bisa link and match dengan berbasis kolaborasi dengan berbagai stakeholder atau pentahelix. Kini, berbagai pola kemitraan dikembangkan sehingga mendapat sambutan baik dari DUDI,” kata Saryadi.
Sekitar 60 persen peserta didik SMK berasal dari keluarga tidak mampu. Karena itu, peningkatan SMK bermutu dan inklusif makin mendesak sebagai dukungan untuk menyiapkan anak-anak dari keluarga tidak mampu ini agar memiliki kehidupan yang lebih baik dengan siap bekerja, berwirausaha, dan berkuliah melalui dukungan beasiswa Kartu Indonesia Pintar kuliah.
Menurut Saryadi, kini terlihat dukungan dari DUDI meningkat. Hingga pertengahan Januari 2023, ada komitmen sekitar Rp 1 triliun dari DUDI untuk mendukung SMK Pusat Keunggulan skema pemadanan. Meskipun angka itu perlu dikurasi, jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu yang nilainya sekitar Rp 439 miliar.