Pendidikan tidak hanya menyiapkan kecerdasan intelektual. Beragam kecerdasan, seperti kecerdasan budaya dan bahasa semakin dibutuhkan ketika dunia yang beragam semakin terhubung tanpa sekat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kecerdasan budaya dan bahasa diyakini penting untuk menyiapkan generasi muda menguasai kecakapan di abad 21. Dengan cerdas budaya, anak dapat memahami, berpikir, berkomunikasi, dan berperilaku secara efektif menghadapi berbagai perbedaan yang ada sehingga lebih adaptif dan inklusif dalam menyongsong masa depan.
Di webinar bertajuk Cultural Intelligence: An Essential Skill Set for 21 Century, Rabu (18/1/2023) Principal Sampoerna Academy Pakuwon Indah Adelina Holmes mengatakan, kompetensi abad 21 meliputi Creativity, Critical Thinking, Communication, Collaboration, dan Character atau sering disebut kompetensi 5C. Dari kompetensi 5C tersebut, kecerdasan budaya dan bahasa merupakan kecakapan abad 21 yang harus dimiliki oleh generasi muda dan calon pemimpin masa depan.
“Dengan cerdas budaya, anak dapat memahami, berpikir, berkomunikasi, dan berperilaku secara efektif dalam menghadapi berbagai perbedaan yang ada sehingga lebih adaptif dan inklusif dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan,” jelas Adelina.
Secara spesifik, lanjut Adelina, kecerdasan budaya meliputi kecerdasan interpersonal yang terdiri dari empat faktor, yaitu pengetahuan, strategi, motivasi, dan perilaku. Kecakapan ini perlu ditanamkan sejak dini sehingga anak dapat berinteraksi dengan baik serta memiliki karakter positif, seperti budi pekerti, toleransi, keterbukaan, dan sikap adaptif.
Sekolah dapat mengembangkan kecerdasan budaya siswa melalui berbagai program. Di Sampoerna Academy hal tersebut dilakukan dengan dua cara, yaitu pembelajaran budaya dan program trilingual atau pembelajaran tiga bahasa meliputi bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin. Kurikulum yang dipakai juga tetap mempertahankan sistem budaya Asia dengan mengedepankan keharmonisan, nilai-nilai sosial, dan saling menghargai.
Sementara itu, Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabiliana menjelaskan, kecerdasan budaya mengacu pada kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dalam konteks beragam budaya, yang tentunya berkaitan dengan kompetensi kognitif atau berfikir, mengelola emosi, dan berperilaku saat berhadapan dengan orang lain. Apabila anak cerdas budaya, mereka akan lebih luwes dalam bergaul, memiliki kecakapan komunikasi lebih baik, fleksibel dalam pikir atau open minded, serta mampu menjalin hubungan lebih harmonis dan minim konflik dengan orang-orang di sekitarnya.
Vera menambahkan, selain peran sekolah, pengembangan karakter dan kemampuan cerdas budaya pada anak sebaiknya juga dilakukan di keluarga atau rumah. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk melatih kecakapan ini.
“Mulailah dengan memperkenalkan budaya sendiri kepada anak, setelah itu mengajak anak melihat atau memperhatikan budaya lain yang ada. Ajarkan anak untuk berempati terhadap budaya lain yang mungkin berbeda dengan budaya sendiri. Para orangtua juga bisa melibatkan anak dalam perilaku atau gestur yang menghargai budaya lain, atau bisa juga dengan memperkenalkan bahasa baru,” jelas Vera.
Dukungan untuk sekolah
Pertukaran ilmu, budaya, dan bahasa antara Indonesia dan Jepang kepada peserta didik juga didukung The Japan Foundation sejak tahun 1974. Salah satunya lewat program Nihongo Partners dengan berkolaborasi bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang diperkuat melalui kerangka Memorandum Kerja Sama pada Juli 2022.
Dengan cerdas budaya, anak dapat memahami, berpikir, berkomunikasi, dan berperilaku secara efektif dalam menghadapi berbagai perbedaan yang ada sehingga lebih adaptif dan inklusif dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Program Nihongo Partners adalah program pengiriman para relawan, diutamakan ke SMA dan SMK di Indonesia, untuk mengajarkan bahasa dan budaya Jepang. Di kurun tahun 2022, The Japan Foundation mengirimkan sebanyak 55 relawan yang terbagi dalam dua gelombang, yaitu Gelombang 17 dan Gelombang 18 yang bertugas sejak September 2022 hingga Maret 2023.
Direktur Jenderal Japan Foundation, Takahashi Yuichi di acara audiensi Kemendikbudristek dengan relawan program Nihongo Partners Gelombang ke-17 di Jakarta pekan ini mengungkapkan apresiasi atas dukungan Kemendikbudristek untuk program mereka. The Japan Foundation memfasilitasi penugasan relawan di 20 SMA dan SMK terpilih di kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
“Meskipun kegiatan relawan Gelombang ke-17 akan berakhir di bulan Maret 2023, namun kami akan menciptakan program berkelanjutan untuk para relawan dapat berbagi praktik baik dan pengalaman yang didapat di Indonesia kepada rekan sejawatnya di Jepang,” kata Takahashi.
Salah satu relawan Nihongo Partners Gelombang ke-17, Yuri Takenaka menuturkan, dirinya bertugas di SMA Islam Dian Didaktika Kota Depok dan SMA Labschool Cirendeu Kota Tangerang Selatan. “Bertepatan di Hari Guru Nasional tanggal 25 November 2022, saya merasa terharu mendapatkan sebuah surat dari salah satu siswa di sekolah yang saya ajar. Siswa tersebut menuturkan di dalam suratnya bahwa dia menjadi lebih termotivasi belajar bahasa Jepang lewat metode yang saya ajarkan,” tutur Yuri.
Pelaksana tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbudristek, Anang Ristanto mengapresiasi kontribusi relawan Nihongo Partners Gelombang ke-17 yang telah memperkenalkan bahasa dan budaya Jepang ke berbagai SMA dan SMK di Indonesia lewat metode pembelajaran kreatif yang selama ini hanya dinikmati siswa lewat platform virtual.
“Selain itu, Kemendikbudristek juga mendapat praktik baik dan pengalaman pembelajaran menyenangkan dari siswa serta guru dan tenaga kependidikan saat melakukan interaksi dengan relawan Nihongo Partners. Kami berharap relawan dapat mempromosikan budaya Indonesia setibanya di Jepang nanti,” kata Anang.