Terlahir Kembali Berjiwa Baru
Mencari pertolongan dan membuka diri menjadi komitmen awal yang bisa diambil bagi mereka yang ingin lepas dari narkoba dan memulai awal yang baru di tahun 2023.
Perjuangan melawan adiksi narkoba tidak pernah mudah, karena bujuk rayu dan kenikmatan palsu kerap muncul di kepala. Meski terdengar sulit dan mustahil, jalan keluar selalu ada. Memasuki tahun baru menjadi momentum yang tepat untuk menegaskan komitmen bagi setiap orang yang sedang berjuang untuk keluar dari narkoba.
Salah satu sosok yang sedang berjuang tersebut adalah, Joshua (28), nama samaran, yang sejak Oktober 2022 lalu menjalani rehabilitasi di Yayasan Sahabat Kawan Sebaya, Jakarta Selatan. Pria yang berasal dari keluarga yang cukup mapan ini, sudah mengenal barang haram tersebut sejak duduk di bangku SMP tahun 2007, dari teman-teman sebayanya.
Minimnya interaksi dan komunikasi dengan ayah dan ibunya membuat ia banyak bergaul dengan teman sebaya di luar rumah, yang kebetulan sudah terpapar pergaulan buruk karena sudah mengonsumsi alkohol dan narkoba, seperti sabu-sabu, inex, dan juga pil terlarang yang dalam bahasa gaul sering disebut, boti. Uang saku hariannya pun dihabiskan untuk membeli narkoba.
“Saya jarang ketemu orang tua, setiap berangkat sekolah orang tua sudah berangkat kerja,” ucapnya di Jakarta, Senin (2/1/2023).
Di bangku SMA, kebiasaan ini terus berlanjut, bahkan ia sudah jarang pulang ke rumah karena lebih sering menginap di kediaman teman-temannya. Orangtuanya tidak mempermasalahkan Joshua yang jarang pulang asal selalu memberi kabar tentang keberadaannya. Ia juga lihai menyembunyikan masalah ini, sehingga orangtuanya tidak pernah tahu bila anaknya mengonsumsi narkoba saat masih sekolah.
Pada tahun 2012, ia memutuskan untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi di Nusa Tenggara Barat. Sayangnya, bak berpindah dari satu kubangan ke kubangan lainnya, sejak SMP hingga kuliah, ia selalu berakhir di circle pertemanan yang sarat akan barang-barang ini. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuatnya sulit keluar dari lingkaran setan tersebut.
“Namanya orang negatif, baliknya ke tempat yang negatif lagi,” tuturnya.
Di bangku kuliah, adiksinya terhadap narkoba semakin menjadi, apalagi sudah minim pengawasan orangtua. Ditambah fasilitas seperti rumah dan kendaraan yang diberikan orangtuanya, ia semakin bebas dalam mengonsumsi narkoba. Bahkan, ia mulai mencari barang-barang baru di berbagai tempat di Indonesia, yang ia sebut sebagai “Tur Bahan”.
Harta benda seperti mobil dan motor pun dijual untuk membiayai adiksinya. Setiap kali pulang ke Jakarta bertemu orangtuanya, Joshua hanya datang untuk meminta uang tambahan, yang nantinya digunakan membeli narkoba.
“Saya ke Bali, Lombok, Gili Trawangan, Labuan Bajo dan tempat-tempat lain, untuk nyari narkoba dengan kualitas terbaik,” tambahnya.
Akibat narkoba, kuliah yang harus ia selesaikan dalam waktu empat tahun mundur menjadi sepuluh tahun. Tugas akhirnya terbengkalai, harta bendanya habis. Di titik ini, ia tersadar, narkoba sudah merusak kehidupannya, dan memutuskan untuk segera berbalik arah. Tanpa permisi ataupun pamitan, Joshua langsung angkat kaki dari lingkungan pertemanan yang buruk tersebut dan memutuskan segala hubungan dengan mereka.
“Sudah kepentok dari segala arah, waktunya untuk berubah,” ucapnya.
Selain minggat dari lingkungan pertemanan yang buruk, ia juga mengakui setiap perbuatannya kepada orangtua, karena bagi Joshua, keterbukaan adalah awal dari pemulihannya.
Pelan-pelan Joshua menata kehidupannya kembali, alhasil ia berhasil lulus dan menyandang gelar sarjana pada awal tahun 2022. Dalam perjalanannya, ia kerap jatuh bangun, dan merasa perlu mengambil langkah tegas untuk pulih sepenuhnya dari kecanduan. Pertengahan tahun 2022, ia memutuskan untuk menjalani rehabilitasi di Yayasan Sahabat Rekan Sebaya.
Baca juga: Narkoba dan Kesehatan Mental Kita
Tidak mudah baginya untuk keluar, karena rasa nikmat menggunakan narkoba kerap muncul di pikirannya. Namun, setiap kali bujuk rayu tersebut muncul, ia langsung mengkomunikasikannya dengan konselor ataupun teman-temannya. Disini, ia menekankan akan pentingnya pembimbing dan lingkungan yang positif.
Ia meyakini betul, faktor pertemanan menjadi sumber utama kejatuhannya ke lubang narkoba. Untuk itu, setiap orang harus selektif dalam memilih lingkungan pertemanan.
Selama direhabilitasi, perubahan luar biasa ia rasakan, karena tidak menyangka bisa lepas dari pengaruh narkoba lagi selama empat bulan terakhir ini. Salah satu hal yang membuatnya berhasil keluar adalah berlatih menjalani aktivitas rutin layaknya orang normal, sembari mendapat dukungan dari teman-teman yang juga sedang berjuang.
Stigma buruk soal rehabilitasi yang penuh dengan tekanan pun lepas dari pikirannya, karena ia diperlakukan layaknya keluarga di tempat ini.
“Disini kita diajarkan buddy to buddy, satu teman juga menguatkan teman yang lain, jadi terbentuk lingkungan yang positif,” tambanya.
Tahun 2023, menjadi awal yang baru dan penuh tantangan baginya. Meski sudah lepas dari narkoba, ia tak mau jumawa karena peperangan melawan adiksi tidak pernah berakhir.
Beberapa cita-cita ia patri kembali, salah satunya untuk menggapai impian masa kecilnya, menjadi nahkoda kapal. Sebelum akhir hidupnya, ia bertekad untuk menjelajahi setiap keindahan di pulau-pulau yang ada di Indonesia. Cita-cita yang hanya bisa ia gapai bila bebas dari narkoba.
Tidak mustahil
Reynaldo Paulus Lopulalan atau yang akrab disapa Rendo (28), merasa bersyukur telah terbebas dari jerat narkoba yang membelenggunya sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Hidup sebagai pecandu membuatnya kehilangan arah hidup.
Sebagai pribadi yang tinggal dalam keluarga dengan didikan yang keras dan ketat, Rendo berusaha mencari kenyamanan di luar rumah. Rendo tumbuh menjadi remaja yang senang akan kebebasan, sehingga dirinya mulai mencoba mengkonsumsi rokok, obat-obatan terlarang seperti boti, putaw, ganja, sabu-sabu, dan inex, serta alkohol.
Apalagi, Rendo tinggal di kawasan Tambak, Manggarai, Jakarta Selatan yang dahulu menjadi tempat mudah mendapatkan barang-barang tersebut.
Semakin lama, Rendo mulai berjualan ganja demi mendapat penghasilan untuk kembali memenuhi hasrat mengonsumsi obat-obatan terlarang. Dirinya mengaku, bahkan rajin menabung demi membeli barang tersebut.
Lingkungan yang buruk membuat Rendo terjerumus ke dalam pergaulan yang salah hingga kecanduan narkoba. Rasa solidaritas yang tinggi menjadikan dirinya pribadi yang berusaha menyenangkan orang lain.
Baca juga: Narkoba Tak Lekang oleh Korona
Pada akhirnya, Rendo yang pernah mendekam di penjara pada 2011 hingga 2015 ini, sadar untuk berhenti mengonsumsi narkoba yang dilandaskan oleh agama dan orang tua. Pemuda Ambon itu mengaku sangat sedih ketika mengingat orang tua yang telah berkorban sejak dirinya kecil.
Kehidupan baru dimulai ketika berada di pusat rehabilitasi Sahabat Rekan Sebaya yang terletak di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sejak 2016, Rendo mulai menghabiskan waktu untuk rehabilitasi di sana. Berbagai kegiatan positif, seperti seminar hingga kegiatan musik berhasil membuatnya sedikit demi sedikit tidak kembali menggunakan narkoba.
Rendo yang pernah menjadi seorang pengamen, mengaku sangat menyukai kegiatan bermusik hingga mampu menghasilkan sejumlah lagu dengan berbagai tema, mulai dari percintaan hingga perasaan pribadi soal kehidupan. Menyongsong tahun baru 2023, dirinya bercita-cita menjadi penyanyi besar serta ingin mengikuti ajang pencarian bakat.
”Saya bernyanyi di berbagai kafe dalam seminggu bisa dua hingga tiga kali bernyanyi di live music. Hal yang ingin saya wujudkan di masa depan, ingin menjadi penyanyi besar,” ujar Rendo.
Menjadi seorang yang berusaha pulih dari ketergantungan, merupakan proses yang sangat sulit dilalui. Bagi Rando, munculnya kembali sugesti dan memori masa lalu, terkadang membuatnya goyah sehingga ingin kembali mengonsumsi narkoba. Namun, dirinya terus ingat akan Tuhan, keluarga, serta anggota pusat rehabilitasi lain yang menguatkannya.
Menyadari diri sebagai seorang orang yang tak berdaya, menjadi sebuah pesan yang disampaikan Rendo bagi orang-orang yang sedang berjuang berhenti dari jeratan barang haram tersebut. Lebih jauh, dirinya berpesan untuk tidak sombong dan merasa hebat sehingga dapat terjerumus ke dalam narkoba.
Baca juga: Paradigma Keliru Rehabilitasi Pecandu Narkotika
”Saya berusaha menghargai kepercayaan yang saya dapat di sini, karena saya tidak pernah dapat itu di luar sana. Jadi, itu yang membuat saya berpikir berulang kali ketika ingin kembali mengonsumsi narkoba,” ucap Rendo.
Memulai perjalanan rehabilitasi di Sahabat Rekan Sebaya, kini Rendo telah bekerja sebagai staf bagian dapur di sana. Dirinya bertugas menjamin segala kebutuhan makanan serta memantau keadaan para anggota yang lain.
Mewaspadai pemicu
Staf Yayasan Sahabat Rekan Sebaya, Muhammad Fahrulrozy menjelaskan salah satu tantangan terbesar bagi para pecandu adalah mewaspadai pemicu atau trigger yang bisa memancing seseorang kembali ke jerat narkoba. Ada beberapa pemicu seperti benda, tempat, dan orang. Dengan mengetahui pemicunya, para pecandu dapat dibimbing untuk lepas dan menghindari potensi bertemu dengan hal-hal tersebut.
“Contohnya saat seseorang melihat sedotan, dia bisa ke-trigger untuk make lagi, atau melewati jalan tempat ia sering membeli narkoba, bisa juga ke-trigger,” ucapnya.
Selain memetakan pemicu, para pecandu juga perlu memetakan watak dan karakternya masing-masing. Pemetaan watak ini dapat menjadi bahan evaluasi untuk mengetahui bagaimana seorang pecandu bersikap dalam kehidupannya.
“Untuk pecandu yang watak sanguin contohnya, pada dasarnya sumber kebahagiaan mereka saat mendapat pujian. Mungkin sejak dini mereka kurang mendapatkan apresiasi dan pujian dari orangtua, dan membuat dia mencarinya di tempat yang lain,” tambahnya.
Untuk bisa melakukan hal-hal di atas, dibutuhkan bimbingan dari orang-orang yang ahli di bidang rehabilitasi. Kecil kemungkinan bagi seorang pecandu untuk dapat melepas belenggunya sendiri. Apalagi, salah satu hal yang perlu dilakukan oleh para pecandu untuk bebas adalah menata rutinitasnya kembali seperti normal, yang tentu membutuhkan pengawasan yang ketat.
Faktor lingkungan
Perbincangan dengan beberapa anggota pusat rehabilitasi Sahabat Rekan Sebaya, terdapat satu poin penting yang menjadi alasan mereka terjerat narkoba, yakni faktor lingkungan. Nyatanya, faktor itulah yang berperan paling krusial dalam penggunaan dan peredaran narkoba.
Sosiolog Universitas Indonesia Ricardi S Adnan, menilai, lingkungan berperan sangat penting dalam penggunaan dan peredaran narkoba. Apalagi, menurut dia peredarannya saat ini semakin mudah dibarengi dengan teknologi yang semakin canggih.
”Sebenarnya peran pusat rehabilitasi itu baik sekali untuk menyadarkan para pecandu akan kehidupan yang nyata sebab relasi dengan kelompok narkoba akan diputus di sana,” ucap Ricardi.
Oleh karena itu, para pecandu yang sedang berproses di pusat rehabilitasi memerlukan dukungan orang-orang terdekat mereka. Rasa terbuka dan jujur menjadi poin penting agar proses pemulihan berjalan efektif.
Pada akhirnya, hanya ada satu kata untuk narkoba: lawan!