Layanan Penanganan Bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan Belum Memadai
Selama ini, layanan kateterisasi untuk menangani penyakit jantung bawaan pada bayi terbatas. Dibutuhkan fasilitas dan tenaga dokter yang mumpuni untuk menangani bayi dengan penyakit jantung bawaan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu penyebab kematian pada satu tahun pertama kehidupan. Sementara itu, saat ini jumlah fasilitas layanan kateterisasi untuk menangani penyakit jantung bawaan, terutama pada bayi baru lahir, belum optimal.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, dalam setahun sebanyak 12.500-15.000 bayi baru lahir mengalami penyakit jantung bawaan. Padahal, kapasitas layanan operasi hanya mampu menangani 6.000 pasien. Oleh karena itu, bayi dengan penyakit jantung bawaan yang tidak tertangani memiliki risiko kematian yang tinggi.
”Hal ini menunjukkan masih banyak yang belum tertangani karena alat dan fasilitas layanan kateterisasi jantung belum mencukupi dan tidak adanya dokter spesialis,” ucap Budi saat meresmikan pusat kateterisasi dan radiologi intervensi di Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Data Survei Penduduk Antar-Sensus (Supas) 2015 menunjukkan, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi tercatat 24 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka kematian, layanan primer perlu diperkuat dengan edukasi, pencegahan, dan peningkatan kapasitas serta kapabilitas.
Budi mengatakan, salah satu upaya meningkatkan layanan penyakit jantung bawaan pada bayi ialah dengan menyediakan lebih banyak alat medis untuk pengobatan jantung dengan layanan kateterisasi intervensi atau cath lab di semua kabupaten/kota. Namun, pemenuhan alat medis seperti cath lab juga harus diiringi dengan pemenuhan dokter spesialis.
Budi berharap keberadaan layanan kateterisasi jantung di RSAB Harapan bisa membuat penanganan penyakit jantung bawaan pada bayi lebih cepat dilakukan. ”Melalui intervensi lebih cepat, bayi-bayi dapat tertangani. Semoga tidak ada lagi bayi harus meninggal akibat kelainan jantung yang seharusnya bisa disembuhkan, tetapi justru tidak tertangani,” katanya.
Direktur Utama RSAB Harapan Kita Ockti Palupi Rahayuningtyas menjelaskan, layanan kateterisasi radiologi intervensi bayi dan anak di RSAB Harapan Kita akan mulai dibuka pada Januari 2023. Ia berharap bisa melayani 200 bayi baru lahir dalam setahun.
Layanan kateterisasi berguna untuk mempercepat tindakan diagnostik dan intervensi dengan lebih baik. Layanan ini tidak hanya mencakup laboratorium kateterisasi jantung untuk penentuan diagnostik penyakit jantung dan pembuluh darah. Namun, ada juga layanan pencitraan resonansi magnetik (MRI) jantung dan pemeriksaan penunjang agar deteksi dini dapat dilakukan pada anak.
”Dengan diketahui adanya penyakit jantung bawaan sejak janin, maka persiapan tindakan yang akan dilakukan pada bayi yang akan dilahirkan bisa dilakukan lebih baik,” kata Ockti.
Menurut dia, kematian bayi akibat penyakit jantung bawaan pada tiga bulan pertama kehidupan memiliki tingkat kematian hingga 50 persen. Sementara pada satu tahun pertama kehidupan, tingkat kematian dapat mencapai 80 persen. Oleh karena itu, dibutuhkan fasilitas dan pelayan yang mumpuni untuk menekan jumlah kematian bayi dengan penyakit jantung bawaan.
Dalam setahun sebanyak 12.500-15.000 bayi baru lahir mengalami penyakit jantung bawaan. Padahal, kapasitas layanan operasi hanya mampu menangani 6.000 pasien.
Ockti menjelaskan, ada sekitar 30 kasus bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan per bulan di RSAB Harapan Kita. Sementara pasien penyakit jantung bawaan rawat jalan dalam setahun mencapai 1.900 orang dan rawat inap sekitar 400 orang. Perawatan pasien di ruang Unit Perawatan Intensif Neonatal (NICU) RSAB Harapan Kita juga tidak murah dan waktunya lama.
Menurut Ockti, dengan hadirnya layanan kateterisasi jantung, perawatan di NICU yang biasa membutuhkan waktu dua bulan dapat dipangkas menjadi 10 hari. Dengan demikian, ruang NICU bisa digunakan untuk pasien baru.
Dalam memberikan pelayanan tersebut, ia juga memastikan ketersediaan dokter anak subspesialis kardiologi. ”Kami punya tiga dokter yang sudah mengikuti peningkatan kompetensi dan keterampilan khusus di bidang kateterisasi jantung bayi di Institut Jantung Negara Malaysia. Tahun depan juga akan dikirim lagi perawat kami sebanyak lima orang di tahap awal, kemudian akan dikirim lagi bertahap,” ujarnya.