Dampak Cuaca Ekstrem Kian Besar di Wilayah dengan Kondisi Lingkungan Buruk
Dampak cuaca ekstrem kian besar hingga menyebabkan bencana jika terjadi di wilayah dengan kondisi lingkungan yang buruk. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk melakukan upaya antisipasi dan mitigasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa wilayah di Indonesia saat ini tengah mengalami cuaca ekstrem yang ditandai dengan hujan intensitas lebat disertai angin dan petir. Dampak cuaca ekstrem ini akan kian besar dan bahkan bisa menyebabkan bencana jika terjadi di wilayah dengan kondisi lingkungan yang buruk sehingga antisipasi perlu terus dikedepankan.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengemukakan, cuaca ekstrem merupakan terjadinya satu ataupun lebih unsur cuaca yang bersifat sangat tinggi ataupun rendah. Kategori ekstrem ini juga bisa merujuk pada statistik kejadian tersebut yang berbeda dari rata-rata.
”Kejadian cuaca ekstrem yang terjadi di suatu tempat dengan kondisi lingkungan yang cukup baik terkadang tidak menimbulkan bencana. Namun, sebaliknya, apabila terjadi di suatu tempat dengan kondisi lingkungan yang sangat buruk bisa menyebabkan bencana,” ujarnya dalam diskusi daring tentang kewaspadaan menghadapi cuaca ekstrem, Rabu (28/12/2022).
Didi menjelaskan, beberapa contoh cuaca ekstrem yang kerap terjadi adalah suhu tinggi seperti gelombang panas, musim dingin ekstrem, angin kencang, dan hujan ekstrem disertai petir. Dari beberapa kejadian tersebut, kondisi Indonesia sebagai negara maritim di iklim tropis kerap mengalami angin kencang dan hujan ekstrem.
Sejak 21 Desember, BMKG telah mengeluarkan rilis potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi dalam sepekan hingga 1 Januari 2023.
Didi tidak menampik bahwa cuaca ekstrem di sejumlah wilayah menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya bencana hidrometeorologi seperti banjir, badai, hingga longsor.
Meski demikian, terdapat pula faktor lainnya yang menyebabkan dampak bencana tersebut semakin besar. Faktor tersebut mulai dari kondisi lingkungan, demografi, dan kemampuan masyarakat dalam mengantisipasi kejadian bencana tersebut.
Kejadian bencana umumnya tidak disebabkan oleh satu hal saja, melainkan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Jadi, cuaca ekstrem di kondisi lingkungan yang buruk bisa menyebabkan bencana. Sementara kondisi lingkungan yang baik bisa menyerap terjadinya lonjakan energi sehingga dapat menghindari terjadinya suatu bencana,” ucapnya.
Guna mengurangi dampak cuaca ekstrem, Didi menekankan pentingnya melakukan antisipasi atau mitigasi bencana. Semua pihak termasuk masyarakat perlu meningkatkan kemampuannya dalam mengelola risiko bencana dengan cara mengkaji dan mengendalikan.
Upaya mengkaji dilakukan sebelum bencana tersebut terjadi melalui analisis atau identifikasi kerawanan, mengestimasi risiko, dan evaluasi. Sementara mengendalikan fokus dalam aspek pengendalian bencana adalah memantau risiko dan mengambil keputusan secara cepat.
”Seluruh kegiatan ini perlu dilakukan dengan tujuan mengurangi risiko bencana sekecil mungkin. Pengelolaan risiko bencana merupakan tugas kita semua terutama pemerintah karena mereka wajib melindungi warganya,” tuturnya.
Peringatan dini
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawatisaat konferensi pers, Selasa (27/12/2022), mengatakan, sejak 21 Desember, BMKG telah mengeluarkanrilis potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi dalam sepekan hingga 1 Januari 2023.Peringatan dini ini perlu dikeluarkan karena terdeteksi minimal empat fenomena di atmosfer yang terjadi secara bersamaan dan saling menguatkan.
”Kami kemudian mengevaluasi dan ternyata prakiraan tersebut sesuai dengan kejadian yang ada. Bahkan, sejak kemarin kami mendeteksi terdapat satu fenomena lagi yang dapat berpengaruh pada dinamika cuaca di Indonesia,” katanya.
Berdasarkan analisis cuaca terkini, kondisi dinamika atmosfer di sekitar Indonesia masih berpotensi signifikan meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah dalam sepekan kedepan. Wilayah dengan potensi hujan ekstrem ini meliputi Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebagai upaya antisipasi, BMKG merekomendasikan pihak-pihak terkait untuk memastikan kapasitas infrastruktur dan sistem tata kelola sumber daya air. Masyarakat pengguna transportasi angkutan penyeberanganjuga perlu meningkatkan kewaspadaan sebagai salah satu upaya adaptasi dan mitigasi kondisi tersebut.