Surat Keterangan Sakit Mesti dengan Pemeriksaan Fisik
Surat keterangan sakit dari dokter mesti melalui rangkaian pemeriksaan yang lengkap. Tanpa itu, dokter bisa dikenai sanksi etik dan hukum.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Surat keterangan sakit hanya bisa diterbitkan oleh dokter setelah melalui rangkaian pemeriksaan medis, termasuk pemeriksaan fisik. Tanpa pemeriksaan yang lengkap oleh dokter yang kompeten, surat dapat dianggap tidak sah. Baik dokter maupun pasien yang menggunakan surat itu pun dapat dikenai sanksi.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh Adib Khumaidi pada Selasa (27/12/2022) mengatakan, rangkaian pemeriksaan kesehatan dimulai dengan anamnesa atau wawancara pasien atau keluarga pasien. Setelahnya, dokter melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (seperti pemeriksaan laboratorium dan rontgen), diagnosis, lalu menentukan penatalaksanaan medis.
Surat sakit yang diperoleh dari layanan medis jarak jauh atau telemedicine pun mesti melewati proses yang sama. “Ini berkaitan dengan aspek disiplin di kedokteran, aspek hukum, dan aspek etik,” kata Adib saat konferensi pers daring, di Jakarta.
Pemeriksaan fisik penting untuk menentukan kondisi pasien secara obyektif. Hal ini juga penting untuk memastikan identitas pasien dan mencegah pasien berbohong soal kondisinya. Adapun dokter yang kedapatan membuat surat keterangan palsu dapat dikenakan hukuman penjara paling lama empat tahun. Ini sesuai Pasal 267 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP.
Surat sakit yang diperoleh dari layanan medis jarak jauh atau telemedicine pun mesti melewati proses yang sama. “Ini berkaitan dengan aspek disiplin di kedokteran, aspek hukum, dan aspek etik.
Surat sakit yang tidak didasari pemeriksaan yang lengkap pun dapat membuat dokter dikenai sanksi etik. Adib menambahkan, penerbitan surat keterangan sakit mesti benar-benar diperhatikan. Sebab, surat ini bisa saja disalahgunakan dan merugikan berbagai pihak.
Isu ini mencuat setelah jasa pembuatan surat sakit secara daring dibahas warganet di media sosial. Jasa tersebut diiklankan di kereta rel cepat (KRL) oleh suratsakit.com dan sehatcepat.com.
Corporate Secretary KAI Commuter Anne Purba mengatakan, KAI Commuter telah berkoordinasi dengan pengiklan. Menurut mereka, surat sakit daring dapat diperoleh setelah melalui sejumlah prosedur. Surat sakit akan diterbitkan dokter resmi dari manajemen PT Cepat Sehat Indonesia jika semua prosedur telah dilalui. Namun, prosedur yang dimaksud tidak dijelaskan.
“KAI Commuter akan memberikan waktu kepada manajemen PT Cepat Sehat Indonesia agar mengganti materi atau konten iklan yang saat ini terpasang dengan materi atau konten baru yang lebih edukatif. KAI Commuter mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” ucap Anne melalui keterangan tertulis.
Surat izin
Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI Beni Satria menambahkan, surat sakit hanya boleh dikeluarkan oleh dokter yang memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR). Tanpa itu, dokter bisa dikenakan denda sebesar Rp 100 juta.
Dokter pun mesti memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai untuk mengeluarkan surat sakit. Misalnya, dokter umum membuat surat keterangan sakit bagi orang yang sakit flu, sementara dokter gigi membuat surat sakit untuk orang yang punya masalah gigi dan gusi.
Adapun IDI telah mengantongi dua nama dokter yang tercantum pada iklan surat sakit daring di KRL. Nama keduanya sudah diperiksa di laman IDI dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Jika terbukti melanggar etik, mereka akan diberi sanksi.
“Jika kesimpulannya (pelanggaran) etik berat, maka (ada) rekomendasi pencabutan STR. Tapi, ini sifatya rekomendasi yang diberikan ke fasilitas layanan kesehatan dan KKI. Lalu, SIP berpotensi dicabut, tapi ini kewenangan pemerintah,” kata Beni.