Setelah menikah, laki-laki cenderung bertambah gemuk. Berubahnya pola makan dan berkurangnya usaha mematut diri menjadi pemicunya. Karena berisiko bagi kesehatan dan ekonomi, obesitas pada pria perlu lebih diperhatikan.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·6 menit baca
Setelah menikah, umumnya laki-laki bertambah gemuk. Tubuh yang dulunya kurus, berat badan ideal, atau berbentuk atletis tiba-tiba mengembang dipenuhi bantalan lemak. Meski istri umumnya tidak mempermasalahkan perubahan postur tubuh suami, banyak masalah kesehatan dan ekonomi mengintai terkait obesitas pada pria.
Pertambahan berat badan setelah menikah itu juga dialami Didik (44), warga Kota Bogor, Jawa Barat. Sejak awal bekerja di Yogyakarta tahun 2004, pria yang rajin pergi ke pusat kebugaran itu memiliki berat badan 65 kilogram (kg), ideal untuk tubuhnya yang memiliki tinggi 170 sentimeter. Tubuh kekar dan wajah segar membuatnya tampil percaya diri hingga produktivitas kerjanya meningkat.
Sejak pindah ke Jakarta dan menjadi anak kos pada 2010, olahraga menjadi jarang dijalani. Beban kerja yang bertambah, makan tidak teratur dan tidak terjaga, serta bergadang tiap malam mengikuti ritme kerja membuat bobotnya bertambah menjadi 70 kg. Pertambahan sebesar itu masih tidak terlalu bermasalah baginya.
Namun, setelah menikah pada 2017, bobotnya tiba-tiba melonjak hingga 85 kg. ”Tuntutan” istri dan mertua yang selalu mengingatkannya untuk makan membuat pola makannya berubah. Apalagi, makanan enak selalu tersedia di meja makan sepanjang hari tanpa dia harus repot pergi ke warung seperti kebiasaannya saat bujang.
”Bagi saya, berat 85 kg itu sudah overweight (kelebihan berat badan), tetapi keluarga bilang badan menjadi lebih bagus dan berisi,” kata Didik, Kamis (22/12/2022).
Lahirnya sang buah hati pada 2020 membuat ritme hidupnya berubah lagi. Membantu istri menjaga bayi membuatnya harus terjaga saat dini hari dan bangun pagi dengan jadwal yang tetap. Akibatnya, berat badannya sedikit turun.
Meski masih tetap gemuk, istri tidak pernah mempermasalahkan perubahan bentuk badan itu. Apalagi dengan tubuh yang lebih ”berisi”, wajahnya menjadi terlihat lebih muda. ”Istri hanya mengingatkan untuk lebih peduli dengan kesehatan,” katanya.
Menggemuknya badan lelaki setelah menikah tidak hanya dialami Didik. Di sekitar kita, kondisi itu mudah ditemukan. Namun, ini juga bukan hanya persoalan di Indonesia karena pria-pria di negara maju pun mengalaminya.
Seolah-olah pernikahan yang bahagia atau istri yang baik bagi suami itu ditandai dengan kenaikan berat badan suami.
Riset Joanna Syrda dari Universitas Bath, Inggris, yang dipublikasikan di jurnal Social Science & Medicine, Agustus 2017, membuktikan itu. Ada 8.729 responden laki-laki di Amerika Serikat yang dipantau kondisinya pada tahun 1999-2013. Dari jumlah itu, 24 persen laki-laki menikah selama penelitian. Hasilnya, berat badan rata-rata lelaki yang menikah lebih berat 1,4 kg dibandingkan yang lajang.
Selain itu, berat laki-laki umumnya tidak bertambah saat istri mereka hamil. Namun, ketika awal menjadi ayah, bobot laki-laki dalam riset tersebut cenderung naik lagi. Saat perceraian melanda, berat laki-laki umumnya akan turun.
Penyebab seseorang menjadi gemuk memang beragam dan tidak bisa diseragamkan. Gemuk, seperti ditulis Kompas, 12 Januari 2019, tidak hanya disebabkan kelebihan makan. Persoalan genetika, berbagai gangguan fungsi metabolik tubuh, hingga gaya hidup bisa memicu obesitas.
Pernikahan mungkin tidak menyebabkan kegemukan langsung. Namun, perubahan pola hidup laki-laki setelah menikah tanpa disadari membuat indeks massa tubuhnya terus bertambah. ”Obesitas telah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. Karena itu, memahami lebih banyak faktor sosial yang menyebabkan fluktuasi berat badan menjadi penting,” kata Syrda seperti dikutip Sciencedaily, 21 Juni 2017.
Pola makan
Salah satu teori yang mencoba menjelaskan mengapa berat lelaki bertambah setelah menikah adalah dugaan bahwa seks membuat gemuk. Namun, peneliti relasi perkawinan dan keluarga yang juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Bandung, Langgersari Elsari Novianti, Jumat (23/12/2022), membantah hal itu.
”Aktivitas seksual yang mencakup foreplay (pemanasan), hubungan seksual, hingga satu kali orgasme pada laki-laki selama 25 menit mampu membakar 101 kalori,” katanya. Karena itu, hubungan suami-istri yang rutin dilakukan akan memberi manfaat kesehatan. Belum lagi, manfaat kelekatan emosional suami istri yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
Langgersari menilai laki-laki bertambah gemuk setelah menikah umumnya karena perubahan pola makan akibat berada dalam bentuk kehidupan yang baru. Semasa lajang, banyak laki-laki makan seadanya dan seingatnya. Namun, setelah menikah, ada istri yang memperhatikan kebutuhan makan suami. Bukan hanya soal waktu makan, melainkan juga porsi dan jenis makanannya.
”Istri juga cenderung tidak melarang suaminya makan banyak, baik karena segan, agar suami makan tenang, atau yang penting suami makan banyak dan sehat,” katanya.
Pasangan yang menikah umumnya juga memasuki jejaring sosial baru, baik keluarga besar, pertemanan lebih luas, maupun sudah diundang dalam hajatan sebagai keluarga mandiri walau terkadang masih serumah dengan orangtua atau mertua. Di pertemuan berbagai jejaring sosial itu umumnya ada acara makan sehingga akhirnya laki-laki menjadi lebih sering makan.
”Secara psikologis, makan bersama dan interaksi yang menyenangkan di dalamnya akan meningkatkan nafsu makan hingga membuat makan lebih banyak,” kata Langgersari. Selain itu, pernikahan umumnya membawa kebahagiaan. Penambahan hormon bahagia itu juga turut menambah nafsu makan.
Budaya masyarakat pun menganggap wajar, bahkan mendukung, jika laki-laki bertambah gemuk setelah menikah. Mereka yang tetap kurus justru sering dicurigai bahwa ada ketidakberesan dalam rumah tangganya. Seolah-olah pernikahan yang bahagia atau istri yang baik bagi suami itu ditandai dengan kenaikan berat badan suami.
Tak hanya soal makan, upaya laki-laki untuk mematut diri agar terlihat menarik umumnya juga berubah setelah menikah. Sesuai teori pasar pernikahan, pria lajang umumnya menjaga penampilannya agar bisa menarik lawan jenis. Untuk itu, laki-laki rela bersusah payah melakukan banyak hal, mulai dari rutin berolahraga, memakai pakaian terbaik, berdandan klimis, hingga memakai minyak wangi.
Namun, setelah menemukan jodohnya, laki-laki biasanya berpikir lebih santai sehingga tidak lagi melakukan hal-hal rutin untuk menjaga penampilan, kebersihan badan, dan kesehatan. Untuk bisa teratur berolahraga dibutuhkan kesadaran dan keinginan kuat. Situasi akan bertambah buruk jika pasangan pengantin baru itu sama-sama tidak tertarik dengan aktivitas fisik.
Uniknya, meski banyak laki-laki memiliki tubuh yang tak lagi semenarik atau seindah saat bujang, istri umumnya jarang komplain. Perempuan cenderung tidak menilai penampilan fisik suami sebagai hal penting yang bisa memengaruhi kebahagiaan atau kepuasaan mereka terhadap pernikahan. Namun, suami tetap memandang penampilan fisik istri penting walau pada perempuan bertambahnya berat badan itu terjadi akibat hamil dan merawat anak.
”Komunikasi dua arah dan kerja sama yang baik antara suami dan istri dalam mengatasi konflik jauh lebih penting dan berpengaruh dalam menentukan kelanggengan dan kepuasan pernikahan, bukan penampilan fisik,” ujar Langgersari.
Perubahan penampilan fisik suami memang tidak terlalu menimbulkan persoalan dalam rumah tangga. Namun, situasi ini berdampak besar bagi kesehatan masyarakat. Kelebihan berat badan yang tidak terkendali menjadi faktor risiko dari banyak penyakit degeneratif yang berbiaya mahal, seperti jantung, stroke, diabetes melitus, dan kanker. Karena itu, penting mengendalikan obesitas pada lelaki.
”Setelah menikah, laki-laki sebagai kepala keluarga dan juga pekerja seharusnya tetap menyediakan waktu untuk diri sendiri, baik melalui istirahat yang cukup maupun olahraga rutin. Toh, itu adalah bentuk investasi kesehatan untuk kesejahteraan masa depan,” pungkas Didik.