Perlindungan Warisan Budaya Memanfaatkan Jaringan Interpol
Jaringan komunikasi Interpol I-24/7 digunakan untuk meningkatkan perlindungan warisan budaya kebendaan Indonesia. Jaringan ini mengoneksikan pengawasan antarlembaga kepolisian di 193 negara.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekayaan warisan budaya kebendaan Indonesia menjadi incaran kejahatan transnasional. Perlindungan warisan budaya ditingkatkan dengan memanfaatkan jaringan komunikasi Interpol I-24/7 sehingga diawasi secara internasional.
Akses pemanfaatan jaringan ini diperoleh melalui kerja sama Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan Divisi Internasional Polri. Sistem ini mengoneksikan pengawasan antarlembaga kepolisian di 193 negara.
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan, kerja sama itu meningkatkan efektivitas perlindungan terhadap warisan budaya kebendaan Indonesia. ”Intinya, ini memberi bobot pada upaya perlindungan dengan menggunakan jaringan internasional,” ujarnya di Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Koleksi warisan budaya Indonesia tersebar di sejumlah tempat, seperti museum, lembaga, dan koleksi pribadi. Sistem dan tingkat keamanan di setiap tempat sangat bervariasi.
”Untuk yang menjadi jangkauan kami, tentu kami tingkatkan keamanannya. Namun, ada banyak yang tidak memiliki kapasitas dan fasilitas memadai,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Kompas, pencurian warisan budaya atau benda bersejarah berulang-ulang terjadi di Tanah Air. Pada September 2013, misalnya, empat lempengan emas koleksi Museum Nasional hilang dicuri. Benda bersejarah itu merupakan peninggalan Situs Petirtaan Jalatunda dan Situs Candi Belahan.
Tiga tahun sebelumnya, koleksi Museum Sonobudoyo, DI Yogyakarta, seperti topeng emas, arca, dan sejumlah hiasan lainnya juga raib dicuri. Museum ini menyimpan koleksi benda-benda bersejarah Kerajaan Jawa Kuno.
Interpol mengindikasikan pelaku kejahatan warisan budaya atau benda-benda bersejarah sebagai sindikasi internasional. Oleh karenanya, diperlukan kerja sama antarkepolisian di seluruh dunia untuk melindungi warisan budaya tersebut.
”Dalam beberapa tahun terakhir ada satu, dua, kasus (pencurian) muncul di beberapa museum. Dengan adanya sistem ini akan sangat membantu karena semua benda yang dilaporkan hilang atau dicuri dimasukkan dalam basis data sehingga bisa ditelusuri melalui jaringan Interpol,” jelasnya.
Hilmar menyebutkan, kasus pencurian benda-benda bersejarah di museum saat ini cenderung menurun dibandingkan 10-20 tahun lalu. Hal itu disebabkan regulasi yang lebih ketat dan peningkatan sistem keamanan museum.
”Barang yang dicuri tentu yang dianggap bernilai, seperti emas, perak, dan perunggu. Kalau berbentuk batu, cenderung kurang tertarik karena (beratnya) bisa berton-ton,” ucapnya.
Hilmar menambahkan, salah satu tantangan perlindungan warisan budaya adalah benda-benda yang ditemukan di bawah air. Sebab, masih banyak anggapan temuan tersebut belum ada pemiliknya.
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti menuturkan, Indonesia mempunyai warisan budaya yang sangat kaya. Warisan itu harus dijaga oleh semua pihak. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, benda bersejarah dilarang dibawa ke luar Indonesia, kecuali untuk kepentingan penelitian dan promosi kebudayaan.
”Akan tetapi, ada saja upaya-upaya untuk membawa keluar karena peminatnya atau permintaan di luar negeri begitu tinggi,” katanya.
Krishna mengatakan, Interpol mengindikasikan pelaku kejahatan warisan budaya atau benda-benda bersejarah sebagai sindikasi internasional. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antarkepolisian di seluruh dunia untuk melindungi warisan budaya tersebut.
”Dalam hal ini difasilitasi oleh Interpol untuk saling melindungi. Kerja sama tersebut harus bersifat interoperabilitas,” ujarnya.
Jaringan Interpol I-24/7 merupakan sistem alert yang mengoneksikan informasi antarlembaga kepolisian di dunia. Sistem ini bisa membaca pemberitahuan terkait benda bersejarah yang ditemukan di negara lain.
”Selama ini, sistem itu belum dikoneksikan dengan Ditjen Kebudayaan. Hal ini penting untuk mengoptimalkan upaya perlindungan. Jadi, sekarang, Kemendikbudristek bisa mengoperasikan bagaimana membuka sistem tersebut untuk melihat benda purbakala Indonesia yang dicari atau ditemukan di luar negeri,” jelasnya.