Dengan menyebarkan benih, hewan dapat dengan cepat membangun kembali keanekaragaman tumbuhan di hutan yang terdegradasi.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
AFP/POOL/ALEX BRANDON
Mayoritas pemimpin negara G20 di sela-sela kegiatan KTT G20 di Nusa Dua, Bali ikut menanam pohon mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai , Rabu (16/11/2022). Pemulihan ekosistem melalui penanaman pohon perlu juga didukung penyelamatan fauna liar setempat yang akan membantu mempercepat restorasi.
Saat pembicaraan iklim PBB ditutup di Mesir dan pembicaraan keanekaragaman hayati akan dimulai di Montreal, Kanada, perhatian dunia masih tertuju pada restorasi hutan sebagai solusi untuk isu krisis iklim yang telah merongrong planet kita. Hutan memiliki jasa ekosistem sebagai penyerap karbon dioksida di atmosfer dan sekaligus menciptakan habitat bagi organisme serta sumber kehidupan bagi masyarakat tradisional .
Sejauh ini, upaya untuk membantu hutan bangkit kembali dari deforestasi biasanya berfokus pada peningkatan luas tutupan area yang dihutankan kembali. Biasanya ukuran yang dipakai hanya pada jumlah pohon yang ditanam.
Namun, sebuah laporan baru mengungkap bahwa upaya pemulihan hutan yang kuat tak bisa mengabaikan peran dari hewan liar. Binatang-binatang liar di hutan perlu juga dipulihkan dan diselamatkan karena pelibatan mereka dalam restorasi akan membangun ekosistem hutan yang sehat.
Hewan liar adalah sekutu terbesar kita dalam reboisasi.
Hal itu ditunjukkan dari studi oleh tim internasional dari Max Planck Institute of Animal Behavior (MPI-AB), Yale School of the Environment, New York Botanical Garden, dan Smithsonian Tropical Research Institute . Tim peneliti memeriksa serangkaian regenerasi hutan di Panama bagian tengah yang berlangsung selama 20-100 tahun pasca-pengabaian. Kumpulan data jangka panjang yang unik mengungkapkan, hewan membawa berbagai macam benih ke area hutan yang gundul.
KOMPAS/SUCIPTO
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar (tengah) menanam mangrove bersama Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Espen Barth Eide (kiri) di Teluk Balikpapan, tepatnya di Desa Sotek, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (11/9/2022).
Keberadaan hewan itu menjadi kunci pemulihan kekayaan dan kelimpahan spesies pohon ke tingkat pertumbuhan tua setelah 40-70 tahun pertumbuhan kembali. Artikel yang diterbitkan dalam Philosophical Transactions of the Royal Society B pada 14 November 2022 ini merupakan bagian dari isu tema yang berfokus pada restorasi lanskap hutan di UN Decade on Ecosystem Restoration.
"Hewan adalah sekutu terbesar kita dalam reboisasi," kata Daisy Dent, ahli ekologi tropis dari MPI-AB dan penulis senior studi tersebut dalam siaran pers, 25 November 2022.
Laporan tim peneliti juga mencatat, menempatkan hutan yang beregenerasi di dekat petak-petak tumbuhan tua dan mengurangi perburuan, mendorong hewan untuk berkoloni dan berkembang biak. “Kami menunjukkan bahwa mempertimbangkan ekosistem yang lebih luas, serta fitur bentang alam akan meningkatkan upaya restorasi,” kata Sergio Estrada-Villegas ahli biologi di Universidad del Rosario, Bogota, Kolombia, penulis pertama studi tersebut.
Dengan dasar hasil risetnya, para peneliti menyatakan penyebaran benih oleh hewan menjadi kunci dalam perluasan hutan. Di daerah tropis, lebih dari 80 persen spesies pohon dapat disebarkan oleh hewan dengan mengangkut benih itu ke seluruh lanskap. Namun, upaya restorasi hutan saat ini masih berfokus pada peningkatan tutupan pohon daripada membangun kembali interaksi hewan-tanaman yang menopang fungsi ekosistem.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Aktivitas orangutan di salah satu pulau kompleks Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari yang dikelola oleh Yayasan Borneo Orangutan Survival di Kelurahan Margo Mulyo, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, akhir Agustus 2019. Primata ini berperan penting dalam menyebarkan benih di hutan tropis.
"Mencari tahu bagaimana hewan berkontribusi pada reboisasi sangat sulit karena Anda memerlukan informasi terperinci tentang hewan apa yang memakan tumbuhan mana," kata Estrada-Villegas.
Hutan di Barro Colorado Nature Monument (BCNM), Terusan Panama, menawarkan solusi unik untuk masalah ini. Di salah satu hutan tropis yang paling banyak dipelajari di dunia ini, sejumlah ilmuwan lintas-generasi mendokumentasikan interaksi hewan pemakan buah untuk memahami jenis kelompok hewan yang menyebarkan benih dari spesies pohon tertentu.
Tim yang dipimpin oleh Estrada-Villegas dan Dent memeriksa rangkaian data jangka panjang ini untuk menentukan proporsi tumbuhan yang disebarkan oleh empat kelompok hewan (mamalia yang tidak bisa terbang, burung besar, burung kecil, dan kelelawar). Mereka juga mengkaji cara proporsi tanaman hutan ini berubah selama satu abad restorasi alami.
Hasilnya menawarkan data paling rinci tentang pemulihan penyebaran benih hewan dalam jangka waktu terlama dari pemulihan alami. "Sebagian besar studi meneliti 30 tahun pertama suksesi, tetapi data kami yang mencakup 100 tahun memberi kami gambaran sekilas tentang apa yang terjadi pada fase akhir restorasi," kata Dent.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Julang sumba (Rhyticeros everetti) terbang ke sarangnya di kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Juli 2019. Burung endemik di Pulau Sumba ini punya peran strategis bagi hutan, di antaranya sebagai penyebar biji.
Studi ini menemukan, hutan regenerasi muda sebagian besar terdiri dari pohon-pohon yang benihnya disebarkan oleh burung-burung kecil. Namun seiring bertambahnya usia hutan, jumlah pepohonan yang benihnya disebarkan oleh burung yang lebih besar meningkat.
Akan tetapi, yang mengejutkan, sebagian besar tanaman disebarkan oleh mamalia darat pada semua umur hutan yaitu dari usia 20 tahun hingga pertumbuhan tua. “Hasil ini sangat tidak biasa untuk regenerasi hutan pascapertanian,” kata Dent.
"Tampaknya keberadaan sebidang besar hutan lindung di dekat tegakan sekunder kami, ditambah dengan perburuan yang rendah, telah memungkinkan populasi mamalia untuk berkembang dan membawa masuknya benih dari tambalan tetangga," ujar Estrada-Villegas. Harapannya, informasi ini membantu para praktisi untuk menyusun praktik restorasi mereka dengan memungkinkan spesies pemakan buah untuk membantu proses restorasi dan mempercepat pemulihan hutan.