Mayoritas Negara Asia Gagal Penuhi Target Melindungi Biodiversitas
Penelitian baru menemukan, sebagian besar negara Asia gagal mencapai target minimum global untuk melindungi setidaknya 17 persen lahan pada 2020.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asia menjadi tempat terkaya di dunia untuk keanekaragaman hayati dan menampung banyak hewan paling karismatik di Bumi, termasuk panda raksasa, harimau, macan tutul salju, orangutan, dan gajah. Meski demikian, penelitian baru yang diterbitkan pada Rabu (30/11/2022) menemukan sebagian besar negara Asia gagal mencapai target minimum global untuk melindungi setidaknya 17 persen lahan pada 2020.
Kawasan lindung menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati. Untuk mengatasi krisis keanekaragaman hayati global, sebanyak 200 negara telah menyepakati Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati 2010 untuk melindungi setidaknya 17 persen dari lingkungan terestrial mereka pada 2020. Hal ini dikenal sebagai Target 11 Aichi.
Untuk menyelidiki apakah negara-negara telah mencapai ini, para peneliti dari Universitas Oxford dan Cambridge, dengan kolaborator di Asia, menganalisis data dari laporan resmi yang diserahkan ke Database Dunia tentang Kawasan Lindung. Hasilnya yang didasarkan data dari 40 negara dipublikasikan di jurnal Communications Biology.
Kemauan politik untuk melestarikan keanekaragaman hayati negara, kebijakan lingkungan yang baik, dan komitmen internasional yang dibuat di bawah Target Aichi oleh pemerintah memungkinkan pencapaian Nepal yang signifikan ini.
Penulis utama Mohammed Farhadinia dari Departemen Biologi, Universitas Oxford, mengatakan, Asia adalah benua yang menantang untuk menetapkan target kawasan lindung. Hal ini karena kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi biasanya bertentangan dengan populasi manusia yang padat dan pertumbuhan ekonomi yang cepat.
”Penelitian kami menunjukkan perlunya lebih banyak investasi di kawasan lindung di Asia, penelitian ini juga menunjukkan pentingnya menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai dengan mempertimbangkan batasan sosio-geografis,” katanya.
Temuan ini memiliki makna penting menjelang pertemuan ke-15 Konferensi Para Pihak terkait Konvensi Keanekaragaman Hayati akan bersidang di Montreal, Kanada, pada 7-19 Desember 2022. Pada pertemuan ini, perwakilan pemerintah akan meninjau pencapaian Target Keanekaragaman Hayati Aichi dan mendiskusikan strategi untuk memenuhi target Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global pasca-2020.
Situasi di Asia
Kajian ini menemukan, hanya 40 persen negara Asia yang mencapai target minimal 17 persen cakupan kawasan lindung pada 2020. Sangat sedikit negara di Asia Barat dan Tengah yang mencapai target tersebut.
Secara keseluruhan, Asia adalah benua dengan kinerja paling buruk, dengan hanya 13,2 persen lahan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung terestrial pada tahun 2020, dibandingkan dengan rata-rata global perlindungan sebesar 15,2 persen.
Penelitian juga menunjukkan, hanya 40 persen atau 16 negara Asia, terutama di Asia Timur dan Selatan, yang telah memenuhi target perlindungan 17 persen pada 2020. Namun, 14 dari 19 negara Asia Barat dan Tengah belum memenuhi target.
Negara-negara Asia juga cenderung memiliki peningkatan yang lebih lambat dari tahun ke tahun terkait jumlah luas lahan yang dilindungi untuk konservasi, rata-rata hanya 0,4 persen per tahun. Antara 2010 dan 2020, beberapa negara tidak menunjukkan perubahan, atau bahkan penurunan kecil, dalam cakupan kawasan lindung.
Negara-negara yang memiliki proporsi lahan pertanian yang lebih tinggi pada 2015 memiliki cakupan kawasan lindung yang lebih rendah pada 2020. Ini mungkin menyiratkan bahwa pertanian yang berkembang pesat dapat menghambat pembentukan kawasan lindung baru.
Hanya 7 persen kawasan lindung di Asia yang memiliki penilaian atas efektivitas pengelolaannya. Untuk 241 spesies mamalia yang sangat berisiko di seluruh Asia, rata-rata 84 persen wilayah jelajahnya berada di luar kawasan lindung.
Berdasarkan hasil ini, tujuan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global pasca-2020 untuk melindungi 30 persen planet ini untuk konservasi pada 2030 dinilai akan terlewatkan dengan selisih yang lebih besar. Negara Asia diperkirakan akan memiliki kesenjangan antara target dan capaian yang paling tinggi.
Para peneliti menghitung bahwa hampir semua negara Asia akan gagal memenuhi target 2030 kecuali laju pembentukan kawasan lindung mereka meningkat hingga enam kali lebih cepat. Di bawah lintasan saat ini, Asia secara keseluruhan hanya akan mencapai cakupan 18 persen pada 2030, jauh di bawah target perlindungan 30 persen. Prospek terburuk untuk Asia Barat dan Selatan, diproyeksikan mencapai cakupan masing-masing 11 persen dan 10 persen pada 2030.
Terlepas dari prospek keseluruhan yang suram, studi ini mengidentifikasi beberapa kisah sukses di antara negara-negara Asia. Nepal, misalnya, berhasil meningkatkan cakupan kawasan lindung hampir 40 persen antara 2010 dan 2020, dan sekarang mencakup hampir 24 persen wilayah negara.
”Kemauan politik untuk melestarikan keanekaragaman hayati negara, kebijakan lingkungan yang baik, dan komitmen internasional yang dibuat di bawah Target Aichi oleh pemerintah memungkinkan pencapaian Nepal yang signifikan ini,” kata Gopal Khanal, petugas konservasi di Kementerian Hutan dan Lingkungan Nepal, yang turut menulis studi ini.
Aishwarya Maheshwari, anggota peneliti yang berbasis di India, mengatakan, ”Asia adalah wilayah yang sangat kompleks dengan variabilitas besar dalam kepadatan populasi manusia, kekayaan keanekaragaman hayati, dan geopolitik. Hal ini membuat tidak mungkin bahwa ’satu ukuran cocok untuk semua’ pendekatan untuk meningkatkan cakupan kawasan lindung akan berhasil. Sebaliknya, perencanaan yang cermat dan terarah diperlukan jika kita ingin memenuhi target keanekaragaman hayati pasca-2020 sambil menyeimbangkan kebutuhan manusia.”
Rekomendasi
Dalam kajian ini, para peneliti membuat tiga rekomendasi untuk mendukung negara-negara Asia yang berusaha memenuhi target keanekaragaman hayati 2030 yang mereka harap akan memengaruhi para pembuat keputusan menjelang konferensi.
Pertama, diperlukan upaya dokumentasikan dan pelaporan tindakan konservasi berbasis kawasan efektif lainnya yang diatur oleh masyarakat lokal yang melestarikan keanekaragaman hayati. Ini dapat mencakup kawasan yang dilestarikan secara pribadi atau lahan pertanian dengan nilai alam yang tinggi.
Kedua, pemulihan lanskap yang terganggu, seperti lahan dari pertanian yang ditinggalkan dan hutan hujan yang telah ditebang. Dan, ketiga, perkuat kawasan lindung yang melintasi batas internasional. Banyak spesies langka ada di daerah lintas batas, seperti macan tutul salju, yang habitatnya mencakup dua belas negara, tetapi hambatan perbatasan yang semakin meningkat mengancam pergerakan mereka.