Negara-negara ASEAN Tingkatkan Upaya Perlindungan Ekosistem
Kawasan lindung dan konservasi memiliki potensi besar untuk mendukung lingkungan, kesehatan, dan ekonomi negara. Negara-negara ASEAN terus berupaya meningkatkan perlindungan ekosistem ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Negara-negara di Asia Tenggara atau ASEAN terus meningkatkan upaya perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati, khususnya di kawasan lindung atau konservasi. Penguatan perlindungan kawasan konservasi ini diyakini dapat mengatasi berbagai krisis yang tengah terjadi saat ini, termasuk pemulihan dari pandemi Covid-19.
Upaya perlindungan ekosistem negara-negara ASEAN ini salah satunya diwujudkan melalui Konferensi Taman Nasional ASEAN (ASEAN Heritage Parks/AHP) ke-7 yang diselenggarakan selama 1-4 November di Bogor, Jawa Barat. Konferensi yang rutin diadakan setiap tiga tahun sekali ini dihadiri ratusan peserta dari negara ASEAN dan mitra organisasi.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyampaikan, AHP merupakan salah satu program percontohan yang bertujuan meningkatkan kesadaran terkait pentingnya mengelola kawasan taman nasional di ASEAN yang kaya akan keanekaragaman hayati. Kegiatan ini sekaligus untuk mempromosikan kerja sama antara negara-negara ASEAN dalam rangka melestarikan kawasan lindung atau konservasi.
Ketika dunia memetakan jalan untuk keadaan yang lebih baik, ASEAN menyerukan tentang pemulihan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
”Sampai saat ini, terdapat 51 ASEAN Heritage Parks yang tersebar di negara-negara ASEAN. Dari jumlah tersebut, 33 di antaranya merupakan kawasan terestrial, 9 kawasan laut, dan 9 kawasan lindung lahan basah,” ujarnya saat konferensi pers di Bogor, Selasa (1/11/2022).
Selain diskusi, Konferensi AHP ke-7 ini juga didukung kegiatan lain, seperti pameran produk, The Young ASEAN Story Teller, dan pemilihan ASEAN Biodiversity Hero. Pada hari terakhir konferensi, para peserta juga akan mengunjungi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai salah satu contoh pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia.
Menurut Alue, konferensi ini dapat menjadi tempat untuk tukar pengetahuan dan pengalaman dalam mengelola kawasan lindung di setiap negara. Hal ini termasuk untuk meningkatkan jaringan kapasitas antara pengelola AHP dan anggota komite lainnya.
Alue mengakui bahwa berbagai krisis yang terjadi sekarang, termasuk pandemi, telah mengubah pola pikir dalam mengelola sumber daya alam dan ekosistem. Kondisi ini juga disadari Pemerintah Indonesia dengan mulai bertransformasi dari ekonomi konvensional menjadi ekonomi hijau dan biru yang lebih ramah lingkungan serta berkelanjutan.
”Salah satu tulang punggung dalam ekonomi hijau ialah di sektor kehutanan, termasuk biodiversitas di dalamnya. Oleh karena itu, Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan ini, seperti bioprospeksi dan bioekonomi,” tuturnya.
Selain itu, sektor kehutanan juga berpotensi menjadi tulang punggung perekonomian dengan pemanfaatan perdagangan karbon. Penyelenggaraan perdagangan karbon ini dapat dioptimalkan dengan valuasi dari jutaan hektar lahan gambut serta ekosistem mangrove.
”Kita memiliki kawasan konservasi lebih kurang 27 juta hektar atau 55 juta hektar apabila ditambah dengan luas kawasan lindung. Dengan menjaga kawasan ini saja sudah memberikan manfaat yang luar biasa bagi Indonesia dan kontribusi untuk global,” katanya.
Direktur Kerja Sama Sosial Budaya Kementerian Luar Negeri Yuliana Bahar mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini mengajarkan pentingnya pendekatan secara holistik dalam menangani berbagai krisis, terutama di wilayah Asia Tenggara. Pendekatan yang dilakukan ini juga tidak bisa terlepas dari ekosistem habitat yang sangat memengaruhi wilayah.
”Kelompok ASEAN sendiri sekarang sudah mulai mengusung model kerja sama untuk menguatkan pelestarian lingkungan, termasuk dalam konservasi biodiversitas,” katanya.
Upaya ASEAN
Executive DirectorASEAN Centre of BiodiversityTheresa Munditasaat memberikan sambutan dalam pembukaan konferensi ini menyampaikan, kawasan lindung dan konservasi yang terjaga tidak hanya memberikan kontribusi bagi lingkungan, tetapi juga kesehatan masyarakat. Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan bahwa menjaga kawasan lindung memberikan penyembuhan fisik dan mental, terutama dari pandemi Covid-19.
”Ketika dunia memetakan jalan untuk keadaan yang lebih baik, ASEAN menyerukan tentang pemulihan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Kita menekankan pentingnya mempromosikan solusi berbasis alam untuk meningkatkan ketahanan kawasan,” ucapnya.
Theresa menambahkan, Konferensi AHP ke-7 merupakan salah satu kontribusi negara-negara ASEAN untuk membantu percepatan pemulihan dan pelestarian alam yang lebih berkelanjutan. Dalam konferensi ini, setiap pihak dapat mendemonstrasikan peran kawasan lindung dan keanekaragaman hayati dalam membantu menghadapi tantangan global, mulai dari kemunculan penyakit baru, peningkatan bencana alam, hingga kelaparan.