Terapi Monoklonal Kurangi Risiko Kelompok Rentan akibat Covid-19
Pasien yang mendapatkan terapi monoklonal memiliki waktu pemulihan lebih singkat lima hari dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan perawatan menggunakan terapi ini.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Inovasi bidang kedokteran akan mendukung penanganan pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Salah satu inovasi tersebut adalah penggunaan terapi antibodi monoklonal yang diklaim dapat mencegah penularan dan sekaligus menyembuhkan pasien Covid-19 dengan cepat.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (Peralmuni) Iris Rengganis menjelaskan, terapi antibodi monoklonal merupakan preventif pencegahan, terutama untuk kelompok rentan. Terapi ini diberikan untuk kelompok rentan sebagi imunisasi pasif, dengan tujuan pencegahan terhadap Covid-19 varian Omicron.
”Obat yang digunakan dalam terapi antibodi monoklonal ini sudah ada di Indonesia dan dikenal juga dengan regdanvimab. Terapi ini disarankan untuk melindungi kelompok rentan karena pembentukan antibodinya tidak optimal,” ujar Iris, dihubungi melalui telepon pada Selasa (29/11/202).
Badan POM secara resmi menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization untuk regdanvimab pada 2021.
Beberapa waktu lalu, ia menjadi pembicara dalam diskusi daring bertajuk ”Pentingnya Perlindungan Khusus pada Kelompok Rentan di Era Pandemi Covid-19”.
Iris menjelaskan, sebelumnya, di Asia Tenggara, obat untuk terapi antibodi monoklonal hanya ada di Singapura dan Malaysia. Kini, obat regdanvimab untuk terapi sudah ada di Indonesia dengan izin penggunaan darurat atau EUA.
”Cara kerja regdanvimab adalah dengan mengikat receptor binding domain atau RBD dari protein paku (spike protein) virus SARS-CoV-2. Setelah itu, obat ini akan menghambat interaksi virus dengan reseptor seluler tubuh ACE-2 sehingga virus bisa dicegah masuk ke dalam sel tubuh," tuturnya.
Regdanvimab diberikan dengan cairan infus melalui intravena dengan dosis 40 miligram per kilogram berat badan selama 90 menit. Antibodi yang terbentuk dari obat ini bisa bertahan sekitar 12 hari.
Obat ini juga dinilai lebih efektif diberikan kepada pasien yang memiliki komorbid, seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas, yang berpotensi memperburuk kondisi tubuh ketika terinfeksi Covid-19. Selain itu, pasien yang mendapat terapi ini memiliki waktu pemulihan lebih singkat lima hari dari pasien yang tidak mendapatkan obat ini.
Menurut Iris, obat ini sebaiknya diberikan kepada pasien setelah dinyatakan positif Covid-19 kurang dari tujuh hari sejak gejala muncul. Jika diberikan sejak dini, perkembangan penyakit bisa ditekan dengan baik. Pemberiannya pun harus dilakukan di rumah sakit atau klinik karena perlu ada petunjuk dari dokter.
Antibodi itu bisa dibentuk dengan imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi aktif adalah tubuh aktif membentuk antibodi secara buatan dengan vaksinasi, sedangkan imunisasi pasif adalah tubuh diberi antibodi dari luar, contohnya dengan terapi antibodi monoklonal.
”Pemanfaatan terapi antibodi monoklonal diharapkan dapat mengurangi percepatan infeksi SARS-CoV-2 pada kelompok rentan sehingga tidak semakin parah. Dengan begitu, beban kesehatan bisa ditekan karena pasien tidak perlu penanganan intensif, termasuk ventilator,” tutur Iris.
Kepala Subbagian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Eka Rosmalasari mengonfirmasi bahwa regdanvimab benar merupakan obat untuk terapi monoklonal.
”Badan POM secara resmi menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization untuk regdanvimab pada 2021. Penerbitan surat edaran bisa dicek berkala di laman BPOM,” kata Eka.
Mengenai persediaan obat, menurut Eka, itu bukan kewenangan BPOM. Hal ini karena pengelolaan dan pengadaan obat ada di Kementerian Kesehatan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi, Jumat (25/11/2022), mengatakan, sebelum terapi monoklonal, pasien berisiko dan rentan ditangani sesuai dengan kondisi.
”Jika berat disertai sesak napas, pakai ventilaor. Jika tidak disertai sesak, sesuai protap yang terdapat pada pedoman tata laksana. Di sana juga ada mengenai terapi monoklonal,” kata Nadia.
Beberapa perhimpunan profesi dokter Indonesia juga merekomendasikan terapi antibodi monoklonal, termasuk regdanvimab. Di antaranya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), dan Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin).
Dalam Surat Revisi Pedoman Tata Laksana Covid-19 edisi 4 Januari 2022, regdanvimab direkomendasikan untuk pasien Covid-19 dewasa yang bergejala ringan dan tidak memerlukan terapi oksigen (belum hipoksia), tetapi memiliki risiko tinggi mengalami gejala Covid-19 berat.
Kelompok rentan
Lebih lanjut, Iris menjelaskan, yang dimaksud dengan kelompok rentan adalah orang dengan kondisi antibodi yang menurun. Hal itu bisa disebabkan berbagai hal, antara lain karena sedang menjalani terapi atau efek obat yang dikonsumsi.
Beberapa kategori yang masuk dalam kelompok rentan adalah pasien kanker yang aktif menerima pengobatan untuk tumor padat dan kanker darah. Pasien yang menerima transplantasi organ dan mengonsumsi obat imunosupresan yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh juga termasuk kelompok rentan.
Kelompok rentan lainnya adalah seseorang yang mengalami imunodefisiensi primer sedang atau berat. Imunodefisiensi adalah kondisi ketika sistem imun melemah atau tidak berfungsi dengan baik dalam melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Kemudian pasien HIV dengan kondisi lanjut juga masuk dalam kelompok rentan.
”Kita harus paham siapa kelompok rentan di sekitar kita agar penanganannya dapat dilaksanakan dengan baik sebelum semakin parah. Sebab, orang yang rentan cenderung akan lebih parah merasakan efek virus,” katanya menambahkan.
Selain itu, masyarakat diimbau agar tetap menerapkan protokol kesehatan. Meski efek Covid-19 sedikit mereda, bahaya penyakit infeksi itu kepada kelompok rentan tetap tinggi. Selain itu, lengkapi dosis vaksin agar tubuh dapat memproduksi antibodi yang bisa mencegah virus menginfeksi lebih parah.