Perkuat Riset untuk Identifikasi Potensi Penularan Penyakit
Kapasitas dan kapabilitas riset dan penelitian di bidang kesehatan perlu ditingkatkan agar kesiapsiagaan dalam menghadapi pandemi di masa depan bisa lebih baik.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelitian berperan penting dalam penanggulangan penyakit di masyarakat, terutama pada surveilans dan identifikasi penyakit baru. Untuk itu, penguatan kapasitas riset dan penelitian perlu ditingkatkan mengingat kerentanan penularan penyakit yang tinggi di Indonesia.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ni Luh Putu Indi Dharmayanti mengatakan, Indonesia dihadapkan pada beban ganda persoalan kesehatan, yakni penyakit menular dan penyakit tidak menular. Selain itu, penyakit infeksi baru dan penyakit menular yang pernah muncul juga menjadi ancaman yang harus diwaspadai.
”Setelah adanya pandemi Covid-19, kita semakin disadarkan akan perlunya antisipasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah. Oleh sebab itu, peningkatan kapasitas dan kapabilitas riset serta penguatan surveilans diperlukan untuk memprediksi adanya wabah baru,” katanya saat membuka konferensi ilmiah pertama BRIN di bidang kesehatan di Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Setelah adanya pandemi Covid-19, kita semakin disadarkan akan perlunya antisipasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah.
Konferensi ilmiah tersebut diselenggarakan secara daring pada 23-24 November 2022. Beberapa tema yang dibahas, antara lain, adalah ilmu biomedis, zoonosis, resistensi antimikroba dan penggunaan antimikroba, vaksin dan obat-obatan, serta penelitian translasi pada praktik kedokteran. Selain itu, obat tradisional, kesehatan dan gizi masyarakat, darurat kesehatan masyarakat, dan ilmu kedokteran hewan.
Indi menuturkan, kapasitas infrastruktur penelitian juga perlu diperkuat agar persiapan pandemi bisa lebih efektif sekaligus bisa menghasilkan respons riset yang cepat. Selain itu, tidak kalah penting adalah koordinasi dan komunikasi antarpeneliti dan pihak terkait lainnya untuk memastikan kesiapsiagaan yang lebih baik.
Menurut dia, upaya surveilans dan identifikasi patogen merupakan hal krusial untuk mengetahui adanya transmisi virus di tengah masyarakat. Belajar dari pengalaman pandemi sebelumnya, hewan liar, seperti kelelawar, dapat menjadi sumber penularan penyakit. Perlu lebih banyak lagi informasi terkait dengan hal ini, terutama di wilayah dengan tingkat interaksi manusia dan hewan yang tinggi.
”Dengan memahami hal ini akan memperkuat surveilans penyakit zoonosis di wilayah terpencil. Pendekatan dalam sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan yang disebut One Health juga diperlukan untuk mencapai kesehatan masyarakat yang lebih baik,” ujar Indi.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, menyampaikan, pandemi tidak bisa diprediksi. Namun, yang bisa dipastikan, pandemi bisa terjadi pada masa depan. Untuk itu, kesiapsiagaan harus terus dilakukan untuk menghadapinya.
Ia menuturkan, para ahli berpendapat, meski pandemi sudah terjadi sebelumnya, dunia tetap tidak siap dalam menghadapi pandemi Covid-19. Itu sebabnya, kewaspadaan harus dilakukan secara berkelanjutan, khususnya dalam pengawasan, vaksinasi, dan manajemen klinis pada periode pascapandemi.
Terdapat sejumlah upaya yang bisa dilakukan pada periode pascapandemi, antara lain program kegawatdaruratan yang terpusat, gaya hidup baru dengan prinsip new now normal, peningkatan upaya promotif dan preventif, cakupan kesehatan semesta (UHC), penguatan One Health, dan fokus pada masyarakat atau pasien.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan, kolaborasi multinasional ataupun multilembaga perlu lebih intensif dilakukan untuk mendukung capaian kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik di masyarakat. Konferensi internasional yang diselenggarakan BRIN juga diharapkan bisa memberikan akses bagi para peneliti untuk berbagi informasi sehingga kapasitas penelitian bisa semakin meningkat.
”BRIN sebagai satu-satunya lembaga penelitian di Indonesia yang terbentuk pada 2021 diharapkan mampu menjawab tantangan besar mengatasi beban nasional di bidang kesehatan,” katanya.